Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Tanpa Syarat



Tanpa Syarat

0"Rudi, kamu membuatku bingung. Kamu terlihat seperti sedang membela Jonathan, tetapi sebenarnya kamu sedang menganalisa keuntungan-keuntungan apa saja yang akan aku dapatkan dengan menikahimu," kata Jenny sambil tertawa kecil.     

Rudi ikut tertawa mendengarnya. Pandangannya tertuju ke arah sebuah pintu. Dan saat melihat bayangan di sana sudah menghilang, ia merasa lebih lega.     

"Seseorang sedang menguping. Mungkin anak buah kakekmu," kata Rudi.     

"Itu sebabnya aku bilang aku bingung," jawab Jenny.     

"Tetapi apa yang aku katakan memang benar. Menikah denganku akan membuatmu hidup jauh lebih bahagia. Kalau kamu mau menikah dengan Jonathan, kamu harus berusaha dengan keras dan menggunakan identitasmu sebagai Keluarga Atmajaya agar tidak membebani jalan suksesnya. Kamu harus bersiap untuk semua halangan," kata Rudi.     

"Aku sudah siap. Aku siap untuk melakukan apa pun demi Paman Jonathan," kata Jenny sambil tersenyum.     

Rudi mengedikkan bahunya dan berkata dengan santai. "Baiklah kalau begitu. Kalau Jonathan tidak bisa membuatmu bahagia, ingat aku akan menjadi pilihan untukmu. Kalau sampai ada yang terjadi padamu dan Jonathan, jangan salahkan aku."     

Jenny tersenyum dan menepuk pundak Rudi. "Aku tidak akan menyalahkanmu. Nanti aku akan memperkenalkanmu pada salah satu temanku. Terima kasih kamu selalu menemaniku di saat aku sedang sedih. Kamu peduli padaku, melindungiku dan membantuku sehingga aku bisa menjadi lebih kuat untuk mengejar kebahagiaanku. Aku tidak peduli meski kamu dekat denganku hanya karena aku adalah anggota Keluarga Atmajaya atau karena benar-benar ingin berteman denganku."     

"Aku suka Jenny yang seperti ini," Rudi mengangguk dengan puas.     

"Bisakah aku meminjam ponselmu. Aku tidak bisa menelepon Paman Jonathan dengan ponselku karena kakek pasti mendengarkan semua percakapannya," tanya Jenny.     

Rudi langsung meminjamkan ponselnya pada Jenny sehingga Jenny bisa menelepon Jonathan dengan menggunakan ponsel Rudi itu.     

Saat mendapatkan panggilan dari Rudi, Jonathan pikir ada sesuatu yang mendesak. Sebenarnya saat ini ia sedang rapat. "Lanjutkan rapatnya. Saya akan menerima panggilan ini dulu!"     

Jonathan keluar dari ruangan rapat dengan ponsel di tangannya dan langsung menekan tombol jawab. "Rudi, ada apa?"     

Mendengar suara Jonathan dari seberang telepon, tanpa sadar mata Jenny terasa panas dan memerah. "Aku sangat merindukanmu."     

"Jenny? Bagaimana kabarmu? Aku berusaha untuk menghubungimu, tetapi sepertinya nomorku di block. Jangan khawatir, aku tidak akan menyerah," kata Jonathan dari telepon dengan suara yang lembut.     

"Aku tahu," jawab Jenny, tenggorokannya serasa tercekat.     

Tetapi ia yakin Jonathan mencintainya, sama seperti ia mencintai Jonathan.     

"Di mana kamu sekarang?" tanya Jonathan.     

"Aku kembali bekerja di kantor pusat Atmajaya Group. Aku akan mencari cara untuk bisa bertemu denganmu," kata Jenny.     

"Aku akan menemuimu."     

"Apakah kamu merindukan aku? Kakek ingin mengadakan perjodohan untukku. Kamu harus cepat datang ke rumahku!" Jenny tidak bisa mengendalikan dirinya dan menangis.     

"Apa yang Aiden katakan?" Jonathan tahu bahwa Aiden lah yang mengatur agar Jenny bisa kembali bekerja di Atmajaya Group.     

"Paman bilang kamu tidak benar-benar mencintaiku," Jenny merasa sangat sedih. "Tetapi aku yakin kamu mencintaiku."     

Mendengar suara tangis Jenny, hati Jonathan juga serasa remuk. "Jenny, jangan menangis. Aku akan ke tempatmu sekarang, tunggu aku."     

Jonathan bukanlah tipe pria romantis yang bisa menghibur kekasihnya dari telepon. Ia ingin menemui Jenny secara langsung, memeluknya dan membiarkan Jenny mengungkapkan semua perasaannya.     

"Walaupun aku boleh pergi ke kantor, aku masih tidak boleh pergi ke tempat lain. Ada banyak pengawal kakek yang mengikutiku dan kamu tidak akan bisa menemuiku. Tunggulah dengan sabar. Aku akan langsung menemuimu saat aku bisa keluar," setelah mengatakannya, Jenny mengakhiri panggilan.     

Semua orang bisa saja melarangnya untuk keluar, melarangnya untuk menemui Jonathan. Tetapi tidak ada satu orang pun yang bisa melarang hatinya untuk mencintai Jonathan.     

Saat ini, ia menolak untuk bertemu dengan Jonathan karena ia tidak mau Jonathan datang ke Atmajaya Group. Bima sedang berada di sana dan kalau sampai Bima bertemu dengan Jonathan, masalahnya akan menjadi semakin runyam.     

