Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Terus Membela



Terus Membela

0"Kak, apakah kamu menyukai papaku?" tanya Alisa dengan tatapan polos.     

Jenny terkejut setengah mati sehingga ponsel yang dipegangnya terjatuh ke lantai. Ia berbalik dan melihat gadis kecil itu berdiri di belakangnya.     

Pertanyaan itu membuat Jenny mati kutu, tidak tahu harus menjawab apa.     

"Kak, kalau kakak menjadi ibuku, aku akan menyuruh papa untuk membelikan apa pun yang kamu mau," Alisa sudah melupakan semua nasihat Anya. ia sama sekali tidak peduli karena ia benar-benar menyukai Jenny.     

"Alisa, aku … Aku tidak mau memikirkan mengenai hubungan dulu untuk sementara waktu," selama ini, Jenny bersembunyi di taman Diana.     

Dari senin hingga jumat ia bekerja, bermain dan beristirahat bersama dengan Alisa. Ia membantu Diana di taman dan mengajari Alisa.     

Setiap hari dipenuhi dengan kesibukan sehingga akhirnya ia bisa melupakan perasaannya terhadap Raka.     

Tetapi bukan berarti ia sudah siap untuk mencari cinta yang baru.     

Bukannya ia tidak suka Jonathan karena Jonathan adalah pria yang memiliki anak. Ia tidak keberatan. Hanya saja, ia tidak ingin jatuh cinta untuk sementara waktu ini.     

"Kapan kamu ingin jatuh cinta? Kalau sudah tiba saatnya, jangan lupa utamakan papaku, OK?" Alisa memandangnya dengan penuh harapan.     

Jenny tersenyum dan mengelus kepalanya dengan lembut, "Baiklah."     

…     

Beberapa hari kemudian, saat Alisa akan kembali ke sekolah, Anya datang untuk memberikan banyak baju yang cantik untuk Alisa. Sementara itu, Jenny memberinya alat-alat sekolah.     

Setelah Alisa kembali ke sekolah, Jenny juga pindah dari rumah Diana. Akhirnya rumah Diana kembali sepi lagi.     

Anya menghabiskan sebagian besar waktunya berada di dalam ruang parfum. Setelah lelah bekerja, ia akan menemani kedua putranya bermain atau menyirami bunga-bunga di taman, menikmati hidupnya yang damai.     

Sekolah Anya akan mulai dibuka di awal bulan Oktober. Persiapannya sudah hampir selesai dan bagian dalam ruangannya sudah dihias dengan indah. Baik Aiden maupun Galih merasa bahwa Anya harus mengadakan grand opening untuk mempublikasikan sekolahnya agar ia bisa mencari murid sebanyak mungkin.     

Anya tidak terlalu memperhatikan hal-hal seperti itu sehingga ia membiarkan Aiden dan Galih mengurusnya.     

Di tanggal 28 September, dua hari sebelum sekolah Anya dibuka, Galih meneleponnya.     

"Anya, ayah ingin mendiskusikan sesuatu denganmu. Sekolah tari Agnes juga sudah selesai dibangun. Apakah kita bisa mengadakan grand opening di hari yang sama? Lagi pula lokasinya dekat, hanya berseberangan," kata Galih dari telepon.     

Begitu mendengar hal ini, Anya langsung merasa marah. "Apa maksud ayah? Seumur hidupku, aku tidak pernah mendengar acara grand opening gabungan seperti ini."     

"Anya, Agnes adalah sepupumu. Kamu tidak boleh …"     

"Tidak!" Anya menyela Galih. "Tidak perlu membahas bahwa ia adalah sepupuku. Bahkan aku tidak akan mengijinkan meski ia saudara kandungku sekali pun. Ia harus mengandalkan kemampuannya sendiri untuk mengundang tamu-tamu dan media. Aku tidak keberatan kalau ayah ingin membantunya. Tetapi ia juga ingin memanfaatkanku dengan Aiden kalau ia mau mengadakan grand opening di hari yang sama denganku! Ia ingin mengambil semua perhatian dariku!"     

"Anya, kamu harus mengerti. Agnes tidak punya orang tua dan ia sendirian. Kalau kita tidak membantunya, siapa yang bisa membantunya?" Galih juga merasa marah. Ia tidak menyangka Anya akan peduli tentang hal seperti ini.     

Karena begitu marahnya, Anya merasa sangat frustasi hingga ia tertawa, menertawakan dirinya sendiri dan menertawakan ayahnya. "Ayah, aku pikir ada hal-hal yang harus aku katakan padamu dengan jelas. Kalau tidak, ini akan mempengaruhi hubungan kita sebagai ayah dan anak. Jam 8 malam nanti, aku akan menemuimu di rumah."     

…     

Malam itu, Aiden menemani Anya pergi menemui Galih.     

"Aiden, kebetulan kamu datang. Kita mau membahas masalah grand opening …"     

"Kami tidak setuju," Anya tidak menunggu ayahnya selesai bicara.     

"Aku sudah membahasnya dengan Anya dan kami memutuskan untuk tidak mengadakan grand opening. Kalau Agnes membutuhkan bantuan, aku dan Anya akan membantunya," kata Aiden.     

