Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Memanjat Pohon



Memanjat Pohon

0"Aiden, berhenti! Kalau orang yang kamu cari tidak ada di sini, aku pasti akan membalasmu lebih kejam dari ini. Orang-orangku cukup kuat untuk melawanmu!" Reza menyeringai dengan kejam.     

Bibir Aiden melengkung membentuk senyum sinis. "Orang-orang di luar sana bukan hanya orang-orangku, tetapi juga polisi. Kalau mereka menemukan sesuatu di sini, aku rasa kamu akan mendapatkan bahaya!"     

Wajah Reza langsung menjadi tidak sedap dipandang saat mendengarnya. "Aiden, bisakah kita membicarakannya baik-baik? Istrimu tidak ada di sini."     

"Lalu, di mana dia?" Aiden mengetuk jari-jarinya di atas meja sambil menyentuh pistolnya.     

"Kalau kamu menyuruh orang-orang itu pergi, aku akan membawamu menemuinya," kata Reza.     

Aiden memandang pria itu lekat-lekat. "Akhirnya kamu mengakui bahwa istriku berada di tanganmu."     

Reza menghela napas panjang. "Aku benar-benar tidak tahu bahwa wanita itu adalah istrimu. begitu mengetahui identitasnya, aku sama sekali tidak menyakitinya. Jangan khawatir," kata Reza, berulang kali berjanji.     

Aiden merasa pria di hadapannya itu sangat konyol. "Apakah kamu pikir aku percaya padamu?"     

Pada saat itu, pengawal Aiden tiba-tiba saja masuk dan membisikkan sesuatu pada Aiden, membuatnya langsung bangkit berdiri menuju ke arah pintu.     

"Aiden, tunggu dulu …" Reza berusaha mengejar dan menghentikan Aiden dengan panik.     

"Saat kamu membunuh pengawalku, seharusnya kamu tahu bahwa wanita itu adalah istriku, milikku. Karena kamu berani melakukannya, seharusnya kamu juga memikirkan bagaimana kalau suatu hari nanti aku muncul di depan pintu rumahmu!" Aiden tidak memedulikan Reza lagi dan mengikuti pengawalnya pergi.     

…     

Saat ini, Anya berada di bawah perlindungan pengawal Aiden, mengikuti ibu dan anak yang mengurus mereka. Mereka melewati sebuah jalan pintas menuju ke perkebunan milik Pratama Group.     

Pengawal itu terluka dan koma selama beberapa hari. Namun, karena bantuan ibu dan anak yang mengurusnya dengan hati-hati, setelah terbangun, luka pengawal itu jauh membaik.     

Mereka berempat tidak berani menggunakan jalan besar karena mereka takuit akan bertemu dengan Reza atau pun para anak buahnya.     

Seluruh desa itu penuh dengan anak buah dan bawahan Reza, jadi mereka tidak bisa berkeliaran sembarangan. Mereka hanya bisa melewati jalan terpencil yang jarang dilalui oleh orang.     

Pengawal Aiden adalah seseorang dengan banyak pengalaman. Sepanjang jalan, ia terlihat waspada dan tidak lupa untuk memberi tanda agar mereka tidak tersesat.     

Saat Aiden membawa orang-orangnya untuk mengepung kediaman Reza, salah satu pengawal yang ia bawa menemukan jejak yang ditinggalkan oleh pengawal tersebut.     

"Di mana mereka?" tanya Aiden dengan suara pelan.     

"Tuan, kami menemukan tanda di sini. di depan sana, ada tiga jalan yang menuju ke arah kaki gunung. Saya tidak tahu ke mana mereka pergi."     

Setelah berpikir sejenak, Aiden segera membuat keputusan dengan cepat. "Ambil jalan yang menuju ke daerah perkebunan."     

"Jalan yang ini menuju ke arah kaki gunung, seharusnya mereka tidak melewatinya. Tetapi ada dua jalan yang menuju ke perkebunan. Jalan yang ini kecil dan sulit untuk dilewati karena banyak tanaman-tanaman yang lebat. Jalan yang ini …"     

"Bagi jadi dua tim. Aku akan melewati jalan yang kecil," Aiden tidak tahu mana jalan yang dilewati oleh Anya. Jadi ia hanya bisa bertaruh dan mengikuti intuisinya.     

"Baik, Tuan."     

Beberapa pengawal mengikuti Aiden. Mereka berada di depan untuk membuka jalan dan di belakang untuk menjaganya. Sementara itu, Aiden berada di tengah-tengah.     

Mereka berjalan cukup jauh hingga menemukan sebuah tanda lagi, "Tuan, ada tanda lagi. Seharusnya Nyonya ada di depan."     

"Baiklah. Terus percepat lagi," Aiden bergegas maju lebih cepat. Ia meminta para pengawalnya untuk membuka jalan dengan lebih cepat lagi agar bisa segera menyusul Anya.     

Ia tidak mau terlambat untuk menemukan Anya. Semakin cepat akan semakin baik.     

…     

Anya sudah tidak bisa berlari lagi. Ia terengah-engah dan bertanya, "Apakah masih jauh?"     

Wanita itu menjawab dan anaknya membantu untuk menerjemahkannya. "Masih setengah jalan."     

"Kita baru setengah jalan?" Anya merasa putus asa. "Bagaimana kalau kita mencari tempat untuk beristirahat sejenak?"     

