Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Agnes adalah Keara



Agnes adalah Keara

0"Anya, apakah kamu mau kakak menggantikanmu untuk mengunjunginya atas nama Keluarga Atmajaya?" tanya Maria.     

"Kak, masalah ini masih belum diketahui. Dilihat dari situasinya, sepertinya Agnes ingin membunuhku dan keluargaku, tetapi malah membuat dirinya sendiri terluka. Tidak ada gunanya mengunjunginya. Aku dan ibuku tidak akan pergi. Kakak juga tidak perlu memedulikannya," kata Anya dengan tenang.     

"Raisa dan Nadine juga tidak mau pergi. Tara sedang hamil dan tidak bisa terlalu lelah. Kalau ada sesuatu yang kamu butuhkan, katakan saja padaku," kata Maria dengan suara lembut.     

"Terima kasih atas bantuanmu hari ini, Kak. Beristirahatlah. Semuanya akan baik-baik saja," kata Anya.     

"Tidak perlu berterima kasih. Kita kan keluarga. Ibumu sepertinya ketakutan. Lebih baik kamu temani dia," kata Maria.     

Anya menutup telepon dan memandang ibunya yang sedang duduk di sofa.     

Walaupun Indah tidak melihat keadaan Agnes pada saat itu, ia bisa melihat kaki Agnes yang terlepas dan berdarah-darah di tengah jalan.     

Setelah itu, ia mendengar dari para ibu-ibu kaya yang bergosip mengenai kemungkinan bahwa Agnes ingin membunuh ia, Galih dan Anya. Ia merasa sangat ketakutan sekarang.     

Dari Keluarga Pratama, hanya Galih saja yang menemani Agnes di rumah sakit. Indah tidak mau pergi ke sana, sama halnya dengan Aiden dan Anya.     

Semua anggota Keluarga Atmajaya sama sekali tidak menyukai Agnes dan mereka juga mencurigai bahwa Agnes terlibat dalam penculikan Anya sebelumnya. Kalau Anya tidak mau mengunjungi Agnes di rumah sakit, itu artinya, semua anggota Keluarga Atmajaya tidak akan ada yang pergi ke sana.     

Galih menemani Agnes di rumah sakit selama tiga hari berturut-turut. Kemudian, ia merasa benar-benar marah dan pulang untuk bertengkar dengan istrinya.     

Indah menangis dan menelepon Anya, menceritakan mengenai pertengkarannya dengan Galih.     

Saat itu, Aiden sedang berada di kantor dan tidak bisa kembali sekarang juga sehingga Anya pergi ke rumah Indah bersama beberapa pengawal Aiden untuk menjaganya. Ia juga meminta Diana untuk datang dan membantunya.     

Ketika Diana tiba, Anya sedang menghibur Indah yang sedang menangis.     

"Ada apa?" Diana melihat banyak pecahan vas berserakan di lantai. Para pelayan juga tidak terlihat di sana dan beberapa dari mereka mengintip dengan ketakutan.     

Galih terkejut saat melihat Diana.     

"Mengapa kamu di sini? Hati-hati!"Galih mengingatkan Diana agar tidak menginjak pecahan vas. Kemudian, ia memanggil salah satu pelayannya untuk membersihkan vas tersebut.     

Lantai ruang keluarga itu dibersihkan dengan sangat cepat dan para pelayan segera pergi menjauh karena tahu bahwa mereka akan membicarakan hal yang penting.     

Diana dan Indah memiliki hubungan yang sangat baik. Anya adalah putri mereka bersama sehingga Diana juga ingin mengenal seperti apa ibu kandung Anya. ia tahu bahwa Indah adalah wanita yang sangat baik dan mengutamakan putrinya dalam segala hal, seperti saat ia melindungi Anya meski tangannya harus terluka.     

Di saat-saat seperti ini, tentu saja Diana akan membela Inda.     

Dan Diana juga sudah pernah mendengar semua cerita mengenai Agnes dari Anya sehingga ia tahu yang mana yang benar dan yang mana yang salah.     

"Galih, jangan marah-marah. Duduk dan bicarakan baik-baik. Mengapa kamu harus membuat keributan seperti ini?" kata Diana.     

Galih berjalan ke arah sofa dan duduk. "Tiga hari aku menunggu di rumah sakit, tetapi tidak ada satu orang pun yang datang untuk mengunjungi Agnes. Saat aku pulang, Indah malah bersantai sambil menonton TV. Ia terlihat sangat gembira!"     

"Kamu begitu menekankan keadaan Agnes. Aku tahu kamu beberapa hari ini kelelahan menunggu di rumah sakit, berharap ada yang menemanimu. Tetapi apa hubungannya Agnes dengan Anya? apa hubungannya Agnes dengan Indah?" tanya Diana dengan tenang.     

"Agnes adalah keponakanku dan satu-satunya putri sepupuku. Keluarga Pratama sangat kecil. Anya hanya punya satu sepupu, Agnes. Meski hanya berpura-pura, setidaknya mereka bisa datang dan menanyakan keadaannya," Galih memandang ibu dan anak yang sedang duduk berdampingan di sofa.     

Anya merasa kata-kata ayahnya sangat konyol. Mengapa ia harus menjenguk Agnes?     

