Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Memetik Stroberi



Memetik Stroberi

0Anya mengerutkan keningnya saat melihat itu. Ia tidak mau banyak berhubungan dengan Agnes, terutama setelah mengetahui bahwa Agnes memiliki niat yang buruk terhadap rumah tangganya.     

Tetapi kalau ia menerima Agnes ke dalam media sosialnya, Agnes bisa mengetahui semua yang ia bagikan di internet.     

Kalau ia tidak menerimanya, rasanya tidak sopan. Bagaimana pun juga, mereka adalah sepupu dan ayahnya sepertinya sangat menyayangi keponakannya ini.     

Anya merasa bimbang. Akhirnya, ia membuka grup chatnya dan bertanya pada orang-orang terdekatnya.     

Anya : Sepupuku ingin mengikuti media sosialku. Apa yang harus aku lakukan?     

Tara : Berpura-pura tidak melihatnya.     

Nadine : Tetapi kalau tidak diterima, rasanya tidak sopan.     

Nico : Kalau begitu terima saja, tetapi langsung blok.     

Harris : Kalau ia tidak melihat apa pun, ia akan merasa curiga.     

Aiden : Tidak usah dianggap. Kalau dia menanyakannya, katakan saja bahwa aku yang memegang ponselmu.     

Nico : Paman, aku kagum padamu. Kamu melakukan segalanya untuk melindungi bibi, bahkan menjadi tembok pelindungnya."     

Nadine : Sudah seharusnya seorang suami melindungi istrinya!     

Anya : Aiden, aku mencintaimu (emoticon senyum).     

Aiden : Apa yang sedang kamu lakukan?     

Tara : Tolong dua orang di atas ini, kalian bisa berbicara lewat chat pribadi.     

Pada saat itu, suster Arka dan Aksa membawa dua botol susu hangat. Saat Arka dan Aksa melihatnya, mereka langsung berusaha berdiri dan memintanya.     

Anya meletakkan ponselnya dan berbaring di sofa. Dengan bantuan suster, ia memegang Arka di tangan kanannya dan Aksa di tangan kirinya.     

Mereka berdua mungkin sudah tidak minum ASI lagi. Tetapi bisa minum susu di pelukan ibunya membuat mereka sangat senang. Mereka meminum susu itu sambil tersenyum dan menatap Anya.     

"Lucu sekali. Biar saya memfoto Nyonya!" suster tersebut memfoto Anya yang sedang menemani Arka dan Aksa minum susu di pelukannya.     

Saat sedang kelaparan, mereka akan berebut botol susu tersebut. Dan setelah mereka kenyang, mereka langsung melemparkan botol itu. Mereka berdua memang anak kembar, melakukan hal yang sama persis.     

Dua suster itu membantu untuk menggendong Arka dan Aksa, menepuk punggung mereka agar mereka bersendawa.     

Anya bangkit berdiri dari sofa dan meregangkan tangannya. Memegangi dua putranya sekaligus membuat tangannya terasa kram.     

Anya mengambil ponselnya dan mengirimkan foto yang diambil oleh suster tersebut ke media sosialnya dan menambahkan tulisan.     

'Kakak beradik ini sangat senang bisa minum susu di pelukan ibu."     

Tara : Lihat senyum di wajah mereka.     

Nadine : Lucu sekali. Bibi pasti sangat senang!     

Nico : Aku juga ingin bersantai seperti itu! Aku tidak mau bekerja!     

Harris : Ekspresi mereka sangat sama.     

Aiden : Apakah mereka tidak bertengkar saat kamu menggendongnya seperti ini.     

Anya membalas Aiden : Mereka terus bertengkar. Mereka minum susu sambil menendang satu sama lain. Kekuatan kaki mereka sangat luar biasa.     

Aiden membalas Anya : Tentu saja, mereka adalah putra-putraku. Saat mereka besar nanti, aku akan mengajari mereka bermain sepak bola.     

Anya tertawa kecil melihat balasan Aiden. Arka dan Aksa masih sangat kecil, tetapi Aiden sudah membayangkan akan bermain sepak bola bersama dengan mereka.     

Pada pukul 5 sore, Aiden pulang dari kantor. Arka dan Aksa sudah bermain sepanjang siang sehingga sekarang mereka kelelahan dan tertidur.     

Arka dan Aksa memiliki jam tidur yang sangat tepat. Mereka tidur pada jam 12 siang, 5 sore dan 10 malam.     

