Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Perosotan



Perosotan

0"Ibu akan mencoba memisahkan mereka dulu, tetapi kalau tidak bisa, ibu akan membantu mereka, kan?" tanya Anya.     

"Sudah malam. Kalian pulanglah. Cepat jemput Arka dan Aksa. Aku khawatir mereka di bawah pengawasan Nico," Indah sangat menyayangi kedua cucunya. Ia takut ada sesuatu yang terjadi di rumah Nico. Bagaimana kalau sampai cucunya terluka? Baginya, Nico tidak bisa diandalkan.     

Anya dan Aiden meninggalkan rumah Indah dan pergi untuk menjemput dua jagoan kecilnya di rumah Nico.     

Saat mereka hampir tiba di rumah Nico, mereka melihat Aksa melompat dari jendela lantai dua.     

"Ahhh!" Anya terkejut setengah mati. Ia berlari dengan cepat, berharap bisa menangkap putranya, tetapi masih selangkah lebih lambat.     

Aksa tidak terjatuh ke tanah, melainkan ke sebuah bantalan udara raksasa yang berada di bawah. Tetapi ia tidak bisa mengendalikan dirinya. Ia terpental, terjatuh, terpental dan terjatuh lagi, berulang kali.     

Dari lantai atas, Arka berteriak dengan keras. "Aksa minggirlah. Aku juga mau turun!"     

Aksa merasa sangat pusing dan ia tidak bisa berdiri sendiri. Itu sebabnya Arka tidak bisa turun.     

"Nico, apa yang kamu lakukan?" teriak Aiden dengan marah.     

"Paman, jangan khawatir. Aku menemani mereka. Aku juga sudah mencobanya sebelumnya, tidak akan ada bahaya," jawab Nico.     

Tara baru saja pulang ke rumah dan melihat Anya dan Aiden sedang berdiri di taman rumahnya. "Anya, kamu datang ke rumah?"     

"Tara, tolong periksa Aksa sekarang juga. Ia baru saja melompat dari jendela lantai dua," kata Anya dengan panik.     

Ketika mendengar hal ini, Tara langsung melemparkan tasnya ke tanah, "Di mana dia?"     

"Di bantalan udara," Nico menunjuk ke arah bantalan udara di bawah jendela.     

"Biar aku melihatnya," Tara langsung memanjat ke atas bantalan udara itu dan memeriksa Aksa.     

Saat Aksa melompat dari jendela lantai dua sebelumnya, Anya dan Aiden sama-sama berlari untuk menangkapnya. Tetapi jaraknya terlalu jauh untuk dicapai.     

Sekarang, mereka hanya bisa membiarkan Aksa di atas bantalan udara itu tanpa berani memindahkannya. Mereka takut malah akan membahayakannya.     

Tara memeriksa Aksa dengan sangat hati-hati dan menghela napas lega. "Tidak apa-apa. Ia hanya pusing karena melompat dari tempat tinggi."     

Sementara itu, Arka masih berada di jendela lantai dua. Saat mendengar bahwa Aksa merasa pusing, Arka langsung melangkah mundur dan menutup jendelanya.     

Nico terlihat seperti anak kecil yang sedang melakukan kesalahan. Ia tidak berani mengangkat kepalanya dan hanya bisa menundukkan kepalanya dengan takut.     

Setelah 10 menit kemudian, akhirnya Aksa terbangun dan muntah.     

"Nico, kamu sudah dewasa kan? Lihat apa yang kamu lakukan. Kamu membiarkan anak kecil untuk melompat dari jendela setinggi itu," kata Tara dengan marah.     

"Kak Nico juga mencobanya dan tidak terjadi apa-apa. Itu sebabnya kami juga ingin mencobanya," Arka berusaha untuk membela Nico.     

"Dia jauh lebih berat dari kamu dan bisa mendarat di bantalan itu dengan mengendalikan tubuhnya. Tetapi lihat Aksa, ia terus melambung dan mendarat berulang kali, tidak bisa berdiri sendiri. Apakah itu masih sama?" tanya Aiden dengan wajah serius.     

"Hari ini aku ada pasien VIP sehingga terlambat pulang. Aku tidak menyangka akan terjadi hal ini begitu tiba di rumah. Bantalan itu kami beli untuk perosotan dari kamar anak-anak menuju ke taman. Aku tidak menyangka ia akan menggunakannya terlebih dahulu agar Arka dan Aksa bisa melompat keluar dari jendela," Tara merasa sangat marah saat mengatakannya.     

Malam itu, Aiden benar-benar murka pada keponakannya yang bertubuh dewasa tetapi berhati anak-anak.     

Tara sedang tidak berada di rumah dan Nico benar-benar bodoh. Tetapi yang membuat Anya dan Aiden lebih marah lagi adalah karena tidak ada pelayan atau siapa pun yang menghentikan Nico. Atau setidaknya, para pelayan itu bisa menelepon Aiden atau Anya.     

