Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Agnes Bukan Agnes



Agnes Bukan Agnes

0"Nyonya, apa yang Anda lakukan?" seru pengawal Aiden saat Anya turun dari tempat persembunyiannya.     

"Aiden datang! Aku bisa mendengar suara langkah kakinya," kata Anya sambil berlari menyusuri jalan.     

Pengawal itu bergegas mengejarnya. "Nyonya, jangan ke sana. Bagaimana kalau Anda salah?"     

"Aku tidak mungkin salah. Itu benar-benar Aiden!" kata Anya dengan yakin. "Aiden datang menjemputku!"     

Aiden, dengan beberapa pengawalnya, menemukan Anya berlari di jalur yang mereka lalui sambil tersenyum ke arahnya.     

"Anya …" teriak Aiden.     

"Aku tahu kamu pasti akan menyelamatkanku. Aku mendengar langkah kakimu. Aku tahu kamu yang datang!" mata anya memerah.     

Tetapi pada saat itu, tiba-tiba saja Aiden mengeluarkan pistolnya dan mengarahkannya pada Anya.     

Sebelum Anya bisa bereaksi, Aiden sudah menembak ke arahnya.     

Ketika peluru tersebut melesat ke arahnya, Anya hanya bisa terdiam, tidak bisa berbuat apa-apa.     

Pengawal Aiden bergerak lebih cepat. Melihat Aiden menembak, ia langsung menarik tubuh Anya dan mereka terjatuh di rerumputan.     

Peluru itu melewati rambut Anya saat tubuhnya terjatuh ke tanah.     

Pengawal Aiden langsung melindunginya dan berusaha menutupinya dari apa yang terjadi. Tetapi Anya bisa melihat ada seorang pria berwajah sangat dengan luka sayatan di wajahnya sedang berlutut di tanah dengan mata terbelalak.     

Sedetik kemudian, pria itu ambruk dan jatuh ke tanah.     

Pria itu membawa pisau di tangannya. Kalau saja Aiden tidak menembak tepat waktu, mungkin pria itu sudah melukai Anya.     

"Anya, apakah kamu terluka?" Aiden langsung berlari menghampiri Anya dan memeluknya.     

"Aku … Aku benar-benar ketakutan. Kakiku rasanya lemas," kata Anya. "Lain kali, kalau kamu mau melakukan sesuatu, bisakah kamu memperingati aku dulu? Aku pikir kamu mau membunuhku!"     

"Bagaimana mungkin aku membunuhmu, dasar gadis bodoh!" Aiden langsung menggendongnya dan memeluknya dengan erat.     

Anak buah Aiden langsung melumpuhkan orang-orang yang mengejar Anya sebelumnya. Setelah itu, mereka membawanya menuju ke jalan di depan, menuju ke perkebunan Pratama Group.     

Anya merasa ketakutan setengah mati beberapa hari terakhir ini. Ia ditangkap dan dikurung di pegunungan selama beberapa hari, tidak bisa tidur dan makan dengan tenang. Ia begitu takut!     

Begitu berada di pelukan Aiden, Anya langsung merasa aman. Semua rasa lelah yang ia rasakan beberapa hari terakhir ini langsung kembali, membuatnya tertidur di gendongan Aiden.     

"Apakah kamu baik-baik saja?" tanya Aiden dengan suara pelan, pada pengawal yang menemani Anya beberapa hari terakhir ini.     

"Terima kasih atas perhatian Anda, Tuan. Semua ini terjadi karena saya lalai menjalankan tugas dan tidak bisa melindungi Nyonya. Saya terima hukuman apa pun dari Anda," kata pengawal tersebut.     

Wajah Aiden terlihat serius. Ia benar-benar marah atas kejadian ini.     

Ia sudah mengatur dua pengawal untuk menjaga Anya, tetapi salah satunya meninggal dan yang lainnya terluka.     

Namun, Aiden tidak mau mempermasalahkannya lebih lanjut karena sekarang Anya sudah aman di pelukannya.     

"Kamu berhasil membawanya kembali dengan selamat. Anggap saja kamu sudah menebus kesalahanmu. Saat kembali, aku akan memberimu waktu untuk beristirahat dan memulihkan diri," kata Aiden.     

"Kami bisa melarikan diri karena bantuan dari ibu dan anak itu. Kami tidak akan bisa selamat tanpa bantuan mereka," ketika pengawal itu menoleh ke belakang, ia menemukan bahwa wanita yang sedang menggendong anaknya itu berjalan ke arah yang berlawanan.     

Aiden memeluk Anya dan lanjut berjalan tanpa menoleh ke belakang, tetapi ia memerintahkan pada pengawalnya. "Berikan semua uang dan makanan yang kita bawa pada wanita dan anaknya itu. Katakan padanya bahwa Reza sudah tertangkap. Ia dan anaknya sudah aman."     

Ketika Anya terbangun, ia sudah kembali ke perkebunan milik ayahnya. Ia membuka matanya dan menemukan ibunya sedang duduk di pinggir tempat tidur sambil memandangnya.     

"Ibu, mengapa kamu memandangku seperti itu? Aku baik-baik saja," Anya tersenyum dan memegang tangan ibunya. "Bagaimana keadaanmu?"     

"Hanya pneumonia biasa. Ini bukan penyakit parah. Tetapi kamu terlihat kurusan," Indah membelai pipi Anya dengan wajah sedih.     

