Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Terus Menantang



Terus Menantang

0"Tuan, apakah Anda perlu saya jemput?" tanya asisten Jonathan.     

"Tidak perlu. Jenny sedang mabuk. Aku akan pulang dengan mobilnya. Tolong bawakan pulang mobilku," asisten Jonathan memegang kunci cadangan dari mobilnya sehingga mobilnya itu tidak terlantar di tempat parkir selama semalaman.     

Asisten Jonathan tertawa kecil dan berkata, "Apakah Tuan membuat Nona Jenny marah lagi? sebentar lagi adalah hari ulang tahun Nona Jenny. Mungkin Tuan bisa menyiapkan sesuatu untuknya."     

Selama dua tahun terakhir, Jenny menanti Jonathan, sama halnya dengan Jonathan yang menanti kepulangan Jenny.     

Kalau perasaannya tidak berubah, Jonathan berniat untuk mengejarnya.     

Karena bukan hanya Jenny saja yang jatuh cinta pada Jonathan, tetapi Jonathan juga merasakan hal yang sama.     

"Jangan banyak bicara. Tidak usah campuri urusanku," kata Jonathan dengan suara dingin.     

"Tuan, saya peduli pada Anda. Apakah Anda mau memesan cincin berlian untuk melamar Nona Jenny pada hari ulang tahunnya?" tanya asisten tersebut.     

Jonathan tidak menjawabnya. Ia langsung menutup panggilan tersebut dan menyimpan ponselnya kembali.     

Matanya melirik ke arah Jenny yang sedang bersandar di kursinya. Ia terus bergerak-gerak, seolah merasa tidak nyaman dengan kondisinya saat ini.     

"Jenny, minum air ini sedikit," Jonathan mengambil sebuah botol air minum dan memberikannya pada Jenny.     

"Aku tidak mau minum. Aku mau kamu," dengan kekuatan anggur yang ia minum sebelumnya, Jenny memeluk leher Jonathan dan mencium bibirnya.     

Jonathan berusaha untuk menghindar, tetapi kali ini ia kalah cepat. Ia hanya bisa menghela napas panjang dan mengelus pipi Jenny dengan lembut. "Mengapa kamu minum begitu banyak?"     

Jenny hanya bisa bersandar di pundak Jonathan dengan lemah dan otaknya terasa setengah sadar. "Mengapa aku bisa mencintaimu seperti ini? Sudah dua tahun berlalu, tetapi mengapa perasaan ini belum hilang juga."     

"Apakah kamu mau mencintaiku lebih lama?" tanya Jonathan secara tiba-tiba.     

"Selama itu kamu, aku akan mencintaimu seumur hidupku," Jenny bangkit berdiri dan kembali mencium bibir Jonathan. Kali ini, Jonathan tidak menghindar dan tidak mengelak.     

Ia membalas ciuman itu.     

Ia bisa merasakan anggur yang tersisa dari bibir Jenny, anggur yang membuatnya merasa ikut mabuk kepayang.     

Tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya saat ini. Mungkin Jonathan sudah sendiri terlalu lama. Mungkin ia merindukan sosok pendamping yang bisa mendukungnya. Mungkin hatinya tergerak oleh cinta Jenny yang begitu tulus kepadanya.     

Malam itu, Jonathan tidak mengantar Jenny kembali ke rumahnya, tetapi membawanya ke apartemennya.     

Jonathan tinggal di sebuah apartemen mewah yang terletak di pusat kota. Ia lebih memilih tinggal di sana karena lokasinya yang lebih dekat dengan kantor sehingga ia tidak perlu buang-buang waktu di jalan.     

Apartemen itu tidak terlalu besar, tetapi cukup untuk dirinya yang sendiri.     

Jenny sangat mabuk saat itu. Ia tidak menyadari bahwa saat ini ia hanya berduaan bersama dengan Jonathan di apartemennya yang kosong. Ia bahkan tidak menyadari bahwa ciuman sebelumnya itu nyata.     

…     

Saat ia bangun, ia sedang berbaring di tempat tidur yang tidak ia kenal. Tetapi ia langsung mengetahui siapa pemilik tempat tidur tersebut karena Jonathan berbaring di sampingnya.     

Situasinya saat ini benar-benar seperti mimpi. Sprei berwarna putih, tirai berwarna putih, cahaya yang masuk dari jendela apartemen yang tinggi, membuat Jenny merasa seperti berada di atas langit.     

Ditambah lagi Jonathan sedang berbaring di sampingnya!     

Semua ini benar-benar mimpi yang indah!     

"Sudah bangun?" Jonathan membuka matanya. Suaranya yang serak karena baru bangun terdengar di telinga Jenny. Jenny langsung memandang ke arah wajah Jonathan yang tampan dan bertanya dengan sengaja. "Paman, apakah kamu sering membawa pulang wanita mabuk ke rumahmu?"     

"Kamu yang pertama. Kemarin kamu terlalu mabuk sehingga aku tidak berani mengantarmu pulang, khawatir kamu akan dimarahi oleh kakekmu. Rumah Bibi Diana terlalu jauh, jadi aku membawamu ke apartemenku. Lain kali jangan pergi ke bar lagi. Di sana tidak aman," Jonathan menguap saat mengatakannya. Ia tidak bisa tidur dengan tenang kemarin malam.     

