Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Masih Mencintai



Masih Mencintai

0"Bibi …" Tara terlihat enggan, tetapi terpaksa mengatakannya demi hadiah yang Anya sembunyikan darinya.     

"Aku tidak bisa mendengarmu," goda Anya sekali lagi.     

"Anyaaa …" Tara langsung menghampiri Anya dan menggelitiki pinggang Anya. Tidak terima, Anya juga membalas menggelitiki perut Tara. Suara tawa terdengar dari sela-sela pintu ruangan tersebut hingga terdengar di koridor.     

Suara tawa itu sangat akrab di telinga Nico sehingga ia langsung berlari untuk mencari Aiden.     

Begitu mendengar bahwa Anya datang, Aiden langsung bergegas menuju ke kamar ganti pengantin, tempat Anya berada saat ini.     

Ia bisa mendengar suara tawa Anya yang ceria dan tahu bahwa ketiga wanita di dalam sedang bersenang-senang. Bibir Aiden menyunggingkan senyum saat mendengar suara tawa yang ia rindukan itu. Tangan Aiden yang terangkat dan sudah siap untuk membuka pintu, kembali turun di samping tubuhnya.     

"Paman, apakah kamu mau masuk?" tanya Nico.     

"Tidak usah. Kalau Anya sudah siap bertemu denganku, ia pasti akan mencariku. Jangan ganggu mereka," Aiden meninggalkan pengawalnya di depan pintu untuk menjaga ketiga wanita di dalam dan pergi bersama dengan Nico.     

Tara terlihat kegirangan setelah mendapatkan amplop dari Anya. Dan kemudian ia berkata pada Anya. "Kalau hanya ada kita saja, aku akan tetap memanggilmu Anya. Tetapi di hadapan ibu dan kakek, atau para tetua keluarga lainnya, aku akan memanggilmu bibi," kata Tara.     

Anya menepuk pundak sahabatnya itu dengan senang. "Ternyata banyak keuntungan yang aku dapatkan setelah menikah dengan Aiden. Salah satunya, aku memiliki senioritas yang lebih tinggi dari pada kalian. Kalian semua harus memanggilku bibi!"     

"Apakah kamu senang?" dengus Tara. Tetapi ia tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya karena telah mendapatkan hadiah dari Anya.     

Ia tidak kekurangan uang. Ditambah lagi, kliniknya semakin membesar dan terus membuka cabang. Ia juga kaya raya.     

Tetapi mendapatkan hadiah dari sahabatnya ini adalah kebahagiaan tersendiri untuknya. Uang bukanlah ukuran, tetapi harapan di baliknya agar pernikahannya bisa langgeng untuk seumur hidup.     

"Bibi, kapan kamu akan pergi lagi? Setelah para tamu pulang, bagaimana kalau kita berkumpul dan makan terlebih dahulu? Ayo kita makan dengan semua keluarga. Aku akan menyuruh Harris menjemput Arka dan Aksa." Nadine ingin menahan Anya di sana, setidaknya agar bibinya itu bertemu dengan pamannya.     

"Apakah kamu ingin mempertemukan aku dengan Aiden?" Anya sudah menebak maksud Nadine. "Ia masih punya banyak penggemar di sekitarnya. Untuk apa aku?"     

"Bibi tahu?" Nadine terkejut melihatnya.     

"Ia datang lebih awal dan bersembunyi di kejauhan untuk menyaksikan acara ini, lebih tepatnya untuk melihat Aiden. Namanya Agnes, ia adalah sepupumu. Aku heran mengapa ayahmu malah membawa wanita itu ke pesta ini. Ditambah lagi, wanita itu mengincar suamimu. Bukankah ayahmu malah akan membahayakan pernikahanmu?" kata Tara.     

Anya tertawa saat mendengar kekesalan Tara. "Jangan salahkan ayah. Ayahku memang terlalu baik dan ia memperlakukan semua orang dengan tulus. Bahkan sebelum tahu bahwa aku putrinya saja, ia selalu berusaha untuk membantuku."     

Nadine menghela napas panjang. "Aku tahu ayah bibi adalah orang baik. Tetapi sepertinya Agnes ini bukan wanita baik-baik. Baru saja, aku dengar bahwa ia akan membuka sekolah tari dan menetap di Indonesia.     

Tara mengulurkan tangannya dengan kesal dan frustasi. "Kalau ia ingin membuka sekolah tari, seharusnya ia fokus pada sekolahnya saja. Tidak perlu memikirkan suami orang lain."     

"Kalau Aiden mudah tergoda oleh wanita lain, biar saja. Aku akan meninggalkannya," kata Anya sambil tersenyum.     

"Tidak mungkin. Hanya bibi yang paman cintai," Nadine tertawa dan bertanya sekali lagi. "Bibi, bagaimana? Apakah kamu mau makan makan dulu sebelum kamu pergi lagi?"     

"Iya, Anya. ayo kita makan dulu Sebelum kamu pergi," Tara juga ikut membujuk Anya.     

"Baiklah. Tetapi rahasiakan kedatanganku hari ini. Sekarang, cepat kembalilah ke tempat acara. Bagaimana bisa pemeran utama dari acara ini malah bersembunyi dan menemaniku?" Anya langsung mengusir mereka berdua.     

Ketika melihat ada pengawal di depan pintu, Anya tertegun sejenak. Ia tahu bahwa pengawal itu adalah pengawal Aiden. "Nyonya, Tuan yang meminta saya untuk berjaga di sini dan tidak mengganggu Anda. Kalau Anda lelah, Anda bisa beristirahat di ruangan ini. Kalau ada yang Anda butuhkan, katakan saja pada saya."     

