Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Eksperimen



Eksperimen

0"Kak, kapan kamu dan Kak Harris memiliki anak?" Jenny tiba-tiba saja bertanya pada Nadine.     

"Aku dan kakakmu masih ingin berdua. Mungkin dua tahun lagi," Harris merangkul pundak Nadine dan membawanya ke rengkuhannya dengan lembut.     

"Tetapi lihat Kak Nico dan Kak Tara. Setelah punya anak, mereka menjadi lebih bertanggung jawab. Rumah mereka juga terasa lebih ceria," kata Jenny.     

Diam-diam, Anya memandang ke arah Nadine. Melihat Nadine tertawa dan tidak memasukkan pertanyaan itu ke hati, Anya merasa jauh lebih tenang.     

Untung saja di rumah itu sudah ada empat anak kecil. Bima biasanya memang akan meminta Nadine dan Harris untuk mempertimbangkan keturunan, tetapi ia tidak mendesaknya.     

"Aku lihat Mason dan Madison berdiri dengan sangat tegak. Apakah ada yang melatihnya?" tanya Jenny.     

"Kakak dan kakak iparmu tidak punya pengalaman dengan anak-anak sehingga mereka memutuskan untuk mencari pengasuh profesional dan juga guru yang bisa mengajari kedua anaknya. Mereka ingin anak-anaknya memiliki postur tubuh yang bagus," kata Maria.     

Jenny langsung terkejut. "Bukankah mereka masih anak-anak? Seharusnya mereka masih bermain-main. Sungguh melelahkan!"     

Aiden juga memiliki dua anak, tetapi ia tidak mau mengajari anaknya terlalu serius seperti itu. Ia membiarkan anak-anaknya untuk bermain-main, sama seperti Nico saat ia masih kecil.     

Aiden dididik secara ketat sejak kecil sehingga ia begitu disiplin dan kehilangan kesenangan masa kecilnya. Itu sebabnya ia tidak ingin anak-anaknya merasakan masa kecil yang sama dengannya. Ia ingin anaknya menikmati masa kecil mereka dengan bebas.     

Sementara itu, Nico terlalu dimanja sejak kecil. Ia dan Tara tidak mau kedua anak mereka mengikuti jejak ayahnya yang terlalu nakal dan liar sehingga mereka mendidik kedua anaknya dengan lebih tegas.     

Empat anak di Keluarga Atmajaya dididik dengan cara yang berbeda, tetapi dengan tujuan kebaikan.     

"Aku khawatir anak-anak terlalu mirip denganku. Mereka bisa tumbuh menjadi anak yang nakal," saat Nico mengatakannya, tiba-tiba saja mereka semua mendengar suara ledakan dari lantai atas.     

Anya terkejut dan langsung berlari ke lantai atas.     

Aiden bergegas mengikutinya ke ruang bermain anak-anak. Saat masuk, ia melihat asap memenuhi ruangan tersebut. Arka dan Aksa mengenakan helm dan baju keamanan, berjalan keluar dari ruangan dengan tubuh yang penuh dengan debu.     

"Ada apa?" Anya merasa sangat lega saat melihat kedua putranya baik-baik saja. Tubuh mereka hanya terlihat sedikit kotor, tetapi tidak ada yang terjadi pada mereka.     

"Ibu, kami sedang melakukan percobaan. Kami membuat bom dengan menggunakan bubuk mesiu dari kembang api. Tetapi pancinya tidak cukup kuat untuk menahannya," kata Arka dengan tenang.     

"Tetapi bom-nya berhasil. Sayangnya kualitas panci dari dapur tidak terlalu bagus," lanjut Aksa dengan penuh semangat.     

"Pelayan, tolong mandikan Arka dan Aksa, dan ganti baju mereka. Suruh beberapa orang untuk merapikan ruangan bermain," kata Aiden.     

"Biar aku saja, Paman. Sepertinya anak-anak ini harus diajari dengan keras. Kalau tidak, mungkin saja kamar ini bisa hancur," Jenny langsung merasa bahwa didikan Nico jauh lebih baik. Meski sedikit keras, setidaknya Mason dan Madison tidak nakal seperti ini.     