Jenny membuka selimut yang ia kenakan. Saat ini, ia hanya mengenakan kemeja putih milik Jonathan, sementara itu Jonathan mengenakan baju tidurnya.     

"Siapa yang mengganti bajuku?" tanya Jenny dengan wajah memerah.     

Jonathan ikut malu mendengar pertanyaan itu. "Aku yang menggantinya. Jangan khawatir, aku mematikan lampunya dan tidak melihat sama sekali."     

"Mengapa kamu mengganti bajuku? Di tengah malam, tidak mengantarku pulang dan malah membawaku ke tempat tinggalmu. Selain itu, kamu juga mengganti bajuku. Apakah kita …"     

"Tidak. Kamu muntah kemarin. Aku sedang menggantung baju kita di balkon," Jonathan langsung menyelanya.     

Jenny memandang ke arah Jonathan dan berkata, "Meski kamu tidak menyalakan lampu dan tidak melihat, kamu masih bisa merasakan."     

"Tidak …"     

"Kamu tidak melakukan apa pun?"     

"Tidak …"     

"Apakah kamu sudah gila? Bisa menahan diri seperti itu? Aku tahu bahwa hubunganmu dengan Sherry hanyalah kebohongan belaka. Apakah kamu sepolos itu?" tanya Jenny sambil tertawa menggoda.     

Jonathan merasa dadanya terasa panas.     

Bagaimana mungkin ia sepolos itu? Ia juga seorang pria dewasa, yang memiliki anak.     

Kalau ia benar-benar polos dan tidak tahu apa-apa, bagaimana mungkin Alisa bisa lahir?     

Jonathan hanya menghormati Jenny dan tidak mau melakukan apa pun tanpa persetujuannya.     

Tetapi gadis kecil di hadapannya ini malah menertawainya.     

"Jangan bercanda seperti ini denganku. Ini sangat berbahaya," Jonathan menarik tangan Jenny dari tempat tidur agar Jenny segera mengganti pakaiannya.     

Jenny membiarkan Jonathan menariknya dari tempat tidur, tetapi begitu bangun, Jenny langsung melompat ke arahnya.     

Ia menggunakan kaki jenjangnya untuk melingkari pinggang Jonathan, memeluk leher Jonathan dengan kedua tangannya. Ia bergelantungan pada tubuh Jonathan.     

"Paman, aku tidur di tempat tidurmu. Apakah kamu tidak ingin melakukan apa pun padaku?" tanya Jenny sambil tersenyum.     

Tangan Jonathan berada di samping tubuhnya, sama sekali tidak berani menyentuh Jenny.     

Saat ini, Jenny hanya mengenakan kemeja putihnya saja. Jonathan tidak boleh menyentuhnya!     

Ia berkata dengan tidak berdaya. "Jenny, turunlah. Aku sudah terlambat. Aku ingin melihat apakah pakaianmu sudah kering."     

"Sayang sekali …" bisik Jenny sambil menguburkan kepalanya di dada Jonathan.     

"Apa?" Jonathan tidak memahaminya.     

"Kemarin malam kamu menolakku. Aku pergi ke bar, ingin mencari one night stand, tetapi kamu malah membawaku pulang. Kamu mengganti pakaianku, tetapi kamu tidak melakukan apa pun padaku," Jenny mengangkat kepalanya dan memandang Jonathan. "Kamu sangat jujur, ya!"     

Jonathan menarik napas dalam-dalam dan berkata. "Tidak. Aku hanya tidak mau mengambil kesempatan saat kamu sedang tidak sadar. Kamu benar-benar mabuk kemarin dan aku …"     

"Kamu tidak berani. Aku tahu …" Jenny tertawa.     

"Siapa bilang aku tidak berani? Aku hanya ingin menghormatimu," Jonathan mengoreksinya.     

"Katakan saja kamu tidak berani. Siapa yang membutuhkan rasa hormat darimu. Aku berharap kamu bisa sedikit liar. Apakah kamu sama sekali tidak bereaksi saat melepaskan semua bajuku? Tubuhku tidak jelek, kan?" Jenny memandangnya dengan penuh tantangan.     

Tubuh Jonathan kembali kaku mendengar tantangan itu.     

Ia adalah seorang pria baik-baik dan tidak akan pernah melakukan hal semacam itu tanpa seijin pasangannya.     

Karena bercinta bukanlah sesuatu yang dirasakan oleh satu pihak saja, tetapi juga membutuhkan persetujuan dari keduanya.     

Tetapi sekarang, Jenny malah berulang kali menantangnya.     

"Jenny, aku hitung sampai tiga. Kalau kamu tidak berhenti, kamu akan menyesalinya," dengan ekspresi yang dingin, Jonathan mulai menghitung. "Satu … Dua …"     

"Tiga! Pejamkan matamu!" Jenny langsung mencium bibir Jonathan.     

Mata Jonathan terbelalak lebar, tetapi Jenny tidak mau melepaskan ciumannya. Ia terus mengulum bibir Jonathan, membangkitkan gairahnya. Jonathan menidurkan tubuh Jenny di tempat tidur dan menguncinya di bawah tubuhnya sehingga Jenny tidak bisa bergerak.     

Senyum puas muncul di bibir Jenny.     

Tangannya berpindah ke arah baju tidur Jonathan dan melepaskannya, menunjukkan dada bidang Jonathan.     

Dan Jonathan melepaskan kancing di kemeja Jenny dengan menggunakan salah satu tangannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.