Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Jadikan Aku Sebagai Milikmu



Jadikan Aku Sebagai Milikmu

0Kemarin malam, Jonathan benar-benar tidak melihat tubuh Jenny sama sekali. Ia sama sekali tidak berbohong saat mengatakan bahwa ia hanya sekedar mengganti baju Jenny karena Jenny muntah.     

Tetapi sekarang, ia bisa melihatnya dengan sangat jelas. Tidak ada satu jengkal pun dari tubuh Jenny yang terlewatkan oleh matanya.     

Memang benar seperti yang Jenny katakan, tubuhnya luar biasa indah. Selain wajah yang cantik dan penampilan yang menarik, Jenny memiliki tubuh yang sangat indah.     

"Mengapa kamu tidak melanjutkan? Apakah kamu takut?" Jenny memandang Jonathan dengan gugup.     

"Apakah kamu yakin ingin melanjutkan?" jawabnya sambil balas memandang Jenny. Tangannya berhenti bergerak.     

Jonathan tidak berani melanjutkannya. Setelah ia melepaskan pakaian Jenny dan melihat tubuhnya yang indah, ia tidak berani melanjutkan ke tahap berikutnya.     

Bagaimana pun juga, ia adalah pria berusia kepala tiga dan Jenny masih sangat muda di matanya. Selain itu, ia adalah seorang duda. Sedangkan Jenny adalah seorang gadis yang masih sangat polos dan dijaga baik-baik oleh keluarganya.     

Matanya terpaku pada Jenny, hanya berani memandang wajahnya saja. Matanya bahkan tidak berani berkelana ke tempat lain, meski di hadapannya ada mangsa yang sudah pasrah dan tidak berdaya.     

Jenny sedikit gugup, ini adalah pengalaman pertama untuknya. Tetapi matanya terlihat tegas seolah ia sudah membulatkan tekadnya.     

Menjadi milik Jonathan adalah hal yang sudah ia nantikan sejak dua tahun lalu.     

"Paman, aku ingin menjadi wanitamu. Biarkan aku menjadi kekasihmu," kata Jenny dengan berani.     

"Apakah kamu yakin? Kalau itu yang benar-benar kamu inginkan, aku akan bertanggung jawab padamu. Aku selamanya akan menjadi Paman Jonathan dan mencintaimu seperti Alisa," kata Jonathan dengan suara lembut.     

"Kamu memang selamanya akan menjadi pamanku. Kamu akan memperlakukanku seperti putrimu kan?" Jenny mengedipkan matanya dengan menggoda. Tidak peduli bagaimana dirinya di mata Jonathan, selama Jonathan mau menerimanya, ia sudah cukup puas.     

Jonathan mengangguk.     

"Paman, aku mencintaimu. Dua tahun terakhir ini, aku benar-benar merindukanmu. Selama dua tahun kita berpisah, perasaanku padamu tidak pernah berubah. Aku tidak pernah mencintai seseorang sebesar ini. Kamu bisa tetap menjadi Paman Jonathan untukku, asalkan kamu mencintaiku," Jenny tersenyum dengan malu-malu. "Sekarang, jadikan aku sebagai milikmu."     

Jonathan menundukkan kepalanya dan mengecup bibir Jenny dengan lembut. Semua kelembutan yang ia miliki dalam dirinya, hanya khusus untuk Jenny.     

Apa yang Aiden katakan memang benar. Jonathan memang memiliki sisi yang gelap di dalam dirinya.     

Ia sangat kejam, bahkan kepada ayahnya sendiri. Pada para pemegang saham di Srijaya Group dan pada para bawahannya ...     

Tetapi ia sangat lembut pada Jenny.     

Ia sangat tulus pada Anya dan Indah. Ia memberikan semua rasa cintanya pada Alisa. Ia akan membalas beribu-ribu kali lipat, pada orang yang berbuat baik kepadanya.     

Tetapi cinta dan kelembutannya, hanya untuk Jenny seorang.     

Jenny sangat sederhana dan hatinya dipenuhi dengan kebaikan. Tidak ada setitik debu pun pada hatinya yang begitu bersih. Sama seperti cahaya yang begitu terang, tidak peduli seberapa gelap hati Jonathan, Jenny adalah satu-satunya orang yang bisa meneranginya.     

Tidak hanya tangan mereka saja yang saling bertautan, tetapi sekujur tubuh mereka. Jonathan adalah seorang pria yang berpengalaman, sehingga ia tahu bagaimana cara memuaskan Jenny.     

Untuk pertama kalinya, Jenny merasakan rasa sakit dan kebahagiaan secara bersamaan. Menjadi milik Jonathan adalah kebahagiaan terbesar yang pernah ia rasakan dalam hidupnya.     

…     

Setelah mereka bercinta, Jonathan menggendong Jenny ke kamar mandi dan meletakkan tubuhnya di atas bathtub. Jenny menyandarkan tubuhnya dengan malas di sana, sudah kehilangan semua tenaganya.     