Jenny mengembalikan ponsel itu kepada Rudi dan kemudian berjalan menuju ke arah mobil. Bima menatap ke arah cucunya itu. Ia bisa melihat mata Jenny yang merah saat ia duduk di dalam mobil tanpa suara.     

Supirnya langsung membukakan pintu mobil untuk Jenny. Begitu masuk ke dalam mobil, Jenny langsung memeluk lengan Bima dan menangis sejadi-jadinya.     

Tangisan itu membuat hati Bima sedikit luluh, tetapi ia langsung mengeraskan hatinya lagi saat ia berpikir bahwa Jenny masih muda. Bima tidak mau Jenny memilih masa depan yang salah.     

"Jangan menangis. Meski langit terjatuh sekali pun, kakek akan menahannya untukmu. Kalau kakek sudah terlalu tua dan tidak kuat, masih ada paman dan kakakmu. Kamu adalah Keluarga Atmajaya dan tidak akan ada yang membuatmu sedih," Bima mengulurkan tangannya dan mengelus kepala Jenny.     

"Kakek, aku ingin bertemu dengan Jonathan. Aku benar-benar merindukannya," kata Jenny sambil menangis.     

"Kamu ini …" Bima menghela napas panjang.     

Hati Jenny benar-benar merasa sakit dan ia menangis semakin keras.     

Bima hanya menepuk pundaknya dan menghiburnya, tanpa mengatakan apa pun.     

"Bagaimana kalau kamu pulang saja dengan kakek? Tidak usah bekerja hari ini."     

"Tidak. Jam kerjaku masih belum selesai. Aku hanya ingin menangis. Dengan menangis, aku bisa merasa sedikit lega. Aku akan naik ke atas," Jenny hanya ingin membuat kakeknya merasa sedikit tertekan karena telah membuatnya sedih.     

Biam tertawa saat mendengarnya. "Jadi kamu sengaja menangis di hadapan kakek?"     

"Benar. Aku sudah selesai menangis sekarang. Aku akan pergi kerja. Kakek pulang saja," Jenny keluar dari mobil tersebut.     

…     

Di kantor CEO Srijaya Group.     

"Tuan, ini dokumen yang Anda inginkan," saat Jonathan masih memandang ponselnya dengan tatapan menerawang, sekretarisnya datang dan memberikan sebuah dokumen padanya.     

Jonathan memandang dokumen itu dengan tatapan kosong, sudah kehilangan moodnya untuk bekerja. Sebelumnya, ia menginginkan dokumen ini sebelum rapatnya dimulai.     

Tetapi saat rapat, ia mendapatkan panggilan dari Jenny dan sudah tidak ingin kembali lagi ke ruang rapat.     

"Apakah kamu tahu bagaimana bisa membuat seorang wanita merasa aman. Kalau itu kamu, apa yang kamu inginkan dari seorang pria?" tanya Jonathan secara tiba-tiba.     

Sekretaris itu membeku sesaat saat mendengar pertanyaan Jonathan yang mendadak. "Tuan, saya sudah punya kekasih."     

"Aku juga sudah punya kekasih. Tetapi sekarang kekasihku sedang sedih. Aku membutuhkan saranmu," kata Jonathan.     

Sekretaris itu akhirnya memahami apa yang Jonathan inginkan. "Selama Anda menghiburnya, menyayanginya, memperlakukannya lebih baik daripada biasanya, itu sudah cukup. Karena saya mencintai kekasih saya, hanya dengan sedikit cahaya kecil saja, itu sudah cukup untuk menyinari saya sepanjang waktu. Kalau saya sedih karena ada sesuatu yang terjadi, masalah itu sudah terjadi dan tidak bisa diubah lagi. Selama kekasih saya bersikap baik, saya sudah cukup bahagia."     

"Bersikap baik padanya, itu terlalu luas. Bagaimana aku bisa melakukannya?" gumam Jonathan.     

"Tuan, cinta bukan sesuatu yang bisa dibuktikan melalui kata-kata, tetapi ditunjukkan dari tindakan," sekretaris Jonathan itu baru memahami bahwa CEO nya sendiri sama sekali tidak memahami mengenai cinta.     

"Tetapi sekarang kami tidak bisa bertemu. Apa yang harus aku lakukan?"     

"Bagaimana kalau saya memesankan bunga untukmu? Kalau Anda bisa mengantarnya secara pribadi, itu akan lebih baik," kata sekretaris tersebut.     

Bibir Jonathan sedikit berkedut dan ia berkata, "Pesankan satu buket bunga setiap hari dan kirimkan ke Atmajaya Group untuk Nona Jenny."     

"Ah? Untuk Nona Jenny?"     

"Memangnya kenapa?" Jonathan mendengus dengan dingin.     

"Baik, Tuan. Saya akan menjaga rahasia Anda," sekretaris itu keluar dari ruang CEO dengan senyum di wajahnya.     

Identitas sebagai anak haram yang melekat di tubuh Jonathan tidak akan pernah bisa hilang. Tidak peduli seberapa keras ia berusaha, ia tidak akan pernah bisa menandingi Rudi.     

Tetpai Jenny sama sekali tidak peduli dengan semua ini.     

Ia tidak peduli dengan latar belakang Jonathan …     

Ia tidak peduli dengan pengalaman hidup Jonathan …     

Ia juga tidak peduli meski Jonathan sudah memiliki anak.     

Ia hanya mencintainya, tanpa syarat.     

Bagaimana mungkin Jonathan mengecewakannya?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.