Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Lebih Penting



Lebih Penting

0"Ada apa? Mengapa kamu ingin menyelidiki asisten ibu?" tanya Anya.     

"Ibumu memutuskan untuk tinggal di kota. Jadi orang-orang di sekitarnya harus bisa dipercaya. Aku ingin menyelidiki asistennya demi keselamatan ibu juga," kata Aiden.     

Anya merasa bahwa asisten ibunya adalah orang yang baik. Ia bisa mengerjakan semua tugasnya dengan sangat baik dan bertanggung jawab. Seharusnya, tidak ada masalah pada asisten tersebut.     

Tetapi Aiden tidak mau terjadi kesalahan sekecil apa pun. Ia tidak percaya pada yang terlihat dari luar. Lebih baik ia menyelidiki semuanya secara detail.     

Ditambah lagi, asisten itu adalah orang terdekat Indah yang akan mengurus semua masalah Indah dan juga Anya. Itu sebabnya, Aiden merasa harus lebih berhati-hati lagi.     

"Kamu lebih berpengalaman daripada aku. Aku akan mengikutimu." Anya tidak menghentikannya untuk menyelidiki mengenai asisten Indah.     

Dari waktu ke waktu, Bima terus memandang ke arah Anya dan Aiden. Melihat mereka masih mesra dan hubungan mereka baik-baik saja, semua kemarahan di hati Bima langsung menghilang.     

Meski ada beberapa hal yang tidak disukai oleh Bima mengenai Anya, tetap saja Anya adalah menantunya. Ditambah lagi, Anya telah memberikan dua cucu laki-laki yang sehabt untuknya.s     

Selama dua cucunya sehat, hubungan Aiden dan Anya baik-baik saja, Bima sudah cukup puas.     

Tanggung jawab Aiden terlalu besar selama ini untuk memimpin Keluarga Atmajaya sehingga ia mengabaikan Anya. Jadi, saat Aiden bilang ingin ikut Anya ke luar kota selama beberapa bulan, Bima langsung menyetujuinya.     

Anggap saja ini sebagai bulan madu mereka yang tertunda. Setelah menikah, Anya dan Aiden belum pernah pergi bulan madu.     

"Anya, kalau kamu menculik Aiden pergi. Aku dan Kak Ivan tidak akan punya waktu untuk berkencan," kata Raisa dengan cemberut."     

"Bukankah ada aturan di Atmajaya Group bahwa kamu tidak boleh berkencan saat bekerja?" kata Anya dengan sengaja.     

"Aku bisa memisahkan kehidupan pribadiku dan pekerjaanku. Kalau bekerja, aku fokus bekerja," Raisa langsung berusaha untuk menjelaskan.     

"Bibi, kamu tidak perlu menjelaskannya seperti itu. Itu membuatmu semakin mencurigakan," canda Nadine.     

"Ngomong-ngomong, aku punya gosip terhangat. Kemarin lusa, aku melihat bibi menginap di rumah Paman Ivan," kata Nico sambil tersenyum menggoda.     

Wajah Raisa langsung memerah. "Nico, jangan sembarangan. Itu tidak seperti yang kamu bayangkan."     

"Lalu, seperti apa yang sebenarnya?" Nico memang yang paling nakal di Keluarga Atmajaya, sehingga menggoda bibinya pun ia berani.     

"Kak Ivan …" Raisa langsung mengguncang tangan Ivan, meminta bantuan.     

Ivan menggenggam tangan Raisa dan berkata, "Setelah Aiden dan Anya pulang nanti, aku akan pergi ke Keluarga Mahendra dan melamar Raisa secara resmi."     

"Kamu menggunakan kami untuk mengundur lamaranmu?" kata Anya dengan setengah bercanda.     

"Kalau kamu tidak kembali, aku tidak akan punya waktu untuk mempersiapkan pernikahanku. Aku tidak mau mengecewakan Raisa," kata Ivan.     

Raisa memandang Ivan dengan manis dan berkata, "Tidak masalah untukku."     

Nico langsung menutup matanya. "Mengapa mataku terasa sakit melihat semua kemanisan ini."     

Tara langsung mengambil buah semangka yang ada di meja dan memasukkannya ke mulut Nico. "Lebih baik kamu makan saja. Jangan bicara."     

"Selamat untuk paman dan bibi!" Nadine bertepuk tangan dengan penuh semangat.     

"Aiden, apakah kamu dengar? Jangan terlalu lama perginya. Pernikahan kakakmu tidak bisa ditunda lagi. Kamu sudah punya dua anak, sementara Ivan masih lajang," kata Bima.     

"Kakek, bukankah kamu juga lajang?" goda Nico.     

"Dasar anak ini! Apakah kamu gatal ingin dipukul?" teriak Bima pada cucu kesayangannya itu.     

"Kakek, jangan marah. Aku sering lihat Nenek Marsha datang ke rumah. Apakah kalian tidak punya hubungan apa-apa?" begitu Nico mengatakannya, Bima langsung bangkit berdiri dan berkata dengan kesal. "Aku sudah tidak mau makan. Aku pergi saja!"     