Aiden berjalan memasuki kamar putranya dan melihat Anya sedang berbaring di tempat tidur sambil memandangi kedua putra mereka.     

"Anya, kemarilah sebentar," Aiden menepuk pundak Anya dan menggandengnya menuju ke ruang kerja.     

Setelah masuk ke dalam, Aiden menutup pintunya dan berkata, "Kita tidak bisa pergi ke perkebunan ayahmu. Terjadi gempa di sana."     

Anya terkejut mendengarnya. "Apakah gempanya parah?"     

"Situasinya masih belum jelas, tetapi pasti ada dampaknya. Untuk sementara kita tidak bisa pergi ke sana," kata Aiden dengan serius.     

Anya mengangguk dan berkata dengan cemas. "Aku harap kebunnya baik-baik saja."     

"Kamu hanya memedulikan perkebunan itu," Aiden mencubit hidung Anya dengan gemas. "Beberapa bulan terakhir ini kamu selalu bersama dengan ibu kandungmu. Apakah kamu sudah lupa dengan ibu Diana? Kamu baru kembali kemarin dan hari ini kamu menemani ibu ke rumah sakit. Sekarang aku pulang lebih awal untuk menemani kamu pergi ke taman ibumu."     

"Kamu benar-benar menantu yang baik," Anya tertawa, "Tadi ibu bilang akan masak untukku. Aku menunggu Arka dan Aksa tidur, setelah itu aku akan pergi ke sana. Aku tidak menyangka kamu akan pulang lebih awal."     

"Ayo kita pergi bersama-sama," Aiden menggandeng tangan Anya dan pergi bersama-sama.     

Saat mereka tiba di rumah ibunya, Diana sudah memasak untuk Anya, menanti kedatangan putrinya untuk makan masakannya.     

"Ibu, aku datang," kata Anya begitu masuk ke dalam rumah ibunya.     

Diana keluar dari kamarnya sambil tersenyum saat melihat Anya dan Aiden datang bersama-sama. "Aiden, kamu datang tepat waktu. Bantu ibu untuk memetik stroberi."     

Aiden bertanya dengan suara rendah pada Anya. "Bukankah kamu bilang ibu masak untuk kita?"     

"Aku rasa makanan itu hanya untukku. Ibu tidak menyiapkannya untukmu sehingga ia memintamu untuk memetik stroberi. Kamu bantu ibu sana. Aku akan menikmati makananku," kata Anya sambil tersenyum nakal.     

Aiden menghela napas panjang dan mencubit pinggang Anya, membuat Anya terkesiap dan tertawa.     

"Aku punya dua ibu yang mencintaiku. Apakah kamu iri?" Anya sengaja pamer.     

"Sangat iri," jawab Aiden sambil tertawa kecil.     

Diana memberikan kotak untuk menyimpan stroberi pada Aiden, "Ambil yang sudah merah dan besar. Kalian bisa membawanya pulang nanti."     

"Kalian mengobrol lah," Aiden mengambil kotak tersebut dan pergi menuju ke taman.     

Setelah beberapa menit Aiden keluar, pengawalnya langsung menghampirinya dan mengikutinya ke tamna.     

Anya duduk di meja teras sambil menikmati makanannya. Ia tertawa kecil saat melihat pengawal Aiden langsung membantunya. "Ibu, pengawal Aiden membantunya."     

"Biarkan saja. Yang penting kalian bisa membawa pulang stroberi itu nanti. Mendapatkan seseorang yang bisa membantunya melakukan apa pun juga merupakan kemampuan Aiden. Saat aku menyuruhnya untuk memetik stroberi, Aiden sama sekali tidak mengeluh dan langsung mengerjakannya. Aku sudah sangat puas," kata Diana sambil tersenyum.     

Anya menikmati masakan buatan ibunya. "Sudah lama aku tidak makan masakan ibu. Aku sangat senang hari ini," Anya meletakkan piringnya dan berjalan menuju ke samping ibunya.     

Diana tertawa. "Aku tidak tahu Aiden akan datang, jadi masakanku tidak cukup untuk kalian berdua. Itu sebabnya aku menyuruhnya untuk memetik stroberi."     

"Aku tahu," Anya tertawa. "Ngomong-ngomong, ibu, apakah ibu mengenal sepupu ayah?"     

Wajah Diana langsung berubah. "Sepupu Galih? Seingatku ia bukan orang yang baik. Walaupun kamu sudah menjadi bagian dari Keluarga Pratama, tidak banyak orang yang baik di keluarga mereka. Lebih baik tidak usah dekat-dekat."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.