Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Suamiku adalah Milikku



Suamiku adalah Milikku

0"Sekarang, bisakah kamu memberitahu kami apa yang terjadi?" tanya Aiden sambil mengangkat alisnya dan memandang keponakannya.     

"Ada seorang wanita di rumah Paman Jonathan. ia sudah punya kekasih. Ia tidak pernah menganggapku sebagai wanita. Aku menyukainya, sementara ia tidak pernah melihatku sebagai seorang wanita," kata Jenny dengan suara pelan.     

Aiden merasa konyol dan berkata, "Kamu memanggilnya dengan sebutan paman, tentu saja ia menganggapmu sebagai keponakannya. Lalu apa masalahnya? Wajar saja kalau ia memiliki kekasih."     

Anya menyenggol tangan suaminya dan memandangnya dengan tatapan tajam.     

"Kalian semua sama. Kalian merasa bahwa aku tidak cocok dengannya. Tetapi aku mencintainya. Bersama dengannya, aku merasa tenang dan nyaman. Kakek bilang, selama aku menyelesaikan kuliahku, ia tidak akan menentangku lagi. tetapi begitu aku pergi, Paman Jonathan sudah memiliki wanita lain. Ia tidak bisa menungguku menyelesaikan kuliahku dan menikahinya," semakin menceritakannya, air mata mengalir di wajah Jenny dengan semakin deras.     

Anya meminta handuk baru dan mengusap wajah Jenny lagi sambil menghiburnya. "Jenny, kamu cantik, baik hati, dan cerdas. Pria yang bisa mendapatkanmu adalah pria yang sangat beruntung. Kalau ada pria yang tidak menyukaimu, itu artinya ia yang rugi!"     

"Bibi …" Jenny mengenggam tangan Anya dan menangis semakin keras.     

"Jatuh cinta dengan seseorang yang tidak mencintaimu sama seperti menunggu kapal di bandara. Apakah kamu mengerti? Apa yang kamu tunggu tidak akan pernah datang," Aiden tidak mau mengecewakan Jenny. Ia tidak mau membuat Jenny tetap memiliki harapan kosong di hatinya.     

Tangisan Jenny semakin keras. Air matanya mengalir seperti banjir yang melanda kota dan tidak ada yang bisa menghentikannya.     

Hati Anya ikut sakit melihatnya.     

"Kalau kamu terus menangis, aku juga akan ikut menangis," kata Anya dengan mata memerah.     

"Bibi, mengapa dia tidak menyukaiku? Apa yang salah denganku?" tanya Jenny.     

Aiden menghela napas panjang dengan tidak berdaya. "Tidak ada yang kurang darimu. Tetapi kamu bukan wanita yang ia inginkan."     

Entah sejak kapan, Jonathan, pria yang tidak pernah terbayangkan di benak Jenny, menjadi sosok pria yang paling penting dalam hidupnya.     

Pria yang dulunya bukan siapa-siapa, sekarang menjadi sangat tampan dan menawan di matanya.     

Matanya yang tajam dan tatapannya yang lembut.     

Tidak tahu sejak kapan ia jatuh cinta pada pria itu.     

Mungkin karena Jonathan adalah satu-satunya pria yang sabar menghadapinya dan mendukungnya saat ia sedang patah hati.     

Ia pikir, Jonathan juga memiliki perasaan yang sama dengannya, tetapi karena khawatir Keluarga Atmajaya tidak menerimanya, Jonathan tidak pernah mendekatinya.     

Akhirnya, Jenny memutuskan untuk menuruti kata-kata keluarganya dan pergi ke luar negeri.     

Ia pikir, saat ia kembali setelah menyelesaikan kuliahnya, Jonathan masih akan menunggunya.     

Setelah itu, mereka bisa hidup bahagia bersama.     

Yang tidak ia duga, Jonathan ternyata sudah memiliki kekasih.     

Jenny merasa tidak berdaya. Ia tidak tahu apa yang salah dengannya. Ia tidak tahu mengapa Jonathan memilih Sherry dari pada dirinya.     

Di hari Natal, Jonathan berpesan padanya. "Jenny, aku harap kamu bisa belajar dengan rajin dan kembali menjadi orang yang lebih baik."     

Bahkan Alisa pun juga mendukungnya.     

Jenny merasa sangat yakin dan percaya diri bahwa kedua orang itu akan menantinya.     

Tetapi begitu ia pergi, sudah ada sosok lain yang menggenggam tangan yang ia dambakan, tangan yang seharusnya bertautan dengan tangannya.     

"Dengarkan nasihat pamanmu. Lupakan dia," kata Aiden dengan tenang.     

"Kamu harus bisa memahami perasaanmu sendiri," bisik Anya.     

"Mengapa orang yang aku sukai, tidak pernah menyukaiku?" Jenny merasa sakit hati dan frustasi.     