Anya juga merasa marah dan langsung menegur kepala pelayan. "Kamu bisa bekerja di sini karena Kak Maria dan kamu hanya mau mengurus Nico serta anak-anaknya. Apakah di matamu anak-anakku bukan anak Keluarga Atmajaya?"     

Aiden tidak mau repot-repot menegur pelayan seperti itu, tetapi Anya tidak bisa menahan diri.     

"Nyonya, kami sudah bilang bahwa ini terlalu membahayakan. Tetapi Tuan Nico tidak mau mendengarkan kami. Kami tidak bisa berbuat apa-apa," kata kepala pelayan itu.     

"Kalau ia tidak mau mendengarkanmu, apakah kamu tidak bisa meneleponku? Apakah kamu tidak tahu nomor teleponku atau nomor telepon Aiden? Apakah kamu tidak bisa pergi ke rumahku untuk meneleponku? Kamu bisa menelepon siapa saja untuk menghentikan Nico. Tetapi apa yang kamu lakukan?" tanya Anya.     

"Nyonya, maafkan kami. Kami tidak berpikir panjang. Sekarang Tuan Muda Aksa sudah bangun. Tolong maafkan kami," kepala pelayan itu memohon.     

Ekspresi di wajah Anya terlihat dingin. Ini berhubungan dengan anak-anaknya dan ia tidak bisa menerimanya. "Apakah kalau Aksa sudah bangun, itu berarti kalian tidak bersalah? Kamu adalah kepala pelayan rumah ini dan kamu tahu bagaimana sifat Nico. Kamu bertanggung jawab untuk mengurus keluarga ini. Baik anak-anak Nico, atau pun anak-anak lain yang datang ke tempat ini, kamu bertanggung jawab untuk mengurus mereka dan melindungi mereka dari bahaya."     

"Nyonya, lain kali saya akan lebih berhari-hari. Percayalah pada saya. Nyonya Maria sendiri lah yang mengirim saya ke rumah ini. Ditambah lagi, Tuan Muda Arka dan Tuan Muda Aksa sangat nakal. Mereka tidak mau mendengarkan saya. Saya sudah berusaha untuk membujuk mereka sebelumnya …"     

"Pergilah. Kamu dipecat," Anya menyelanya.     

"Nyonya …" kepala pelayan tersebut terkejut.     

"Aku tahu kamu orang suruhan Kak Maria dan aku sendiri yang akan menjelaskannya pada Kak Maria. Kalau ia tahu apa yang terjadi hari ini, ia pasti akan membuat keputusan yang sama denganku. Hanya karena tamu yang datang hari ini nakal, kamu memutuskan untuk mengabaikannya? Setelah memasuki rumah ini, apa yang terjadi di rumah ini adalah tanggung jawabmu. Aku tahu kedua putraku nakal, tetapi mereka masih kecil. Mereka masih belum tahu apa yang membahayakan atau tidak untuk mereka," Anya berdiri dengan tegap dan dengan tatapan yang tegas. Setelah itu, ia menyuruh Tara untuk memberikan gaji terakhir kepala pelayan tersebut dan menyuruhnya pergi.     

Nico tidak berani mengatakan satu patah kata pun. Kepala pelayan itu adalah orang yang ikut merawatnya sejak dulu, tetapi ia tidak bisa membelanya.     

"Nico!" setelah kepala pelayan itu pergi, Anya memalingkan perhatiannya pada Nico.     

Nico melangkah maju, mendekati Anya dengan perasaan ketakutan.     

"Bibi, aku tahu aku salah. Jangan usir aku. Kalau aku pergi dari sini, anak-anakku tidak punya ayah lagi," Nico langsung memohon maaf pada Anya.     

"Kepala pelayan itu sendiri yang membuat dirinya dipecat. Ia tidak menjalankan tugasnya dengan benar. Apa kesalahanmu?" suara Anya terdengar sangat dingin.     

"Aku … Seharusnya aku memastikan bahwa proyek ini aman sebelum membiarkan anak-anak mencobanya," kata Nico.     

"Kalau kamu ingin membuat perosotan untuk anak-anakmu, kamu harus mencari pekerja profesional yang bisa menguji keselamatannya. Jangan membuat anak-anakmu celaka. Aku benar-benar ingin mengusirmu, tetapi ini adalah rumahmu dan aku tidak bisa melakukannya," Anya menghela napas panjang. "Aiden, ayo kita pulang."     

"Kalau Aksa lapar nanti malam, beri dia makan bubur dulu. Coba awasi dia, apakah ada reaksi lain yang terjadi. Kalau tidak ada, berarti dia baik-baik saja. Kalau ada yang terasa tidak nyaman, segera pergilah ke rumah sakit," sebelum Anya dan Aiden pulang, Tara memeriksa Aksa sekali lagi. Setelah memastikan tidak ada yang salah, ia membiarkan mereka berempat pergi.     

Setelah mereka semua pulang, Tara langsung memarahi Nico.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.