Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Berbuat Jahat



Berbuat Jahat

0"Jenny, bangun!" kata Aiden sambil mengetuk pintu kamar Jenny.     

"Ini masih pagi. Aku masih mengantuk!" dalam keadaan masih setengah tidur, Jenny mengambil sebuah bantal untuk menutupi kepalanya dan ia kembali memejamkan matanya.     

"Ini sudah jam 10. Mana mau Kak Jonathan memiliki istri yang malas seperti kamu. Kamu pasti akan ditolaknya!" Anya yang berada di depan pintu kamar Jenny berkata dengan sabar.     

Jenny terdiam sejenak dan kemudian langsung membuka matanya. Ia langsung bangkit berdiri dari tempat tidurnya dan menghempaskan selimut yang ia kenakan. Sebelum ia sempat memakai sandalnya, ia langsung berlari ke arah pintu dengan kaki telanjang dan membuka pintu. Wajahnya terlihat penuh semangat dan antisipasi. "Bibi, apakah kakek sudah menyetujui hubunganku dengan Jonathan?"     

Aiden memandang Jenny yang rambutnya masih berantakan seperit sarang burung. "Apakah kamu segitu tidak sabarnya untuk menikah dengan Jonathan? Ia tidak sebaik itu."     

"Iya, aku sudah tidak sabar. Jonathan adalah pria yang terbaik di dunia ini," Jenny terlihat dimabuk cinta. "Jadi, apakah kakek sudah berubah pikiran dan setuju dengan pernikahanku?"     

"Tidak," jawab Aiden dengan singkat,padat dan jelas.     

"Lalu, apa yang kalian lakukan?" senyum di wajah Jenny langsung menghilang seketika dan ia kembali ke posturnya yang malas.     

Aiden hendak menegur keponakannya itu. Tetapi saat melihat suasana yang menegangkan, Anya langsung melangkah maju dan tersenyum, menghalangi suaminya untuk berbicara. "Jenny, dua hari lalu, kamu ingin makan croissant isi stroberi, kan? Aku minta tolong pada pamanmu untuk membelikannya. Ayo bangun dan sarapan. Nanti kamu sakit kalau tidak sarapan."     

Jenny mengeluh dan memeluk lengan Anya. "Bibi sangat baik padaku! Bibi, aku sangat bosan di rumah. Apa lagi yang bisa aku lakukan selain tidur. Aku ingin pergi shopping bersama dengan Tiara, tetapi kakek tidak mengijinkanku keluar rumah. Aku tidak ingin tinggal di rumah lagi. Tinggal di rumah ini membuatku tercekik."     

Jenny mengeluh pada Anya, tetapi sebenarnya diam-diam ia melirik ke arah Aiden dan meminta tolong padanya.     

"Aiden, biarkan Jenny sesekali keluar rumah. Masa kamu ingin mengurungnya di rumah untuk selamanya?" Anya juga tidak bisa menahan semua ini. ia merasa kasihan pada Jenny.     

Setelah mendengar ini, Jenny langsung menganggukkan kepalanya berulang kali dan memandang Aiden dengan tatapan memelas.     

Akhirnya, Aiden setuju untuk membantu Jenny meminta ijin pada Bima.     

Di lantai bawah, Bima sudah mendengar bahwa Aiden mau memberi ijin bagi Jenny untuk keluar.     

"Aku hanya memperbolehkannya keluar untuk bekerja di perusahaan, tetapi aku tidak mau Jenny pergi ke mana pun. Ia sudah lama pergi dari Indonesia. Bukankah seharusnya ia tinggal di rumah dan menemani kakeknya di akhir pekan? Ibunya juga membutuhkan seseorang untuk menemaninya," kata Bima.     

"Ayah, kamu hanya bilang bahwa ia tidak boleh bertemu dengan Jonathan dan kamu tidak bilang bahwa Jenny juga dilarang untuk bertemu dengan temannya. Ditambah lagi, dengan pengawalmu di sekitarnya, kamu tahu dengan siapa Jenny pergi," pada akhirnya, Maria juga membantu untuk membujuk Bima sehingga Bima pun setuju.     

Jenny langsung bangun dan mandi. Setelah itu, ia mengeringkan rambutnya, membuka lemari bajunya sambil bersenandung.     

Ia mengambil sebuah celana jeans berwarna biru muda dan atasan baseball berwarna putih. Ia merias wajahnya dengan riasan yang sederhana dan memakai sepatu berwarna putih sebelum keluar dari kamar.     

Begitu tahu bahwa ia bisa keluar dari rumah, Jenny terlihat seperti seekor burung yang terbebas dari kurungannya. Ia benar-benar gembira.     

Sebelum pergi dari rumah, Bima berulang kali mengatakan pada para pengawalnya bahwa Jenny tidak diperbolehkan untnuk bertemu dengan Jonathan. Jenny dan Tiara hanya boleh pergi makan, shopping dan bersantai.     

