Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Membela



Membela

0"Apa salahku? Mengapa kamu mau memarahiku habis-habisan?" tanya Galih sambil masuk dengan membawa makanan.     

Pandangan Indah tertuju ke arah pintu dan Anya langsung memahaminya. Ia berjalan ke arah pintu dan memberitahu pengawalnya untuk tidak membiarkan siapa pun mengganggu mereka.     

Aiden selalu menyuruh pengawalnya untuk mengikuti dan menjaga Anya ke mana pun Anya pergi karena Aiden begitu mengkhawatirkan Anya.     

Setelah pintu kamar tersebut ditutup, Indah memberitahu Galih mengenai Agnes.     

"Galih, jangan bilang kamu tidak bisa melihat bahwa Agnes menyukai Aiden. Aku tidak keberatan kalau kamu ingin mengurus keluargamu, tetapi kamu juga harus memikirkan mengenai putrimu sendiri. Masa kamu membantu saingan putrimu. Apakah kamu lebih memilih dia dibandingkan aku dan putrimu sendiri?" kata Indah dengan marah.     

"Anya, ada apa dengan ibumu? Ada masalah apa ini?" Galih memandang ke arah Anya.     

"Ayah, kondisi kesehatan ibu tidak seberapa baik. Aku merasa sebaiknya ayah tidak membiarkan ada orang asing yang tinggal di rumah," Anya juga berada di pihak ibunya.     

"Agnes juga saudaramu. Ia juga seorang Pratama, bukan orang asing," ada ketidak senangan yang terdengar di nada Galih. "Orang tua Agnes sudah meninggal dan tidak ada yang mengurusnya lagi. Ia baru saja kembali ke kehidupan normalnya. Apakah kamu tidak bisa sedikit berbelas kasih?"     

Ketika mendengar apa yang ayahnya katakan, Anya merasa marah, "Ayah, bukankah ibu sudah bilang padamu? Agnes membenciku. Saat aku mengobrol dengan ibu, ia memandangku dengan penuh kebencian. Mengapa ayah menyayanginya seperti ini? Apakah sebenarnya Agnes bukan keponakan ayah, tetapi anak kandung ayah?" kata Anya.     

Indah terbatuk pelan dan menegur putrinya. "Anya, mengapa kamu berbicara seperti itu pada ayahmu."     

"Aku tidak bersalah. Agnes yang salah. Kita sudah baik padanya, tetapi diam-diam ia membenciku dan juga menghasut asistenmu. Siapa yang tahu rencananya pada kita. Bagaimana kalau ia berencana buruk? Apakah ayah harus menunggu terjadi sesuatu dulu sebelum sadar?"     

Setelah mengalami depresi, Anya mendapatkan pencerahan dalam hidupnya. Selama ini, ia terlalu sabar, memendam semua kekesalannya dalam hati. Sehingga pada akhirnya ia mengalami depresi seperti ini.     

Ia ingin hidup seperti Natali, hidup yang bebas, tanpa perlu takut untuk mengungkapkan perasaannya. Ia ingin hidup seperti itu.     

Sekarang Anya belajar, kalau ada sesuatu yang ia pendam dalam hatinya, lebih baik ia ungkapkan saja.     

"Anya, orang tua sepupumu sudah meninggal. Sulit baginya untuk berada di luar negeri sendirian. Ia akhirnya berhasil, tetapi hanya karena satu kesalahan, ia kehilangan seluruh hidupnya dan juga uangnya. Ia harus memulai kembali hidupnya sehingga kita seharusnya membantunya," kata Galih.     

"Tetapi ayah, dia membenciku. Kamu sudah membantunya, tetapi ia sama sekali tidak bersyukur. Ia cemburu pada putrimu sendiri dan bahkan membenciku," Anya memandang ayahnya dengan kecewa. "Apakah menurut ayah, aku tidak lebih berharga dibandingkan Agnes?"     

Galih terlihat malu saat memandang putrinya.     

Anya adalah putrinya, tetapi ia lebih memilih dan membela Agnes dibandingkan putrinya sendiri. Ia sudah kehilangan Anya selama 20 tahun dan berhutang banyak pada putrinya itu.     

"Anya, kamu jauh lebih penting dibandingkan apa pun di hati ayah. Tetapi sepupumu tidak punya siapa-siapa dan ayah tidak bisa mengabaikannya begitu saja," kata Galih.     

Anya memandang ke arah ibunya dan akhirnya berkata, "Aku tahu …"     

Indah berusaha untuk menghibur putrinya yang terlihat sedih. "Tidak perlu dipikirkan. Agnes telah mengalami banyak masalah dalam hidupnya dan psikologisnya pun mengalami perubahan. Bukankah kamu juga sakit seperti ini setelah disakiti dan frustasi?"'     

Galih menghela napas panjang. Ia memahami apa yang Indah katakan. "Aku akan berbicara pada Agnes. Kalau ia mengalami penyakit mental, aku akan mencarikan dokter untuknya."     

Anya tidak mengatakan apa pun. Ia tahu ayahnya akan menyelesaikan semuanya.     