"Aiden memintamu untuk menahanku di sini?" wajah Anya terlihat kecewa.     

"Tuan menyuruh saya mengantar Anda kalau Anda ingin pergi dan tidak menghentikan Anda," jawab pengawal tersebut. Ia berada di sana untuk melindungi Anya, bukan untuk menahannya.     

"Suruh Aiden ke sini dan menemuiku," Anya berbalik dan masuk ke dalam ruangan lagi.     

Begitu tahu bahwa Anya ingin bertemu dengannya, Aiden langsung berlari secepat mungkin. Ia meninggalkan ruangan itu, tidak peduli walaupun ia ditugaskan untuk menerima para tamu.     

Ketika ia membuka pintu, ia melihat istri kecilnya sedang duduk di sofa sambil memejamkan matanya. Kakinya terangkat di atas sofa, dan wajahnya terkubur di lututnya, membentuk posisi seperti bola. Ia seperti seorang anak kecil yang sedang mencari rasa aman, hanya bisa memeluk dirinya sendiri dan menghindari dunia luar.     

Anya tidak membuka matanya meski ia mendengar suara langkah kaki yang dikenalnya.     

Setelah masuk ke dalam ruangan, Aiden menutup pintu dan berjalan menuju ke pinggir sofa. Ia duduk di samping Anya dan mengulurkan tangannya, menunggu Anya untuk menerima uluran tangan itu.     

Anya memandang ke arah Aiden, tidak menyambut uluran tangan itu, tetapi juga tidak menolaknya.     

Aiden membawa Anya ke pelukannya dengan lembut dan berbisik. "Kamu sudah kembali!"     

"Hmm …" gumam Anya sambil memejamkan matanya sekali lagi, menyandarkan kepalanya di dada suaminya.     

Anya begitu kecil, begitu mungil di pelukannya. Tetapi Aiden merasa seperti telah mendapatkan kembali sebagian dari dirinya yang menghilang.     

Aiden membawa Anya ke dalam pangkuannya dan merasa istri kecilnya itu semakin ringan. "Aku sangat merindukanmu," bisik Aiden.     

Anya tidak mengatakan apa pun, tetapi ia menguburkan tubuhnya lebih dalam ke pelukan Aiden dan mencium aroma parfum suaminya itu. Parfum pemberiannya …     

"Beberapa saat lalu, aku menjalani operasi kecil," kata Aiden.     

"Saat kita berada di pulau, aku merasa kamu menyembunyikan sesuatu dari aku," Anya mengangkat kepalanya dan memeluk leher Aiden, seperti yang biasa ia lakukan. Ia memandang wajah tampan suaminya dengan cemas. "Apakah kamu sudah baik-baik saja?"     

"Setelah pulang, aku sudah mengatur semua masalah perusahaan dan pergi menjalani operasi. Beberapa minggu terakhir ini aku banyak istirahat dan aku sudah pulih," kata Aiden.     

"Apakah kamu juga ingin mendengar aku mengatakan bahwa aku sudah pulih?" Anya memandangnya.     

"Anya, biar aku menghadapi semua ini bersama denganmu. Tidak perlu berpura-pura baik-baik saja di hadapanmu, tidak perlu berpura-pura bahagia. Aku ingin membagi semuanya denganmu," Aiden memandang Anya penuh dengan cinta.     

Akhirnya Anya sudah kembali dan ia tidak ingin kehilangannya lagi!     

"Kamu sakit, tetapi kamu tidak mau memberitahuku. Aku tahu kamu memikirkan sesuatu. Aku hanya bisa berpura-pura aku sembuh agar tidak membuatmu semakin khawatir. Aku tidak mau menambah bebanmu. Untung saja dokter bilang aku sudah membaik dan kamu sudah pulih," Anya memeluk leher Aiden, menyandarkan keningnya di kening Aiden. "Aiden, apakah kamu masih mencintaiku?"     

"Aku mencintaimu. Aku mencintaimu dan akan selalu mencintaimu hingga akhir hidupku," jawab Aiden.     

"Aku juga mencintaimu. Maafkan aku atas semua yang aku katakan saat aku sedang sakit. Aku bilang aku ingin cerai, aku bilang ingin meninggalkanmu, semua itu bukan keinginanku. Saat itu aku hanya ingin melarikan diri dari kehidupan itu, jadi …"     

Tanpa menunggu Anya menyelesaikan kalimatnya, Aiden langsung memegang belakang kepala Anya dan mencium bibirnya.     

"Aku …" Anya ingin menyelesaikan kata-katanya, tetapi Aiden tidak membiarkannya.     

Ia tidak peduli apa pun yang pernah Anya katakan dulu. Yang penting, Anya masih mencintainya dan ia juga sangat mencintai Anya.     

Aiden tidak mau melepaskan Anya untuk kedua kalinya. Semakin ia mencumbu bibir Anya, rasanya cinta yang ia rasakan semakin bergejolak. Ia benar-benar mencintai wanita di hadapannya ini. Ia mencintai istrinya lebih dari dirinya sendiri.     

Akhirnya, Aiden baru melepaskan Anya setelah ia kehabisan napas.     

Ia mencondongkan tubuhnya dan berbisik, "Yang penting kamu sudah kembali. Apakah kamu berniat pergi lagi?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.