Galih merasa tidak senang, tetapi ia tidak menunjukkannya di hadapan Aiden.     

"Ayah, aku punya rekaman. Biar kamu dan ibu mendengarnya," Anya menoleh ke arah ibunya.     

Indah langsung duduk di sofa sambil memandang suaminya dalam diam.     

Sebenarnya, sebelum Anya datang, ia sudah memberitahu Indah tujuannya datang kemari.     

Aiden menekan tombol mulai dan suara Agnes terdengar dari ponsel tersebut.     

…     

"Tolong tunggu sebentar. Bagaimana kalau kita mendiskusikannya dulu? Pamanku punya banyak uang. Selama kamu melepaskanku, ia akan memberikan berapa pun padamu!"     

"Pamanmu? Ia bahkan bukan ayahmu. Mengapa ia mau menghabiskan begitu banyak uang untuk menyelamatkanmu? Jangan membual!"     

"Aku … Aku adalah putrinya!"     

…     

Setelah itu, Aiden memencet tombol pause, sambil memandang ke arah Galih dalam-dalam.     

Galih terlihat panik dan ia langsung memegang tangan istrinya dengan erat. "Indah, kamu harus percaya padaku. Agnes bukan anakku."     

"Aku selalu percaya padamu, jadi aku tidak pernah meragukanmu. Tetapi sejak Agnes datang, apakah kamu tidak pernah merasa keterlaluan? Kamu lebih membela keponakanmu dibandingkan putrimu sendiri. Apakah kamu yakin bahwa penculikan Anya tidak ada hubungannya dengan Agnes?" teriak Indah dengan marah.     

"Itu bukan Agnes. Ia juga terluka saat itu. Ia …"     

"Dokter dan suster di rumah sakit bilang bahwa ia tidak terluka sama sekali. Mungkin ia tidak berani memberitahumu apa yang menyebabkan akhirnya ia terluka sungguhan," setelah mengatakannya, Aiden melanjutkan rekaman tersebut.     

Suara Agnes terdengar dari rekaman itu, tetapi ia terdengar tenang.     

…     

"Aku ingin bertemu dengan Reza!"     

Pengawal itu menatap Aiden dan menunggu instruksi selanjutnya.     

"Reza sudah melarikan diri dan ia tidak bisa dihubungi. Semua ini salahmu. Siapa suruh kamu melihat wajah kami!"     

"Aku tidak melihatnya dengan jelas. Aku sudah lupa. Sungguh! Selama kalian melepaskan aku, aku bisa memberikan kalian apa pun yang kalian mau! Aku punya 10 milyar! Jangan sentuh aku!"     

"10 milyar? Apakah kamu serius?" tangan pengawal itu berhenti bergerak.     

"Ya! 10 milyar! Aku berjanji. Aku tidak akan melaporkan kalian. Tetapi … tetapi saudaraku itu jahat. Ia tidak seperti aku. Aku yakin ia tidak akan melepaskan kalian begitu saja. Jadi …"     

"Jangan khawatir. Aku bisa menyelesaikan semuanya untukmu. Jadi kamu bisa tenang dan menjadi putri tunggal dari ayahmu. Asalkan kamu memberikan uang itu kepadaku."     

"Jangan! Kapan kamu akan melepaskan aku?"     

"Setelah aku mendapatkan uangnya!"     

"Aku akan membunuh saudaramu sekarang. Apakah kamu punya pesan terakhir?"     

"Tidak ada! Aku tidak peduli!"     

…     

"Galih, apakah kamu masih mau membelanya?" Indah melemparkan bantal sofa ke arah suaminya.     

"Rekaman itu … Saat itu, Agnes sedang diancam oleh orang jahat. Ia pasti panik dan mengatakannya dengan sembarangan," kata Galih.     

Sampai saat ini pun, Galih masih membela Agnes, membuat Indah tidak habis pikir. Apakah suaminya sudah begitu buta sehingga tetap membela Agnes sampai akhir?     

Kalau memang Agnes hanyalah keponakannya, apakah Galih akan berbuat demikian?     

Ia merasa kecurigaannya semakin terbukti. Tetapi dalam hati kecilnya, ia berharap semuanya itu tidak nyata. Ia berharap ia hanya salah paham.     

"Aku tidak menyalahkannya kalau ia tidak mau mati sehingga ia mau mengeluarkan uang sebesar itu untuk menyelamatkan hidupnya. Tetapi mengapa ia harus mengatakan bahwa Anya jahat dan tidak akan melepaskan para penjahat itu? Bukankah itu sama saja dengan memaksa orang-orang itu untuk membunuh Anya?" Indah memandang Galih dengan kecewa. "Kamu tidak perlu menjelaskan apa pun. Aku bukan orang bodoh yang tidak mengerti apa maksud rekaman itu."     

Setelah itu, Indah bangkit berdiri dan berjalan ke lantai atas. Ia berteriak pada pelayannya. "Bantu aku mengemasi barang-barang!"     

"Indah, apa yang kamu lakukan?" Galih langsung mengejarnya. Ia memandang ke arah Anya, meminta bantuan. "Anya, tolong tenangkan ibumu!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.