Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Playboy



Playboy

0"Aku dengar kamu adalah kekasih paman Jonathan. Bagaimana kalau kamu menggantikannya minum?" kata Jenny sambil memandang Sherry.     

Begitu Jenny datang, suasana di sana menjadi sedikit canggung dan tidak enak, membuat semua orang kesusahan untuk bernapas.     

Sherry berusaha untuk tetap tersenyum dengan ramah. "Benar, aku akan minum untuk Jonathan."     

"Jenny, Sherry tidak bisa banyak minum. Biar aku saja yang minum," Jonathan langsung mengambil gelas di tangan Sherry.     

Jenny memandang mereka berdua dengan dingin. Matanya terpaku pada Jonathan, tetapi mulutnya berbicara pada Sherry, "Kamu berani merebut orang yang aku sukai, tetapi untuk minum beberapa gelas anggur saja kamu tidak berani."     

"Aku akan minum. Jonathan, biar aku yang minum," Sherry tidak mau membuat masalah dalam acara itu dan ia juga tidak mau Jonathan dipermalukan seperti ini.     

Aiden hanya memandang semua ini dari kejauhan. Menurut pendapatnya, tanpa perlu bersaing pun, Sherry sudah memenangkan persaingannya dengan Jenny.     

Dengan melakukan ini, Jenny hanya malah akan menyakiti dirinya sendiri.     

Anya ingin bangkit berdiri dan mencairkan suasana, tetapi Aiden menghentikannya. "Duduk saja. Jangan ikut campur."     

"Aiden, Jenny adalah keponakanmu sendiri!" Anya berusaha untuk mengingatkan.     

"Begitu ia merasa benar-benar sakit hati, ia akan menyerah," Aiden menghela napas panjang.     

Sherry benar-benar meminum anggur di tangannya. Setelah beberapa gelas, akhirnya ia tidak bisa melanjutkan lagi.     

Jonathan berusaha untuk melindunginya dan berkata, "Aku akan minum untuknya."     

"Jonathan, mengapa kamu melakukan ini? Apakah ada yang salah dengan otakmu?" Rudi merasa kesal. Ia merasa terseret dalam masalah Jonathan dan Jenny. Sehingga pada akhirnya ia melampiaskan kekesalannya pada Jonathan.     

"Apakah ini caramu melindunginya?" Jenny memandang Jonathan dengan sedih.     

"Jenny, ini bukan salah Sherry. Jangan melibatkannya." Jonathan tahu bahwa Jenny sedang patah hati dan ingin menyakiti Sherry.     

Sherry yang sudah minum beberapa gelas hanya bisa bersandar di pundak Jonathan. "Aku baik-baik saja."     

Jenny hanya bisa memegang gelasnya sambil memandang bagaimana Jonathan memperlakukan Sherry dengan sangat lembut. Ia bangkit berdiri dan memandang Jonathan. "Jangan pikir hanya karena aku menyukaimu, aku akan membiarkanmu berbuat seenaknya. Sama seperti gelas ini, aku bisa saja mempertahankanmu, atau …"     

Tiba-tiba saja, tangannya melepaskan gelas itu. Gelas itu langsung terjatuh ke lantai dan pecah menjadi berkeping-keping dengan suara yang memekakkan telinga.     

Melihat kejadian ini, Tara tahu bahwa kali ini, Jenny sudah benar-benar terluka sangat dalam.     

Rudi menghampiri Jenny dan memegang pundaknya. Ia tahu bahwa bibir Jenny memang mengeluarkan kata-kata yang tajam, tetapi sebenarnya hatinya sangat lembut.     

Saat gelas itu jatuh ke lantai, bukan hanya gelasnya saja yang hancur, tetapi juga hati Jenny.     

"Aku minta maaf sudah membuat pestanya menjadi seperti ini. Kalian lanjut saja. Aku akan pulang," Jenny berbalik dan berjalan menuju ke arah pintu.     

"Aku akan mengantarmu," Rudi mengejarnya.     

"Tidak usah. Biar supir saja yang mengantarku. Kembalilah ke sana!" Jenny berjalan menuju ke arah taman depan dan menyuruh Rudi untuk meninggalkannya.     

"Masuklah ke mobilku. Kita bicara!" Rudi menggandeng tangan Jenny dan membawanya menuju ke mobilnya.     

Ia menyetir di depan, diikuti oleh supir Bima yang mengantarkan Jenny ke rumah Diana tadi.     

"Jenny, Jonathan …"     

"Semuanya sudah berakhir. Kapan kita akan bertunangan?" Jenny mengatakannya sambil memandang ke arah Rudi dan tersenyum, tetapi senyum itu tidak mencapai ke matanya.     

"Ha ha …" Rudi hanya tertawa dengan canggung, tetapi tidak bisa mengatakan apa pun.     

"Kamu cukup tampan dan menyenangkan. Bersama denganmu, tidak ada yang perlu aku khawatirkan. Hidup kita akan berkecukupan dan menyenangkan," kata Jenny dengan serius.     

Rudi merasa seperti ada tulang ikan yang tersangkut di tenggorokannya. Ia tidak bisa menjawab pernyataan tersebut.     