Tetapi sekarang, tidak ada yang bisa ia lakukan terhadap Agnes. Agnes akan tetap tinggal bersama dengan ayah dan ibunya, kecuali ia sadar diri dan pindah dari sana.     

Anya menemani Indah di rumah sakit hingga selesai makan siang. Setelah itu, ia meninggalkan ayah dan ibunya, pulang untuk menemani anak-anaknya.     

Kedua putranya itu sudah semakin besar. Mereka menjadi semakin aktif dan nakal.     

Seperti kebanyakan anak pada umumnya, mereka memiliki kedekatan alami dengan ibu mereka. Meski Anya sudah meninggalkan Arka dan Aksa selama beberapa bulan, saat melihat Anya, mereka berdua langsung tertawa dengan gembira.     

Aksa langsung bereaksi dengan cepat. Ia memegang pinggiran tempat tidurnya dan berusaha untuk bangkit berdiri.     

Anya terkejut saat melihat putranya itu. "Sayang, jangan …" kata Anya dengan khawatir.     

"Kemarin Aksa sudah bisa berdiri dan tadi pagi Arka juga belajar untuk berdiri. Mereka menggunakan pinggir tempat tidur sebagai pegangan mereka agar bisa berdiri dengan tegap," kata suster yang menjaga Arka dan Aksa.     

"Aaaa …" Aksa tampak penuh dengan semangat. Ia memegang pinggir tempat tidurnya dengan satu tangan dan mengulurkan tangannya yang lain ke arah Anya.     

Tadi, saat berada di rumah sakit, pembicaraannya dengan ayah dan ibunya membuatnya merasa sedikit depresi. Hatinya terasa tidak enak setelah mendengar bahwa ayahnya membela Agnes.     

Tetapi setelah melihat kedua putranya, semua kesedihan itu langsung menghilang tak berbekas.     

Anya mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan kecil Aksa. Ia menggoyang-goyangkannya seolah sedang berjabat tangan dengan si kecil.     

Arka melihat ibunya menggenggam tangan saudaranya. Tatapannya tertuju pada Aksa, seolah sedang mempelajari apa yang saudaranya itu lakukan. Ia juga menggunakan salah satu tangannya untuk berpegangan di pinggir tempat tidur dan mengulurkan tangannya ke arah Anya.     

"Arka juga ingin bergandengan dengan ibu, sayang?"Anya mengulurkan tangannya yang lain dan menggoyang-goyangkan tangan Arka.     

Arka dan Aksa saling berpandangan satu sama lain dan kemudian tertawa bersama-sama.     

Karena Arka dan Aksa lahir prematur, mereka jauh lebih lemah dibandingkan anak-anak biasa. Mereka duduk dan berdiri lebih lambat dibandingkan anak-anak biasa. Tetapi seiring berjalannya waktu, mereka semakin kuat dan tumbuh dengan normal.     

"Nyonya, Tuan-tuan muda sudah bisa berdiri dan kaki mereka sudah cukup kuat. Tetapi pinggang mereka masih sedikit lemah sehingga mereka tidak bisa berdiri sendiri, harus dengan bantuan pegangan," kata suster tersebut.     

Anya tertawa kecil. "Jangan khawatir. Mereka hanya butuh waktu. Mereka juga akan tumbuh besar dengan sehat dan kuat."     

Arka dan Aksa berpikir bahwa Anya sedang berbicara dengan mereka sehingga mereka langsung berusaha untuk menjawab Anya, mengeluarkan celotehan-celotehan tidak jelas yang tidak bisa dimengerti oleh siapa pun.     

Anya tertawa melihat kedua putranya itu.     

Sepanjang hari, Anya menghabiskan waktunya untuk menemani Arka dan Aksa.     

Dua suster yang bertugas untuk menjaga Arka dan Aksa memegang mainan, menarik perhatian kedua anak itu agar mereka belajar untuk berdiri.     

Arka bergerak dengan cepat dan stabil, sementara Aksa lebih lambat, tetapi menggunakan berbagai cara untuk mencapai tujuannya. Aksa bahkan berguling-guling dengan cepat untuk mengejar kakaknya. Tetapi akhirnya, ia tiba lebih lambat dibandingkan Arka.     

Anya melihat kedua putranya dengan ekspresi terhibur. Ia merasa karakter Arka lebih mirip dengan Aiden. Tenang, cepat dan tegas, serta pendiam.     

Sementara itu, Aksa lebih cerewet dibandingkan kakaknya. Anya merasa mungkin Aksa merupakan gabungan dari karakternya dan Aiden.     

Anya merasa sangat terhibur melihat kedua putranya saling bersaing satu sama lain. Mereka merangkak dengan cepat, berguling-guling dan berebut mainan.     

Anya bahkan tidak sadar ponselnya berbunyi. Atau lebih tepatnya, ia memilih untuk mengabaikannya.     

Setelah beberapa saat, Anya akhirnya mengambil ponselnya itu dan melihatnya. Ternyata bunyi ponsel itu berasal dari Agnes yang ingin mengikuti media sosial Anya dan menambahkan ID pada aplikasi chat-nya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.