Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Pria dengan Kata-Kata Romantis



Pria dengan Kata-Kata Romantis

0Di malam hari, Jenny akhirnya selesai bekerja dan keluar dari kantornya. Saat ia tiba di lobby, seorang resepsionis menghentikannya.     

"Nona Jenny, ada kiriman bunga untuk Anda. Tetapi pengawal Tuan Bima menghentikan pengirimnya untuk mengantar bunga itu," gadis resepsionis itu berbisik sambil memandang pengawal Bima yang bertampang sangar.     

Jenny menghampirinya dan melihat sebuah buket bunga mawar yang sangat besar. "Siapa yang mengirimnya?"     

"Saya tidak tahu. Tetapi seharusnya ada kartunya di dalam," kata resepsionis itu.     

Jenny memutar bunga tersebut dan menemukan kartu yang dimaksud. Saat ia membukanya, ekspresi di wajahnya langsung membeku.     

'Meski rambutmu memutih sekali pun, aku masih akan menggenggam tanganmu. Jonathan.'     

Tulisan tangan itu sangat indah, berani dan kuat. Ini pertama kalinya Jenny melihat Jonathan menuliskan sebuah kata-kata romantis untuknya. Ia sangat gembira!     

Di perjalanan pulang, Jenny memeluk bunga itu erat-erat dan senyum di wajahnya tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya.     

Keesokan harinya, saat ia pulang dari kerja, Jenny mendapatkan sebuah kiriman buket bunga lagi di resepsionis. Kali ini ia mendapatkan buket bunga mawar berwarna merah muda.     

'Saat aku mengenang masa lalu, aku berharap masa lalu itu adalah masa-masa indah bersama denganmu. Jonathan.'     

Jenny merasa sangat tersentuh saat membaca tulisan tersebut.     

Di hari ketiga Jenny selesai bekerja, ia mendapatkan bunga lagi. Kali ini, mawar yang ia terima berwarna biru.     

'Wajah indah yang tidak pernah bisa kulupa. Sehari tidak melihatnya saja, aku sudah menggila. Jonathan.'     

Jenny menangis sejadi-jadinya melihat kalimat itu dan berkata. "Antar aku ke Srijaya Group sekarang juga. Aku ingin bertemu dengannya."     

"Nona, Tuan Bima menyuruh saya untuk mengantar Anda pulang ke rumah," kata pengawal tersebut dengan bingung.     

"Aku ingin bertemu dengannya sekarang juga. Kamu harus membantuku untuk pergi dan jangan bilang pada kakekku," kata Jenny sambil menangis.     

"Nona, tolong jangan menyulitkan saya. Anda bisa telepon Tuan sendiri. Kalau Tuan setuju, saya akan mengantar Anda," kata pengawal tersebut dengan serius.     

Akhirnya, Jenny pulang sambil terus menangis. Ia tidak mau makan malam dan mengurung diri di kamarnya. Tidak peduli seberapa keras semua orang berusaha untuk membujuknya, ia tetap tidak mau keluar.     

Jam 8 malam, Maria niak ke lantai atas dan mengetuk pintu kamar putrinya. "Jenny, Jonathan datang."     

"Benarkah? Di mana?" tanya Jenny dengan penuh semangat.     

Maria menunjuk ke arah jendela di luar kamar Jenny dan memberikan sebuah teropong kecil padanya. "Sebenarnya, setiap hari ia datang ke rumah. Tetapi kakekmu tidak mau menemuinya dan tidak membiarkannya mendekat ke rumah."     

"Apa?" Jenny terkejut saat mendengarnya.     

"Sejak hari ia meminta restu pada kakekmu, ia datang setiap malam," kata Maria dengan tenang. "Kalau kamu benar-benar merindukannya, lihatlah dia."     

Jenny mengambil teropong itu dan melihat ke kejauhan.     

Di seberang jalan rumahnya, tepat di bawah sebuah pohon besar, ia melihat Jonathan sedang berdiri sendirian.     

Ia bersandar di badang mobilnya dan memandang ke arah rumah Keluarga Atmajaya. Arah yang ia lihat lekat-lekat adalah jendela kamarnya.     

Malam benar-benar gelap dan lampu jalan yang remang-remang membuat Jonathan tidak bisa melihat Jenny dengan jelas. Tetapi Jenny bisa melihatnya dengan jelas melalui teropongnya.     

Senyum muncul di bibir Jenny saat melihat pria yang dicintainya. Ternyata, setiap hari Jonathan datang ke rumahnya tanpa sepengetahuannya..     

"Kakekmu masih belum bisa menerimanya. Tetapi kakekmu baru tidur setelah Jonathan pergi dari rumah," kata Maria dengan suara lembut.     

"Kakek pasti ingin tahu seberapa lama Jonathan bisa bertahan," Jenny tersenyum dengan manis.     

Maria ikut tersenyum melihat putrinya. "Ibu juga ingin tahu seberapa besar keseriusan Jonathan untuk menikahi putri ibu."     

Jenny memandang Jonathan lekat-lekat dan bertanya pada ibunya. "Dari jam berapa Jonathan datang setiap harinya?"     

"Jamnya tidak menentu. Kadang lebih awal, kadang sedikit larut. Mungkin ia baru datang setelah ia kerja dan ia pulang tepat jam 11 malam," kata Maria.     

Waktu terus berjalan, hingga musim pun berganti. Di bawah hujan pun, Jonathan tetap menanti.     

Ia akan membawa hadiah setiap hari dan menitipkannya kepada pelayan di rumah. Setelah itu, ia akan menanti di mobilnya.     