Walaupun dalam hati Jenny merasa kesal, ia tetap bermulut manis di hadapan kakeknya. "Kakek, terima kasih sudah memberiku ijin. Saat pulang nanti, aku akan membawakan makanan enak untukmu."     

Bima membalasnya dengan dengusan dingin. "Jangan membuat aku marah. Kalau tidak, aku akan membuat Srijaya Group menghilang agar Jonathan dan putrinya tidak akan pernah muncul di hadapanku lagi."     

Wajah Anya langsung memucat mendengarnya. Ancaman Bima itu sudah keterlaluan, tetapi efeknya pada Jenny langsung berjalan.     

"Aku tidak akan berbuat macam-macam sampai kakek setuju. Aku kan anak yang patuh pada kakek," Jenny menampilkan wajah polosnya pada Bima sebelum keluar.     

Saat memikirkan bahwa ia bisa keluar rumah dan bertemu dengan temannya, Jenny merasa sangat gembira.     

Ia langsung menelepon Tiara begitu masuk ke dalam mobil. "Tiara, kakekku melarangku bertemu dengan Jonathan. Aku hanya bisa bertemu denganmu. Ayo kita bertemu di kafe."     

"Jenny, aku baru selesai bekerja jam 3 pagi. Lain kita, bisakah kita pergi sore saja?" meski demikian, Tiara tetap bangun dari tidurnya dan berangkat untuk bertemu dengan Jenny.     

Saat Jenny tiba di kafe, Tiara sudah menunggunya di sana terlebih dahulu karena tempat tinggalnya lebih dekat.     

Jenny meminta pengawal Bima untuk menunggu di luar. Ia tidak mau makan sambil diperhatikan dan diawasi oleh dua pengawal bertubuh besar. Itu akan terasa sangat aneh.     

Jenny berjalan ke arah Tiara, menepuk pundak sebelah kirinya dengan nakal, tetapi kemudian ia berpindah ke sebelah kanan.     

Mereka terbiasa melakukan hal ini saat masih sekolah dulu dan mereka sudah memahami satu sama lain. Tiara bahkan tidak berpikir dua kali untuk menoleh ke arah kanan dan melihat Jenny dengan senyum di wajahnya.     

Tiara langsung menggandeng tangan Jenny dengan alaminya dan berpura-pura mengeluh. "Hari ini kamu tiba-tiba saja mengajakku pergi. Aku harus merangkak keluar dari tempat tidurku karena aku sangat mengantuk. Tetapi saat aku tiba, kamu belum datang. Aku bahkan harus menunggumu setengah jam!"     

Jenny berpura-pura tersentuh. "Oh, apa yang membuat gadis muda sepertimu menunggu di kafe selama setengah jam? Apakah itu cinta? Atau tanggung jawab?"     

Tiara berusaha untuk menahan senyumnya, tetapi senyum itu sedikit mengintip dari ujung bibirnya. Ia berpura-pura kesal. "Mengapa aku punya teman sepertimu?" gerutunya.     

Jenny tertawa melihatnya dan langsung mengarahkan tangan Tiara ke dadanya. Ia berpura-pura sakit hati. "Tiara, mengapa kamu begitu baik padaku? Mungkin kita sudah ditakdirkan untuk bersama. Ayo, hari ini aku akan mentraktirmu makan apa pun yang kamu mau! Aku benar-benar kelaparan setengah mati. Aku bahkan belum sarapan."     

"Jenny, apa yang sudah kamu perbuat? Apakah keluargamu melarangmu untuk makan?" mata Tiara terbelalak lebar saat memandang temannya dengan kasihan.     

"Bagaimana mungkin aku tidak diijinkan makan. Aku hanya bangun terlambat. Aku juga terlalu bersemangat untuk bertemu denganmu sehingga tidak sempat sarapan. Beberapa hari terakhir ini, aku hanya berada di rumah sehingga sesak rasanya," Jenny meminum es lemon tea yang sudah ada di meja. "Ayo kita pesan dulu. Nanti kita mengobrol sambil makan. Aku rasa aku bisa menghabiskan semua makanan di kafe ini."     

Tiara menyentil dahi sahabatnya itu dan berkata, "Aku tahu. Dasar kamu rakus."     

Setelah itu, Tiara mengangkat tangannya untuk memanggil pelayan. Seorang pelayan langsung merekomendasikan satu set makanan untuk dua orang. Setelah pelayan itu pergi, Tiara pindah tempat duduk ke sebelah Jenny dan menggenggam tangannya saat bertanya dengan penuh semangat. "Cepat ceritakan padaku apa yang terjadi. Aku dengar pamanmu memukul Paman Jonathan. Apakah Paman Jonathan melakukan sesuatu padamu?"     

"Mana mungkin Paman Jonathan melakukan sesuatu yang buruk padaku?" Jenny tidak bisa terima saat mendengar ada orang lain yang menjelekkan Jonathan. Tanpa perlu berpikir panjang, ia langsung membelanya.     

Ia mengatakannya dengan sangat keras sehingga menarik perhatian semua orang di sekitarnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.