Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Mengacaukan Pikiranku



Mengacaukan Pikiranku

0Setelah memakai lipstik, Jenny berulang kali merapikan rambutnya dan memandang wajahnya.     

"Tidak perlu dilihat lagi, kamu sudah cantik!" Maria merasa putrinya sangat menggemaskan.     

"Ibu, apakah aku perlu menggunakan foundation? Sepertinya wajahku terlihat pucat dan kusam. Aku ingin terlihat cantik," akhirnya Jenny menggunakan sedikit riasan di wajahnya.     

Maria memandang piyama yang Jenny kenakan. "Kamu akan turun dengan piyama?"     

"Jonathan belum pernah melihat aku menggunakan piyama dan mengenakan sandal rumah dengan rambut yang terurai," Jenny merasa sangat puas dengan penampilannya.     

Maria mengangguk. "Aku tidak akan mengganggu kalian. Aku akan kembali ke kamarku dan beristirahat. Tetapi ingat, ini adalah rumah Keluarga Atmajaya. Jangan melakukan hal yang macam-macam."     

"Jangan khawatir, ibu. Aku hanya akan menemaninya minum teh dan mengobrol di lantai bawah. Aku tidak akan mengajaknya ke kamarku." Jenny memahami apa yang ibunya khawatirkan dan langsung berjanji padanya.     

Maria menggeleng-gelengkan kepalanya melihat putrinya yang nakal. Rasanya seperti memiliki Nico versi wanita karena begitu miripnya kedua anaknya itu. "Dasar kamu ini …"     

"Ibu, terima kasih sudah mengijinkan Jonathan untuk masuk. Aku benar-benar mencintaimu. Selamat malam!" Jenny memeluk Maria sebelum turun ke lantai bawah dengan penuh semangat.     

Maria berdiri di pinggir tangga dan melihat putrinya yang sangat gembira. Ia menggelengkan kepalanya, tetapi senyum menghiasi wajahnya. Setelah itu, ia masuk ke dalam kamarnya dan beristirahat.     

Saat Jenny turun ke lantai bawah, ia tidak melihat Jonathan.     

"Di mana Jonathan?" tanya Jenny dengan panik.     

"Pulang …" kata salah satu pelayan.     

"Pulang? Di bawah hujan sederas ini?" seru Jenny dengan cemas. Ia belum sempat bertemu dengan Jonathan, mengapa ia sudah pulang?     

Salah satu pelayan lainnya, yang sedang membuatkan sup hangat untuk Jonathan, tertawa dan berkata, "Nona, Tuan Jonathan sedang berganti pakaian."     

Mereka hanya sedang menggoda Jenny.     

Jenny mendengar suara langkah kaki yang familier dan langsung berbalik, melihat Jonathan keluar dari ruangan di belakangnya sambil mengenakan kaos putih dan celana berwarna abu-abu.     

Jenny berlari ke arahnya sambil mengenakan sandal. Tidak peduli meski sandalnya lepas sekali pun, ia tetap berlari ke arah Jonathan. Ia langsung melompat dan melemparkan tubuhnya ke arah Jonathan.     

Jonathan langsung menangkapnya dan memeluknya.     

Tangan Jenny langsung memeluk leher Jonathan dan kakinya melingkari pinggang Jonathan, membiarkan Jonathan mengangkat tubuhnya dari lantai. Senyum di wajahnya terlihat sangat manis.     

"Apakah kamu merindukanku?" tanya Jenny.     

"Hmm …" jawab Jonathan sambil tersenyum.     

"Seberapa besar rindumu padaku?" tanya Jenny.     

Seorang pelayan mengambil sandal Jenny yang terlepas dan menaruhnya di dekat sofa. Setelah itu, ia mengajak semua pelayan lainnya untuk meninggalkan mereka berdua.     

"Kamu benar-benar tidak tahu malu. Ada begitu banyak orang di rumah ini, tetapi kamu masih bersikap seperti ini?" Jonathan menggendongnya menuju sofa dan meletakkanya di sana. Tangannya menyentuh kaki Jenny yang dingin karena kehilangan sandalnya.     

Jenny tertawa. "Sekarang sudah tidak ada orang. Mereka semua sudah pergi."     

"Dasar nakal!" Jonathan mengusap-usap kaki Jenny agar tidak kedinginan lagi.     

Di pegangan sofa, ada sebuah selimut tipis yang selalu tersedia di sana. Jonathan bangkit berdiri dan mengambil selimut itu. Setelah itu, ia memakaikan selimut itu ke kaki Jenny. "Akhir-akhir ini hujan terus turun dan cuaca menjadi dingin. Seharusnya kamu menggunakan pakaian yang lebih hangat."     

"Mengapa kamu jadi lebih cerewet dibandingkan ibuku?" Jenny tertawa kecil.     

"Hanya padamu. Aku tidak peduli kalau orang lain kedinginan. Tetapi kamu tidak boleh kedinginan!"     

"Siapa aku?"     

"Milikku ..."     

"Siapa kamu?"     

"Milikmu …"     

"Benar begitu? Jangan menyesali apa yang kamu katakan, ya! Kamu adalah milikku," Jenny mendekatinya dan bersandar di dada Jonathan. "Kapan kamu akan menikahiku?"     

