Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Segera Keluar dari Penjara



Segera Keluar dari Penjara

0Bima : Benar ia tidak membantu, tetapi ia bisa saja berdiri bersama denganku dan menentang hubungan mereka. Sayangnya ia tidak melakukan apa pun. Sebagai menantu Keluarga Atmajaya, seharusnya ia punya kesadaran.     

Melihat Bima menegur istrinya, Aiden menjadi orang pertama yang membela.     

Aiden : Kamu yang seharusnya punya kesadaran. Anya adalah istriku. Ia hanya perlu melakukan tugasnya sebagai seorang istri dan seorang ibu. Apakah dengan menikah dengan Keluarga Atmajaya, ia harus melupakan keluarganya? Aku tidak memintanya untuk melakukan ini dan kamu juga tidak bisa menuntutnya untuk melakukan hal ini.     

Bima: Ini karena dia terlalu terbiasa bersama dengan Anya sehingga memanfaatkan statusnya sebagai saudara Anya. Ia adalah seorang duda dengan anak. Berani-beraninya ia ingin menikah dengan anggota Keluarga Atmajaya.     

Nico tidak bisa menahan diri lagi dan akhirnya ikut menjawab.     

Nico : Kakek, walaupun aku juga tidak setuju dengan hubungan Jenny dan Jonathan, kamu tidak berhak mengatakan hal itu. Kita semua tahu kemampuan Jonathan. Ia jujur dan bertanggung jawab. Walaupun ia sudah memiliki anak, banyak keluarga besar yang ingin menikahi putri mereka pada Jonathan. Kalau ia tidak punya anak, ia bahkan tidak akan melirik Jenny. Apa coba yang Jenny miliki?     

Saat ini ponsel Jenny sedang disita oleh kakeknya sehingga ia tidak bisa melihat Nico sedang menghinanya. Kalau tidak ia pasti sudah sangat marah.     

Bima langsung tidak terima melihat cucunya dihina.     

Bima : Kakak macam apa kamu? Jenny masih muda dan sangat cantik. Ia memiliki Keluarga Atmajaya dan ia lulus dari sekolah ternama.     

Aiden mencibir saat melihatnya.     

Aiden : Yang kamu lihat hanyalah penampilan luar dari Jenny. Kamu bahkan tidak bisa mengatakan kepribadiannya yang mana yang baik untukmu.     

Bima : Putri Keluarga Atmajaya tidak perlu bekerja dan bersusah payah. Tidak punya kemampuan bekerja pun tidak apa-apa. Mereka juga tidak perlu melakukan pekerjaan rumah. Hanya perlu menjaga kecantikannya.     

Nadine : Kakek, aku bertemu dengan Jenny tadi siang. Aku tidak tahu kalau ia berniat bertemu dengan Jonathan. Ini semua karena kelalaianku. Jangan salahkan bibi. Selain itu, kami tidak memintamu untuk menyukai Jonathan, tetapi jangan merendahkan orang lain. Ia adalah pria yang baik. Baginya, Jenny bukan pilihan terbaik, tetapi ia masih tetap memilih Jenny. Kalau bukan cinta sejati, lalu apa?     

…     

Anya membaca semua chat itu satu per satu. Nadine adalah menjadi orang terakhir yang mengakhiri pembicaraan tersebut. Setelah melontarkan kalimatnya itu, tidak ada satu orang pun di grup yang berbicara lagi.     

Sepertinya Keluarga Atmajaya masih belum mengenal betul mengenai Jenny.     

Anya tidak tahu apakah ia harus menjawab di grup atau tidak.     

Apakah ia harus menunjukkan sikapnya? Membantu atau menentang?     

Apakah ia tidak bisa berada di tengah-tengah, bersikap netral, tanpa menunjukkan pembelaan terhadap salah satu pihak?     

Pada saat itu, Aiden mengirimkan pesan padanya.     

Aiden : Apakah kamu sudah bangun? Tidak usah melihat grup dan tidak usah menjawabnya.     

Anya tersenyum melihatnya. Aiden memang selalu tahu apa yang ia pikirkan.     

Anya : Baiklah, suamiku.     

Sudut bibir Aiden sedikit naik, membentuk senyuman.     

Anya : Nanti malam, saat aku pergi ke rumah ibu untuk makan malam, mungkin aku akan membahas masalah Jonathan dan Jenny. Jam berapa aku akan kembali?     

Aiden : Arka dan Aksa masih belum mau pulang. Kelasnya selesai jam 5.     

Setelah menjawab pesan tersebut, Anya turun ke lantai bawah untuk makan buah dan kemudian mengurung dirinya di ruang parfum.     

Ia jarang sekali mengkhawatirkan pertumbuhan kedua putranya karena Aiden selalu menemani mereka.     

Di akhir pekan seperti ini, Aiden sendiri yang mengantar Arka dan Aksa untuk mengikuti kelas. Bukan kelas untuk belajar secara resmi, tetapi lebih ke arah bersosialisasi dan sebagainya.     