Wanita itu langsung mengibas-ngibaskan tangannya dengan panik dan anaknya kembali menerjemahkannya. "Kita tidak bisa beristirahat. Gunung akan semakin membahayakan di malam hari!"     

"Biar saya yang menggendong Anda, Nyonya." Namun, luka pengawal itu baru saja sembuh. Untuk berlari sendiri saja ia sudah kesulitan. Bajunya terlihat mulai bernoda merah karena lukanya yang kembali terbuka. Mana bisa Anya meminta bantuan pengawal itu untuk menggendongnya?     

"Kamu masih terluka. Ayo jalan lagi, aku masih kuat," Anya menggertakkan giginya. Ia mencari sebuah batang kayu yang terlihat cukup kuat untuk ia gunakan sebagai tongkat.     

Saat mereka berjalan, pengawal Aiden tiba-tiba saja berhenti bergerak karena ia bisa mendengar pergerakan di belakang mereka.     

"Ada apa?" tanya Anya.     

"Ada orang yang mengejar kita. aku mendengar sekitar lima atau enam orang dan mereka berlari dengan sangat cepat," kata pengawal itu dengan suara pelan.     

Begitu wanita itu mendengar hal ini, ia langsung panik dan terus menerus mengatakan sesuatu.     

"Orang-orang Reza yang mengejar kita. Kalau ia tahu ibuku membantu kalian pergi, ia akan membunuh kami," kata anak tersebut.     

Pengawal itu melihat ke sekelilingnya dan membuat keputusan. "Nyonya, cepat Anda pergi. Biar saya yang menghentikan mereka."     

"Kamu sendirian dan terluka. Mereka berlima! Kamu tidak akan bisa mengalahkan mereka. Daripada melawan mereka, sebaiknya kita bersembunyi," kata Anya.     

Wanita itu melihat ke sekelilingnya dan menunjuk ke arah hutan yang gelap, menyarankan agar mereka bersembunyi di sana.     

"Apakah tidak berbahaya di sana? Apakah tidak ada ular?" begitu pengawal Aiden melihatnya, ia merasa hutan gelap itu terlalu membahayakan.     

"Apakah tidak ada gua atau apa pun?" tanya Anya.     

"Tidak ada. Guanya sudah ambruk karena tanah longsor," kata anak tersebut. "Apakah kalian bisa memanjat pohon?"     

"Saya bisa memanjat, tetapi …" pengawal aiden memandang ke arah Anya dengan ragu.     

Anya tertawa saat melihat tatapan ragu itu, "Jangan meremehkan aku. Aku juga sering memanjat pohon."     

Wanita itu segera menggendong anaknya dan memanjat sebuah pohon besar. Mereka bersembunyi di bagian yang paling rindang. Karena wanita itu menggunakan baju berwarna hijau, mereka benar-benar tersembunyi di balik dedaunan.     

Pengawal Aiden berjongkok di hadapan Anya, membiarkan Anya untuk menggunakan pundaknya sebagai pijakan karena Anya tidak cukup tinggi untuk mencapai batangnya. Anya sama sekali tidak sungkan. Beberapa orang tengah mengejarnya dan ia tidak punya waktu untuk ragu. Ia langsung menggunakan pundak pengawal Aiden sebagai pijakan dan meraih dahan yang cukup kuat untuk menaikinya.     

Pengawal itu merasa lega saat Anya bisa memanjat dengan cepat.     

Begitu Anya naik, ia mendengar suara orang-orang tersebut. Anya langsung bersembunyi dan tidak berani bergerak sedikit pun. Ia melihat pengawal Aiden langsung berlari dan memanjat pohon tersebut dalam dua atau tiga langkah saja, seperti seekor monyet.     

Setelah itu, ia menghilang.     

Pohon yang mereka pilih untuk bersembunyi tidak berada di jalan utama mereka, tetapi cukup jauh dari jalan. Tidak mudah bagi para pengejar itu untuk menemukan mereka.     

Suara langkah kaki semakin dan semakin dekat, membuat jantung Anya berdegup denan kencang.     

"Kak Reza bilang kita harus menangkap wanita itu."     

"Mereka melewati jalur itu. Mereka sangat cepat!"     

"Wanita sialan itu malah membantu mereka untuk kabur!"     

"Seharusnya kita menahan anaknya sehingga ia tidak bisa melarikan diri seperti ini! Dasar sialan!"     

Sekelompok orang itu datang dan pergi dengan cepat seperti angin.     

Namun, setelah orang-orang itu sudah pergi sekalipun, mereka berempat tidak berani turun dari pohon. Mereka takut orang-orang itu akan kembali dan menemukan mereka.     

Mereka tetap berada di pohon itu lebih dari setengah jam. Melihat bahwa sekelompok orang itu tidak kembali, akhirnya mereka bisa merasa lega.     

Namun, sebelum mereka bisa turun, mereka mendengar suara langkah kaki dari kejauhan. Kali ini, suara langkah kaki itu lebih banyak dari sebelumnya.     

"Cepat sembunyi lagi! Ada yang datang. Kali ini sekitar delapan orang," kata pengawal tersebut.     

Sebelum suara pengawal Aiden terdengar, Anya sudah terlanjur melompat dari pohon. Pengawal itu begitu ketakutan dan langsung berseu, "Nyonya, apa yang Anda lakukan?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.