Walaupun Bima tidak mau menemuinya, ia tetap menerima semua yang Jonathan kirimkan.     

Tentu saja seseorang harus menunjukkan kesopanannya saat bertamu ke rumah orang dan Jonathan tidak mungkin datang dengan tangan kosong.     

Akhir-akhir ini, Rudi merasa sangat bosan karena Jonathan lebih sering pergi dan tidak ada di rumah saat malam hari.     

Ia membeli rumah di dekat rumah Jonathan, berharap mereka bisa sering bertemu dan mengobrol atau minum-minum saat sedang bosan.     

Tetapi sejak kepulangan Jenny ke Indonesia, Jonathan banyak berubah.     

Walaupun Rudi sendiri lah yang memberi ide pada Jonathan untuk menunggu di depan rumah Keluarga Atmajaya, sekarang ia menyesalinya.     

Kalau Jonathan benar-benar berhasil, bukankah ia tidak memiliki kesempatan lagi.     

Saat ini, ia sedang berlari di atas treadmill dan kepikiran untuk menghubungi sahabatnya itu.     

"Bagaimana? Jam berapa kamu akan pulang?" tanya Rudi.     

"Aku sampai di rumah jam setengah 12. Ada apa? Apakah kamu mau minum?" Jonathan sudah menebak apa yang Rudi inginkan begitu meneleponnya.     

"Ya. Akhir-akhir ini kamu selalu pergi ke rumah Keluarga Atmajaya dan tidak punya waktu untuk minum denganku. Kebetulan aku baru saja mendapatkan sebotol anggur yang bagus hari ini," setelah itu, Rudi bertanya. "Apakah kakek Jenny masih tidak mau menemuimu?"     

"Iya, tetapi ia menerima buah-buahan dan vitamin yang aku kirimkan," kata Jonathan dengan optimis.     

"Terus kirimkan hadiah untuknya. Berpura-pura tebal muka saja. pada akhirnya ia juga akan luluh," Rudi turun dari treadmillnya. "Aku melihat ramalan cuaca dan sepertinya besok akan hujan deras. Apakah kamu masih akan pergi."     

"Aku tetap akan pergi. Mungkin besok kakek Jenny mau menemuiku," kata Jonathan.     

"Kamu ternyata bisa selicik ini," Rudi tertawa dengan keras.     

Seperti yang Rudi katakan, keesokan harinya, hujan deras mengguyur kota sehingga terjadi banjir di beberapa titik.     

Jam delapan malam, seperti biasanya, Jonathan pergi menuju ke rumah Keluarga Atmajaya.     

Biasanya, ia hanya butuh waktu setengah jam untuk tiba di sana. Tetapi hari ini sepertinya ia akan terlambat.     

Ia sengaja menggunakan mobilnya yang cukup tinggi hari ini agar tidak terjebak banjir. Tetapi jalanan cukup macet dan mobil-mobil menyetir dengan sangat hati-hati di hari hujan.     

Waktu hampir menunjukkan pukul 10 malam ketika mobil Jonathan tiba di depan rumah Keluarga Atmajaya.     

Hari ini, ia tidak membawa buah-buahan dan vitamin, melainkan sekotak sayur-sayuran.     

Ia tidak mau terlihat tidak tulus dengan mengirimkan hadiah yang sama. Bahkan ia menelepon rumah Keluarga Atmajaya dan menanyakan makanan apa yang mereka sukai sehingga ia bisa memilihkan sayur-sayuran untuknya.     

Seperti biasa, kepala pelayan dan seorang pelayan datang untuk menyambut Jonathan. Pelayan itu mengambil kotak yang Jonathan bawa dan kepala pelayan itu memegang sebuah payung untuk Jonathan.     

"Tuan, baju Anda basah. Bagaimana kalau Anda masuk dan minum teh dulu sambil menunggu baju Anda kering?" kata kepala pelayan tersebut.     

Jonathan menghela napas lega. Akhirnya ia bisa masuk juga.     

Tetapi saat ia masuk, ia menemukan bahwa ruang keluarga itu kosong. tidak ada siapa pun di sana.     

"Hari ini Tuan Bima pergi ke luar kota. Ia tidak menyukai hujan sehingga ia memutuskan untuk pergi berlibur. Ia tidak akan kembali sampai musim hujan berakhir," kata kepala pelayan tersebut.     

"Apakah Jenny ada di rumah?" sudah cukup lama Jonathan tidak bertemu dengan Jenny dan ia sangat merindukannya.     

"Silahkan ganti baju Anda dulu. Biar saya tanyakan kepada Nyonya Maria," kepala pelayan itu tidak langsung mengijinkan, sekaligus memberitahu Jonathan bahwa ia harus melewati Maria dulu kalau ingin bertemu dengan Jenny.     

Jonathan menunggu dengan sabar dan memberikan kunci mobilnya pada seorang pelayan. Tidak butuh waktu lama, pelayan tersebut mengambilkan baju ganti yang ada di mobilnya.     

Di kamar Jenny, Maria sedang duduk di pinggir tempat tidur Jenny sambil memandang putrinya. "Kamu merias wajahmu?"     

"Tidak, aku hanya akan pakai lipstik," Jenny mengeluarkan beberapa lipstik dan mencoba berbagai warna di punggung tangannya, dari warna yang muda hingga warna yang tua.     

Senyum menghiasi wajahnya. Ia benar-benar senang dan ingin Jonathan melihat penampilannya yang cantik malam ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.