Sebagai anak laki-laki, Arka dan Aksa mulai menunjukkan ketertarikan pada olahraga dan berbagai permainan bola. Sementara itu, Anya sangat buruk dalam hal tersebut. Sehingga akhirnya Aiden yang menemani mereka untuk bermain.     

Sekitar jam setengah enam malam, Aiden, Arka dan Aksa tiba di rumah.     

Arka dan Aksa sudah mandi di sekolahnya sehingga setelah meletakkan barang-barang yang mereka bawa, mereka bisa langsung pergi makan.     

"Ibu, apakah kita akan makan malam di rumah Nenek Diana?" tanya Aksa.     

"Apakah kamu mau makan masakan Nenek Diana? Kamu pasti ingin makan burung dara goreng buatan nenek ya," goda Arka.     

"Kakak, bukankah kamu juga sama?" Aksa menarik tangan kakaknya.     

"Kalian berdua, sudah, jangan saling menggoda. Malam ini kita akan pergi ke rumah Nenek Indah. Kalau kamu merindukan Nenek Diana, kita bisa pergi ke rumahnya besok. Malam seperti ini, kita tidak bisa mendapatkan burung dara," kata Anya.     

"Apakah kita boleh ikut menangkap burung daranya?" tanya Aksa.     

Arka langsung menimpali. "Iya, ibu. Aku juga akan menjaga Aksa. Tidak akan ada yang terjadi. Biarkan kami pergi bermain."     

Aiden tertawa melihat kedua putranya yang semakin lama semakin nakal. "Kalian benar-benar ingin pergi?"     

"Iya!" jawab dua anak tersebut secara bersamaan.     

"Besok pagi, biar ayah yang menemani kalian," kata Aiden.     

Anya hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan kesal. "Kamu terlalu memanjakan mereka."     

Aiden memeluk pinggang Anya dan mengecup pipinya. "Jangan khawatir, tidak akan ada yang terjadi."     

"Aku tidak tahu lagi," Anya menggelengkan kepalanya dengan tidak berdaya, tetapi tetap menelepon Diana.     

Mendengar bahwa dua cucunya akan datang besok, Diana merasa sangat gembira, "Biarkan mereka datang. Aku akan membuatkan makanan yang enak untuk mereka."     

Malam itu, Anya dan Aiden saling bergandengan tangan saat berjalan menuju ke rumah Indah, sementara Arka dan Aksa berlarian di depan mereka.     

Mason dan Madison bisa mendengar suara Arka dan Aksa dari rumah mereka. Mereka langsung berlari keluar dan bertanya. "Kalian mau ke mana?"     

"Mau ke rumah Nenek Indah untuk makan malam. Nanti kita main lagi setelah pulang."     

"Kami juga ingin ikut," teriak Mason dan Madison bersamaan.     

"Nico, keluargamu sering menumpang makan di rumah keluargaku. Sekarang kamu juga mau ikut ke rumah ibuku?" teriak Anya dengan sengaja.     

Nico tertawa kecil. "Tidak, aku tidak akan ikut. Nanti Nenek Indah tidak akan mau menerimaku lagi di rumahnya." Setelah itu, ia melanjutkan. "Aku tahu kalian mau berbicara dengan Nenek Indah. Biar aku menjemput Arka dan Aksa nanti."     

Indah merasa sangat senang bisa bertemu dengan kedua cucunya.     

Ditambah lagi, kedua cucunya itu makan dengan sangat lahap ketika mencium aroma masakan yang harum.     

Setelah makan malam, Nico datang dan membawa Arka dan Aksa pergi, membiarkan orang-orang dewasa untuk berbicara.     

Di sofa ruang keluarga, seorang pelayan membawakan minuman dan buah-buahan. Setelah itu, ia menyuruh semua orang untuk pergi, agar tidak bisa mendengar pembicaraan mereka.     

"Ibu, apakah kamu memanggil kami hari ini karena masalah Kak Jonathan?" Anya sudah tahu apa yang ibunya akan bicarakan.     

"Aku ingin membicarakan mengenai ayahmu. Ia akan segera dibebaskan dari penjara lebih awal karena selama masa tahanannya ia tidak pernah membuat masalah dan memberi kontribusi yang besar," kata Indah dengan suara pelan.     

Anya memandang ke arah Aiden dan suaminya itu mengangguk, mengkonfirmasi bahwa apa yang dikatakan oleh ibunya itu benar.     

"Ayah akan segera keluar dari penjara, tetapi mengapa ibu tidak terlihat senang?" tanya Anya.     

"Kematian Keara membuat ayahmu menganggap bahwa aku lah yang tidak menjaga Keara baik-baik. Katanya, aku lah yang menyebabkan kematian Keara," kata Indah, sambil tersenyum pahit.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.