Anya bangkit berdiri dari tempat tidurnya. Ia berjalan menuju ke balkon dan melihat ke arah perkebunan di kejauhan. "Semuanya baik-baik saja."     

"Para pekerja sudah mulai menanam kembali rempah-rempahnya dan memperbaikinya. Hari ini, kami memupukinya. Seharusnya, ini tidak akan mempengaruhi panen nanti," kata Indah sambil tersenyum. "Saat panen nanti, kamu bisa membawa Arka dan Aksa ke sini dan menceritakan kepada mereka bahwa kamu lah yang menyelamatkan perkebunan ini."     

Anya tertawa, tetapi air mata menggengang di matanya.     

Bukan hanya perkebunan itu saja yang selamat, tetapi jiwanya juga. Ia merasa benar-benar terbebas sekarang.     

Indah menggandeng tangan putrinya dan berkata, "Ayo masuk. Di balkon dingin. Jangan sampai kamu flu!"     

"Ibu, aku lapar. Aku sangat lapar!" kata Anya sambil mengelus perutnya yang rata.     

"Ada bubur ayam untukmu," Indah menariknya ke tempat tidur agar Anya duduk. Setelah itu, ia membuka kotak makan di samping meja. "Aiden sudah memesannya, karena ia takut kamu akan lapar begitu bangun."     

"Di mana Aiden sekarang?" tanya Anya.     

"Orang yang menculikmu sudah ditangkap polisi. Aiden sedang mengurusnya. Anya, bisakah kamu memberitahu ibu apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Indah.     

Anya menceritakan semua yang terjadi pada Indah, sejak awal ia tiba di perkebunan.     

Indah mencernanya dengan seksama, terlihat larut dalam pikirannya. "Itu artinya, sejak tiba di kota ini, Agnes hanya bersembunyi di hotel dan tidak datang ke perkebunan sama sekali? Ia tidak muncul sampai sekocimu menghilang?"     

"Iya. Ketika aku dan Agnes pergi dari perkebunan, kami menggunakan sekoci yang ia bawa. Aku tidak menyangka ada orang yang merampok kita. Awalnya, aku pikir sekoci yang mendatangi kita itu adalah tim penyelamat. Namun, orang itu malah melukai pengawal Aiden dan menusuk Agnes. Setelah itu, mereka melemparkannya ke air," kata Anya.     

Setelah mendengar hal ini, Indah berpikir sejenak, "Menurut ceritamu, jadi memang benar Agnes terluka dan dilemparkan dari sekoci. Tetapi Aiden bilang bahwa Agnes yang menculikmu."     

"Tidak ada yang bisa disembunyikan dari mata Aiden. Kalau Aiden bilang Agnes pelakunya, maka itu pasti benar. lebih baik kita tunggu kelanjutannya saja," Anya juga tidak bodoh.     

Apa gunanya orang-orang itu menangkapnya? Padahal orang-orang itu bisa saja merampoknya dan melemparkannya ke air seperti apa yang terjadi pada Agnes.     

Ia sempat tinggal di kota ini selama beberapa bulan dan tidak pernah mengalami apa pun. Mengapa ia tiba-tiba saja diculik, tepat pada saat Agnes datang?     

Kalau orang-orang itu ingin merampoknya, apa gunanya mereka menangkapnya?     

Tidak peduli apa kebenarannya, orang-orang itu berani menculiknya dari Aiden. Tentu saja Aiden tidak akan memaafkan mereka!     

"Aku harap ini tidak ada hubungannya dengan Agnes. Kalau tidak, ayah pasti juga akan kecewa," Anya menghela napas panjang.     

Indah menatap putrinya dengan tatapan yang rumit. "Anya, ibu sudah memikirkan ini selama beberapa hari."     

"Ada apa ibu?" Anya merasa sangat lapar dan langsung menyantap habis semangkuk bubur ayam itu.     

"Agnes mungkin bukan Agnes," kata Indah dengan ragu.     

"Kalau bukan Agnes, lalu siapa dia?" Anya tidak memahami apa maksud Indah.     

Pada saat itu, suara langkah kaki terdengar dari lantai bawah. Anya tahu bahwa suaminya sudah kembali.     

Ia langsung menuju ke arah tangga dan memandang Aiden sambil tersenyum. Setelah Aiden cukup dekat dengannya, ia langsung melemparkan tubunya dalam pelukan Aiden dan memeluk pinggangnya dengan erat.     

Aiden langsung membalas pelukan itu dengan salah satu tangannya, sementara tangannya yang lain masih berada di belakang punggungnya. Ia bertanya dengan lembut, "Apakah kamu sudah makan buburnya?"     

Anya mengangguk.     

"Ini untukmu," Aiden menunjukkan apa yang ia sembunyikan di balik punggungnya. Itu adalah sate kesukaan Anya.     

"Sate!" mata anya berbinar. Ia langsung melepaskan pelukannya dan mengambil sate itu.     

Aiden tertawa melihat Anya meninggalkannya hanya untuk sate. Tetapi melihat Anya makan dengan lahap, ia cukup puas. "Ini adalah sate khas kota ini. Apakah enak?"     

"Enak sekali!" Anya merasa sangat senang saat melahapnya. "Apakah kamu pergi menemui Agnes?" tanya Anya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.