"Aku akan langsung menikahimu begitu mendapatkan restu dari keluargamu," jawab Jonathan.     

Jenny merasa sangat bahagia. Ia langsung mencium bibir Jonathan dengan penuh semangat.     

Jonathan membalas ciuman itu, tetapi langsung berhenti begitu ia hendak kehilangan kendali.     

"Jenny, jangan membuat masalah," kata Jonathan dengan suara rendah.     

"Ayo kita ke atas. Kamarku ada di lantai dua," Jenny menarik tangan Jonathan, berusaha untuk mengajaknya bangkit berdiri dari sofa.     

"Jenny, aku tidak akan melakukan apa pun padamu sampai kita menikah nanti. Pamanmu pantas memukulku hari itu," Jonathan menarik kembali tangannya dan membawa Jenny kembali duduk di sofa. Ia melingkupi tubuh Jenny dengan selimut lagi. "Jangan bergerak."     

"Kamu terlalu kolot. Bagaimana kamu bisa melakukannya hari itu …" sebelum Jenny selesai berkata-kata, Jonathan langsung menutup mulutnya dengan ciuman.     

Setelah beberapa lama, akhirnya Jonathan melepaskannya. "Sulit untuk menahan diri."     

Jenny tertawa setelah mendengarnya.     

Malam itu adalah sebuah penderitaan besar bagi Jonathan.     

Tetapi ia berusaha keras untuk tidak melewati batas. Ia tidak menerima tawaran untuk pergi ke kamar Jenny di lantai atas.     

Mereka hanya saling berpelukan di sofa hingga subuh datang.     

…     

Di pagi hari, cahaya matahari sudah memasuki ruang keluarga rumah Keluarga Atmajaya. Para pelayan sudah bangun dan sedang membersihkan semua rumah, tetapi mereka tidak berani mendekat ke arah sofa.     

Begitu bangun, Maria keluar dari kamarnya dan mengintip ke arah ruang keluarga.     

Saat melihat Jenny sedang tertidur di pundak Jonathan dengan selimut membungkus tubuhnya, Maria mengeluarkan ponselnya dan memfoto mereka secara diam-diam. Setelah itu, ia mengirimkannya pada Bima.     

Bima sangat marah saat melihat foto itu dan langsung menelepon Maria.     

Suara dering telepon membangunkan dua orang yang sedang tertidur di sofa.     

"Ayah, kapan kamu akan pulang? Hari ini sangat cerah," kata Maria sambil tersenyum.     

"Siapa yang membiarkan Jonathan masuk ke dalam rumah dan memeluk cucuku? Suruh dia segera keluar dari rumah!" suara Bima terdengar dengan sangat keras dari ujung telepon.     

"Ayah, Jonathan adalah tamu. Kemarin malam hujan sangat deras dan ia datang untuk mengirim sayur-sayuran. Sayurannya sangat segar," Maria tersenyum dan tidak menganggap kemarahan Bima sebagai sesuatu yang serius.     

"Bukankah kita punya uang untuk membeli sayuran sendiri? Ia bukan datang untuk mengirim sayuran, tetapi untuk menculik cucuku. Dengan sedikit hadiah saja kamu sudah luluh," Bima merasa sangat kesal. "Besok aku akan pulang. Jaga Jenny baik-baik sampai aku pulang."     

"Baiklah. Kami semua akan menunggu kepulanganmu," kesabaran Maria membuat Bima merasa sedikit lebih tenang.     

Seorang pelayan membawakan baju ganti untuk Jonathan agar Jonathan bisa mandi.     

Setelah sarapan, Jenny meninggalkan semua pengawal Bima dan masuk ke mobil Jonathan. Tetapi pengawal Bima tetap mengikutinya dari belakang.     

Jenny duduk di kursi penumpang dengan tangan yang menopang kepalanya, terus memandang ke arah kekasihnya.     

"Apakah aku pernah bilang bahwa kamu sangat tampan?" tanya Jenny sambil tersenyum.     

Jonathan tertawa mendengarnya. "Orang-orang di keluargamu jauh lebih cantik dan tampan. Aku tidak ada artinya."     

"Nanti, kalau kita punya anak, anak-anak kita pasti akan sangat cantik dan tampan juga, kan?" Jenny mulai membayangkan masa depan mereka bersama. "Berapa anak yang kamu inginkan?"     

"Terserah kamu saja. Kamu yang akan melahirkan nantinya," kata Jonathan.     

Jenny tertawa mendengarnya. "Aku akan bertanya pada Alisa, apakah ia mau memiliki adik laki-laki atau perempuan."     

"Jenny, kita saja belum menikah, tetapi kamu sudah mulai memikirkan berapa anak yang kamu inginkan?" goda Jonathan.     

"Aku menyukaimu dan aku ingin memiliki anak denganmu. Mengapa aku tidak boleh membayangkannya? Jonathan, aku ingin mengandung anakmu!" teriak Jenny.     

Jonathan merasa tubuhnya panas saat mendengar kata-kata Jenny. "Dasar kamu ini. Jangan mengacaukan pikiranku!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.