Maria langsung bangkit berdiri sambil tersneyum dan mengejar Bima. "Kalian anak muda makan lah dulu. Kami akan pulang."     

Begitu Bima dan Maria pergi, Hana juga berniat untuk pulang bersama dengan Arka dan Aksa, ditemani oleh para pengawal Aiden.     

"Kak, tolong urus kakakku ini. Ia berani membuat kakek marah seperti itu," kata Nadine sambil memandang kakaknya dengan kesal.     

"Aku tidak bersalah. kalau tidak percaya, tanyakan saja pada Paman Ivan. Paman kan yang paling sering berada di rumah. Ia punya lebih banyak informasi daripada aku," Nico memandang ke arah Ivan.     

"Kak, apakah yang Nico katakan itu benar?" tanya Aiden.     

"Anak Bibi Marsha tinggal di Canada. Di Indonesia, ia hanya berdua saja bersama dengan pelayannya. Katanya, ia sering bertemu dengan ayah saat sedang berjalan-jalan. Setelah itu, mereka mulai dekat," kata Ivan.     

"Apakah mereka lebih dekat dari sekedar teman?" tanya Raisa.     

Ivan mengelus kepala Raisa dan berkata sambil tersenyum. "Aku tidak tahu."     

"Nenek Marsha selalu tersenyum ketika ia melihat kakek," Nico tertawa saat mengatakannya.     

"Memang benar cinta tidak memandang usia," kata Tara. "Apakah aku juga harus mencari pasangan untuk kakekku?"     

"AKu punya ide bagus," Anya mendapatkan sebuah ide. "Aku akan membuat janji dengan Bibi Marsha. Dan aku juga akan mengundang kakek Tara untuk datang ke rumah. Biar mereka bertiga bertemu."     

"Cinta segitiga?" Raisa berseru.     

Aiden mengelus kepala Anya dengan lembut sambil tersenyum saat menyadari niat Anya. "Dasar nakal. Kamu ingin menguji perasaan ayah?"     

"Kak Ivan bilang tidak tahu apakah mereka hanya berteman atau lebih. Kalau begitu, kita bisa mencari tahu bagaimana perasaannya yang sebenarnya," kata Anya sambil memandang ke arah Tara.     

"Aku mengerti. Aku pasti akan melaksanakan tugasku dengan baik!" Tara mengangkat tangannya dan menunjukkan gestur OK dengan jarinya.     

…     

Keesokan paginya, Aiden pergi ke Atmajaya Group pagi-pagi sekali. Anya menemani ibunya untuk cek up ke rumah sakit karena akhir-akhir ini ibunya sering batuk. Sementara itu, Galih pergi sejak pagi karena ada sesuatu yang harus ia kerjakan.     

Saat Anya dan Indah menunggu hasil pemeriksaan di ruang tunggu, Indah memegang tangan Anya dan berkata, "Sepertinya ayahmu menyembunyikan sesuatu dariku selama beberapa bulan sejak aku pergi."     

"Jangan terlalu memikirkannya ibu. Mungkin hanya masalah pekerjaan," hibur Anya.     

"Tiga tahun lalu, Agnes mengalami kegagalan operasi plastik sehingga ia meninggal. Kata ayahmu, wajah Agnes rusak sehingga ia tidak mengadakan pemakaman besar-besaran. Saat itu, kesehatanku tidak cukup baik dan aku tidak bisa menghadiri pemakamannya. Tetapi tiga tahun berlalu, tiba-tiba saja ayahmu mengatakan bahwa Agnes belum meninggal. Wajahnya telah kembali seperti semula dan ia ingin pulang. Mengapa Galih menyembunyikan Agnes dariku?" tanya Indah.     

"Mungkin karena Agnes terkenal. Butuh waktu tiga tahun agar Agnes bisa memiliki wajahnya yang sebelumnya. Ia pasti sangat menderita selama tiga tahun itu. Ayah menyembunyikannya mungkin karena khawatir dengan kesehatan ibu. Ditambah lagi, ayah pasti khawatir Agnes tidak akan bisa kembali hidup normal seperti sebelumnya."     

"Tidak peduli bagaimana pun wajahnya, keluarganya tidak akan pernah menolaknya. Orang tuanya sudah tidak ada. Memang sangat menyedihkan sekali nasibnya, tetapi tidak seharusnya mereka menyembunyikan semua ini dariku," kata Indah dengan sedih. "Ayahmu menyembunyikan masalah ini dariku."     

Anya tertawa. "Ibu, ayah khawatir padamu. Ia tidak bermaksud untuk menyembunyikan semua ini darimu. Mungkin ia hanya menunggu hingga Agnes bisa pulih dan kembali ke keluarganya sebelum memberitahumu."     

"Galih hanya tidak percaya padaku. Apakah ia pikir aku akan menyakiti keponakannya? Ia bahkan menganggap keponakannya jauh lebih berharga dibandingkan istri dan anaknya. Tadi, karena menerima telepon dari Agnes, ia langsung meninggalkan kita," kata Indah dengan suara pelan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.