"Ayah sangat konyol. Meski berpura-pura sekalipun, ada waktu yang tepat untuk melakukannya. Tetapi aku tidak mau. Aku tidak menyukainya. Bagiku Agnes adalah orang asing yang tidak aku kenal. Kesehatan ibuku tidak baik. Agnes juga sangat terluka dan mungkin saja mentalnya terganggu karena trauma. Kalau ada sesuatu yang terjadi pada ibu, apakah kamu mau bertanggung jawab?" Anya sangat melindungi ibunya.     

Indah merasa semakin sedih saat mendengarnya. Air matanya mengalir semakin deras. "Anya, ayahmu sudah lama tidak peduli padaku. Mana mungkin ia memedulikan mengenai istri dan putrinya lagi? Yang ada di pikirannya akhir-akhir ini hanya Agnes, Agnes dan Agnes."     

"Aku tidak bermaksud begitu. Aku …" Galih menghentikan dirinya. Ia sudah mengatakan banyak hal yang salah pada Indah dan Anya, dan sekarang ia tidak bisa membela dirinya lagi.     

Indah ingin tertawa saat melihat Galih begitu sungkan di hadapan Diana. "Demi orang luar, ia bahkan rela menghancurkan hubungan keluarga ini."     

"Agnes bukan orang luar. Ia adalah …"     

"Ia adalah putrimu. Aku tahu …" kata Indah.     

Bagaimana cara Galih membalas pernyataan itu? Ia tidak bisa berkata apa-apa.     

"Indah Srijaya, kamu hanya ingin mencari masalah denganku!" Galih begitu marah hingga memanggil nama istrinya dengan nama aslinya.     

"Mengapa kamu marah? Anya juga putrimu. Saat kamu melindungi Agnes, apakah kamu pernah memikirkan perasaan Anya? Kalau kamu memiliki pikiran yang jelas, mengapa kamu tidak menyadari apa yang terjadi? Apakah kamu pernah berpikir mengapa karangan bunga itu tiba-tiba meledak?" kata Indah.     

Galih memandang ke arah Anya. Ia sudah menebak bahwa semua ini ada hubungannya dengan Aiden, tetapi ia masih tidak memiliki bukti.     

"Agnes bilang bahwa karangan bunga di depan sekolahnya itu adalah pemberian Aiden," kata Galih dengan tenang.     

Begitu mendengar hal ini, Anya merasa kesal. Ia benar-benar ingin membuat Aiden sadar dan menghukumnya karena membuat dirinya sendiri terlibat dalam masalah ini. Anya tidak mau tangan Aiden kotor demi wanita bernama Agnes itu.     

"Kalau Aiden mengirim karangan bunga itu dikirimkan Aiden kepada Agnes dan karangan bunga itu memiliki bom, mengapa Aiden memberikan detonatornya pada Agnes?" tanya Anya dengan dingin.     

"Mungkin detonator itu tidak berada di tangan Agnes saat itu, tetapi ada orang lain yang meledakannya. Setelah Agnes terluka, mungkin detonator itu diletakkan di dekatnya," kata Galih dengan dingin.     

Aiden sudah mengetahui identitas Agnes yang sebenarnya dan ia tidak bisa menerimanya. Tentu saja masuk akal jika Aiden ingin menyingkirkan Agnes sesegera mungkin.     

"Jadi, ayah, tanpa adanya bukti, kamu ingin menuduh Aiden membunuh Agnes? Mengapa Aiden ingin membunuhnya dan mengapa Aiden harus membunuhnya?" tanya Anya.     

Galih tidak bisa menjawabnya. Ia tidak bisa mengatakan alasan yang sebenarnya karena itu sama saja dengan membongkar identitas Agnes.     

Melihat yahanya tidak bisa menjawab, Anya melanjutkan. "Ayah tidak bisa menjawab karena Aiden tidak punya alasan untuk membunuh Agnes. Tetapi Agnes punya alasan untuk membunuh kita. Kalau detonator di tangan Agnes saat itu dan kita bertiga berada di depan gerbang sekolahku dan yang meledak adalah karangan bunga untukku, menurutmu siapa yang akan mati? Bukankah kita semua yang akan mati? Kalau kita mati, siapa yang paling diuntungkan?"     

"Anya, jangan berpikir seperti itu tentang saudaramu!" Galih tidak percaya Agnes akan melakukan hal seperti itu.     

"Agnes adalah Keara kan?" kata Anya sambil tersenyum pedih.     

Mata Galih terbelalak, tetapi sejenak ia langsung menutupinya. "Tidak!"     

Diana dan Indah saling berpandangan. Mereka berdua sama-sama mengenal Galih dan mereka bisa melihat kejanggalan di ekspresi Galih.     

Mereka bisa melihat bahwa Galih tampak sedikit gugup untuk sesaat. Walaupun ia bisa menutupinya dalam hitungan detik, Diana dan Indah yakin bahwa tebakan Anya benar!     

"Galih! Apa yang sudah kamu lakukan?" Indah menangis.     

Diana menggelengkan kepalanya dengan pasrah. "Tidak seharusnya kamu melakukan hal ini!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.