Ia ingin hidup dengan damai, menikah dengan wanita yang lemah lembut, yang akan mengurus rumah tangga dan anak-anak mereka nanti di rumah. Ia ingin wanita yang tidak akan mengganggunya atau membuatnya jengkel, agar ia bisa melakukan semua pekerjaannya dan urusannya dengan tenang.     

Tetapi ia dan Jenny selalu berdebat. Hidup mereka tidak hanya akan berkecukupan saja, tetapi juga dihiasi dengan perdebatan dan persaingan tiada akhir. Memikirkannya saja sudah cukup untuk membuat Rudi merasa cemas.     

"Kamu ingin bertunangan denganku karena kamu ingin memancing Jonathan. Tetapi sekarang kamu sudah lihat kan, apa pun yang kamu lakukan tidak akan ada gunanya. Pertunangan ini …"     

"Kalau kamu tidak mau bertunangan denganku, kamu bisa bilang pada ayahmu atau pada kakekku," Jenny bersandar ke arah jendela, berpura-pura tidur dan mengabaikan Rudi.     

"Jenny, aku memikirkan mengenai kamu. Dengarkan …"     

"Aku menyukaimu. Kalau kamu punya kemampuan untuk membatalkan pertunangan ini, aku tidak akan memaksamu. Aku akan pergi. Tetapi kalau tidak bisa, kita akan menikah," kata Jenny dengan tenang.     

"Apa salahku sebenarnya? Apakah aku tidak bisa menebusnya?" Rudi merasa bahwa mungkin ia melakukan kesalahan pada Jenny sehingga Jenny sama sekali tidak mau bekerja sama dengannya.     

"Kamu salah karena wajahmu cukup tampan. Kamu punya banyak uang. Kondisi dan latar belakangmu jauh lebih baik dibandingkan Jonathan. Dan kamu mengenal Jonathan. Kalau aku bertunangan denganmu, Jonathan akan datang ke pesta pertunangannya. Itu sebabnya aku memilihmu," jawab Jenny.     

"Aku … Aku tidak bisa membantahnya," Rudi hanya bisa menyimpulkan bahwa Jenny masih merasa marah pada Jonathan dan ingin menggunakannya untuk membalas Jonathan.     

Namun, apa yang bisa Rudi lakukan?     

Ayahnya sama sekali tidak mau mendengarkannya dan Jenny juga tidak mau membantunya. Ia hanya bisa mengikuti semua ini dengan pasrah.     

…     

Waktu berlalu dengan sangat cepat. Di akhir bulan Januari, Rudi dan Jenny akan bertunangan.     

Nico sedang di lokasi syuting sehingga tidak ada satu orang pun yang memberitahunya mengenai pertunangan adiknya itu.     

Sampai dua hari sebelum pesta pertunangan diadakan, Tara memberitahunya bahwa Jenny akan bertunangan dengan Rudi.     

Tanpa berpikir dua kali, Nico langsung pulang ke Indonesia, berusaha untuk menghentikan pertunangan ini.     

Tetapi tentu saja, tidak ada satu orang pun yang memedulikannya. Pesta pertunangan akan tetap berlangsung sesuai dengan rencana.     

"Paman, katakan padaku. Mengapa Jenny mau bertunangan dengan Rudi? Aku tidak menyukainya!" Nico mengeluh dengan kesal.     

"Kebetulan aku juga tidak suka. Tetapi Jenny yang menginginkannya," kata Aiden dengan tenang.     

"Bibi, mengapa kamu membiarkan Jenny bertunangan dengan pria ini? Apakah Jenny sedang ditipu?" Nico langsung menganggap Rudi sebagai penipu karena ia tidak percaya bahwa Jenny yang menginginkan semua ini.     

"Kamu bisa tanyakan semuanya pada Jenny sendiri," Anya hanya bisa menghela napas panjang. Saat ini, ia sedang sibuk mempersiapkan dan memeriksa ulang untuk acara pertunangan tersebut. Ia tidak punya waktu untuk meladeni Nico.     

Melihat Anya dan Aiden tidak memedulikannya, Nico memutuskan untuk mendatangi kakeknya.     

Bima dan Triawan sedang berbincang-bincang sambil minum teh, ketika tiba-tiba saja Nico nyelonong masuk ke dalam rumah.     

"Apakah kamu tidak punya sopan santun? Sudah lupa cara mengetuk pintu?" tegur Bima dengan keras.     

"Kakek, bagaimana bisa Jenny gegabah dalam menentukan hidupnya? Apakah kakek tahu siapa Rudi? Aku tidak menyetujui pertunangan ini. Aku tidak akan membiarkan Jenny bertunangan dengan Rudi!" kata Nico dengan marah.     

Bima langsung meletakkan cangkirnya di atas meja dengan cukup keras. "Keluar dari sini!"     

Triawan, ayah Rudi, hanya tersenyum dengan tatapan penuh pengertian. "Bima, tidak perlu marah. Nico hanya salah paham pada Rudi. Ini hanya masalah kecil."     

Nico menoleh dan baru menyadari bahwa ada sosok lain dalam ruangan itu. Ia melihat sosok Triawan yang bersahaja, bijaksana dan menawan.     

Bagaimana bisa pria hebat seperti ini melahirkan playboy seperti Rudi?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.