Walaupun tubuhnya masih terasa tidak nyaman, rasa sakit itu tidak seberapa dibandingkan kebahagiaan saat bisa bersama dengan Jonathan.     

Rasa tidak nyaman itu seolah menguap begitu saja.     

Setelah berendam air hangat dan membersihkan tubuhnya, Jenny keluar dari kamar mandi dengan handuk yang membalut tubuhnya.     

Tidak seperti Jonathan yang sebelumnya, yang selalu menghindarinya, kali ini Jonathan langsung menghampirinya dan memeluknya. Ia mengajak Jenny untuk duduk di tempat tidur.     

"Dua tahun lalu, aku memaksamu untuk pergi karena aku tidak ingin membebani hidupmu. Aku merasa tidak pantas bersama denganmu. Sekarang, aku mau bertanggung jawab atas kamu."     

Mendengar kata-kata Jonathan, mata Jenny memerah. Ia merasa tersentuh karena akhirnya cintanya yang sudah lama berakar di hatinya akhirnya terbalaskan.     

"Aku tahu. Aku tahu kamu sengaja menggunakan Sherry untuk memaksaku pergi."     

"Aku tidak mau kehilanganmu lagi. Aku akan meminta persetujuan dari keluargamu," Jonathan memeluk Jenny dan berbisik di telinganya.     

Air mata Jenny mengalir dengan begitu deras. "Paman, aku benar-benar mencintaimu. Aku pikir kamu tidak akan pernah membalas perasaanku. Semua orang menyuruhku untuk menyerah, tetapi aku tetap menunggumu. Aku akan selalu mencintaimu …"     

"Jenny …" Jonathan memegang pipi Jenny dengan kedua tangannya dan menghapus air mata dengan lembut. "Jangan menangis."     

Meski air mata membanjiri wajahnya, bibir Jenny dihiasi dengan senyum yang sangat manis. Ia mengecup bibir Jonathan.     

Mereka berbaring di atas tempat tidur dan saling berpelukan. Akhirnya mereka keluar dari apartemen tersebut karena mereka merasa lapar.     

Jenny kembali mengenakan sepatu hak tingginya, tetapi kali ini ia sedikit kesulitan untuk berjalan. Pinggangnya terasa sangat sakit dan kakinya pegal.     

Jonathan langsung menggendongnya dan memandangnya sambil tersenyum. "Sakit?"     

"Jangan bertanya!" Jenny menguburkan wajahnya di pelukan Jonathan dan memukulnya sekali.     

Jonathan terkekeh. Ia menundukkan kepalanya dan mengecup puncak kepala Jenny. Setelah itu, ia menggendongnya hingga ke tempat parkir mobil.     

"Aku akan mengantarmu pulang dulu. Sebelum ulang tahunmu, aku akan mengunjungi Keluarga Atmajaya."     

Jenny mengangguk dengan malu-malu dan kemudian bertanya. "Bagaimana kalau kakek dan ibuku tidak setuju?"     

"Aku akan membawamu untuk kawin lari," jawab Jonathan.     

"Apakah kamu serius?" Jenny tidak terlihat takut sama sekali, malah terlihat bersemangat.     

Jonathan mengangguk dan memberitahu rencananya pada Jenny. "Perusahaanku sudah bisa berjalan sendiri, aku bisa menyerahkannya pada seorang profesional. Kita bisa pergi ke luar negeri dan aku akan membuka cabang perusahaan di sana. Aku juga bisa mengendalikan perusahaan pusat dari sana."     

Karena ia sudah memutuskan untuk menerima cinta Jenny, ia akan melakukan apa pun untuk bertanggung jawab padanya.     

"Apakah kamu benar-benar rela melepaskan pekerjaanmu di sini demi aku?" Jenny memandang Jonathan dengan tidak percaya.     

Jonathan mengangguk. "Aku akan selalu memanjakanmu dan tidak akan pernah membuatmu sedih. Hal yang paling menakutkan bagiku adalah kehilanganmu untuk kedua kalinya. Aku tidak akan pernah membiarkan itu terjadi."     

Mata Jenny memerah lagi karena kata-kata manis itu.     

"Jangan menangis," kata Jonathan sambil tertawa. "Aku akan berusaha untuk mendapatkan restu dari keluargamu. Kalau tidak, kita bisa kawin lari."     

Jonathan mengelus pipi Jenny dengan lembut. "Berhenti menangis. Aku ikut sedih melihatnya."     

Jenny mengangkat kepalanya dan menarik napas dalam-dalam. "Aku tidak menangis karena sedih. Aku hanya terlalu bahagia. Seharusnya aku tersenyum."     

Sebelum mengantar Jenny pulang, Jonathan menyempatkan diri untuk mampir ke KFC dan membelikan makanan untuk Jenny karena dari pagi mereka belum sarapan.     

"Alisa bilang kamu tidak suka kalau ada orang lain yang makan di mobil?" tanya Jenny dengan suara pelan.     

"Makanlah. Kamu bukan orang lain," kata Jonathan sambil memandang Jenny dengan penuh cinta.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.