"Jenny, kamu harus tahu bahwa ada orang yang tidak bisa menanti. Ada orang yang langsung menyerah dan tidak berusaha saat ia mengetahui bahwa ia tidak bisa melakukannya. Hanya karena kamu menginginkannya, bukan berarti kamu bisa mendapatkannya. Hanya kamu menyukainya, bukan berarti itu yang terbaik untukmu," Aiden mengulurkan tangannya dan mengelus kepala Jenny. Tidak ada cara lain selain membujuk Jenny untuk menyerah.     

Jenny menggelengkan kepalanya berulang kali. "Paman, aku tidak bisa hidup tanpanya. Bisakah kamu membantuku?"     

"Apa yang harus aku lakukan? Memaksanya untuk menikah denganmu? Memaksanya untuk memilihmu? Apa perlu aku mengusirnya jauh-jauh?" wajah Aiden menjadi dingin.     

Anya menepuk pundak Jenny dengan lembut. "Kalau kamu terus melakukan ini, kami akan menjauhkannya darimu. Tetapi ingatlah, apa salah Kak Jonathan? Kamu menyukainya, tetapi ia tidak membalas perasaanmu. Apakah itu salah?"     

"Tidak …" bisik Jenny. Setelah menangis dengan keras, Jenny merasa sedikit lebih lega dan tenang.     

Kalau keluarganya benar-benar akan mengusir Jonathan, itu tidak adil untuk Jonathan dan juga Alisa.     

Jonathan selalu memperlakukannya dengan baik. Ia hanya tidak bisa mencintainya dan itu bukan salahnya.     

"Paman, aku tidak menyesal jatuh cinta padanya dan aku tidak bisa menyerah. Besok, bantu aku bertemu dengannya di rumah Nenek Diana. Aku akan mengakhiri semuanya dengannya. Bagaimana kalau kamu menemaniku? Aku tidak bisa menghadapinya sendiri," kata Jenny sambil menangis.     

Aiden memandang keponakannya itu dan mengangguk. "Sekarang tidurlah. Tidak perlu memikirkan apa pun. Biar aku yang mengatur semuanya. Jangan menangis lagi. Kalau kamu terus menangis, matamu akan bengkak besok. Meski kamu ingin mengakhiri hubunganmu, kamu harus tetap tampil cantik agar tidak ada satu orang pun yang bisa meremehkanmu."     

Jenny mengangguk dengan lemah dan kembali ke kamarnya untuk beristirahat.     

Aiden menghampiri Anya dan duduk di sampingnya. Ia menarik tubuh Anya ke pelukannnya. "Maaf aku merepotkanmu hari ini."     

Anya tertawa kecil mendengarnya. "Kita kan suami istri. Keponakanmu juga keponakanku. Tadi saat aku menjemputnya, Jenny sedang menangis di pelukan Rudi. Ada banyak orang yang melihat mereka."     

"Ada banyak orang yang melihatnya?" Alis Aiden terangkat.     

"Untuk membuatnya senang, Rudi menyalakan kembang api yang menyebabkan seorang petugas menegurnya. Para tetangga yang mendengar keributan datang untuk membela Jenny, mengira Jenny menangis karena tidak boleh menyalakan kembang api," Anya tertawa saat menceritakannya."     

"Tuan, semuanya sudah siap," pada saat itu, salah seorang pengawal Aiden datang untuk melapor.     

"Baiklah, kalian boleh beristirahat," kata Aiden. Setelah itu, Aiden memandang ke arah Anya. "Apakah orang yang kamu atur itu bisa diandalkan?"     

"Tentu saja. Nico yang memperkenalkan orang itu. Ia adalah orang nomor satu di klub malam. Ia tampan dan memiliki stamina yang luar biasa," kata Anya.     

"Apakah kamu iri?" tangan besar Aiden menyelinap di belakang punggung Anya dan memeluk pinggangnya. "Suamimu juga tampan dan memiliki stamina luar biasa. Apakah kamu ingin mencobanya?"     

"Apakah aku boleh menolak?" tawa Anya.     

"Tidak bisa!" Aiden menggendongnya naik ke lantai atas.     

Begitu mereka masuk ke kamar mereka, bibir mereka langsung bertautan. Suhu di ruangan itu perlahan semakin memanas saat mereka saling bercumbu satu sama lain. Mereka bisa merasakan bahwa cinta mereka untuk satu sama lain menjadi semakin berlipat ganda.     

Anya berbaring di tempat tidur, dengan kepala di bahu Aiden. "Pria penggantimu itu menggunakan kacamata hitam untuk mengelabui Jessica. Dan Jessica sama sekali tidak tahu kalau ia tertipu."     

"Kalau saja Jessica tidak setamak itu, tidak menginginkan sesuatu yang bukan miliknya, kita tidak akan melakukan ini padanya," kata Aiden.     

"Suamiku adalah milikku. Tidak boleh ada satu orang pun yang merebutnya dariku!" Anya sedikit berdiri untuk mengecup bibir Aiden. dan setelah itu mereka saling berpelukan dengan erat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.