Nakal sebenarnya tidak masalah, tetapi jangan sampai membahayakan orang lain.     

Setengah jam kemudian, Arka dan Aksa sudah berganti pakaian dan terlihat bersih. Mereka kembali menjadi dua anak kecil yang tampan, tidak nakal seperti sebelumnya.     

Arka langsung mengakui kesalahannya. Ia mengatakan bahwa ia tahu Nico menyimpan banyak kembang api di basement sehingga ia dan Aksa bekerja sama untuk membuat bom.     

Mereka juga menemukan helm kecil di basement. Bima membelikan berbagai macam mainan untuk para cucunya, termasuk mainan berupa mobil kecil dan motor kecil yang bisa dinaiki. Tidak lupa, Bima juga membeli perlengkapan keamanan agar cucu-cucunya aman kalau ingin menaiki mobil dan motor tersebut.     

Perlengkapan keamanan itu lah yang Arka dan Aksa gunakan untuk eksperimen yang membahayakan ini.     

Memang benar perlengkapan keamanan yang mereka gunakan cukup baik untuk melindungi mereka. Sayangnya, alat-alat yang mereka gunakan, terutama panci yang biasanya digunakan untuk memasak, bukanlah sesuatu yang bisa digunakan untuk membuat bom.     

Sepertinya, dua anak ini memiliki nyali yang sangat tinggi.     

Aiden memandang ke arah Aksa. "Ayah tidak melarang kalian melakukan eksperimen. Kalian bisa melakukan apa pun untuk menjawab rasa penasaran kalian."     

Di bawah pandangan ayahnya, Aksa langsung bersembunyi di balik tubuh kakaknya. "Tetapi eksperimennya berhasil," bisiknya.     

"Tetapi tidak seharusnya kalian melakukannya di rumah. Dan sebelum melakukan eksperimen, kalian harus memastikan bahwa kalian menggunakan alat-alat yang aman agar tidak terjadi kecelakaan. Apakah kalian memahami kesalahan kalian?" suara Aiden terdengar lebih dingin dari sebelumnya.     

"Kami mengerti," kata Arka dan Aksa secara bersamaan.     

"Sekarang ulurkan tangan kalian …" kata Anya.     

Aksa langsung menoleh ke arah Bima dan meminta bantuannya. "Kakek …"     

Bima menghela napas panjang. Ia sangat menyayangi kedua cucunya ini, tetapi tentu saja mereka harus dididik dengan lebih keras agar tidak membahayakan orang lain.     

Rasa penasaran itu baik, membuat anak kecil ingin lebih banyak belajar. Tetapi tidak baik kalau tidak diimbangi dengan kehati-hatian.     

"Jangan panggil kakek. Kalian hampir saja meledakkan rumah kakek. Apakah kalian senang?" gerutu Bima.     

Akhirnya, Arka dan Aksa mengulurkan kedua tangannya dan menerima pukulan ringan dari ayahnya. Pukulan itu tidak seberapa keras, tetapi cukup untuk memperingatkan bahwa apa yang mereka lakukan hari ini adalah sebuah kesalahan.     

Setelah menghukum mereka, Aiden menjelaskan mengenai aturan-aturan keselamatan. Bahwa Arka dan Aksa diperbolehkan untuk melakukan apa pun yang mereka inginkan, dengan catatan ada orang dewasa yang menemani dan menjaga mereka.     

Aiden tidak menyalahkan mereka atas rasa penasaran mereka. Ia mendukung kedua putranya untuk melakukan apa pun yang mereka inginkan, tetapi dengan syarat mereka melakukannya dengan aman.     

Oleh karena itu, hukuman yang Arka dan Aksa dapatkan bukannya membuat mereka membenci orang tuanya. Tetapi mereka malah mengajak Aiden bicara bagaimana mereka harus melakukan eksperimen selanjutnya, di mana mereka boleh melakukannya dan persiapan apa saja yang harus mereka lakukan.     

Aiden mengatakan pada mereka bahwa ia yang akan menyediakan semua perlengkapan untuk kedua putranya agar mereka aman. Ia sama sekali tidak menentang mengenai eksperimen apa yang ingin Arka dan Aksa lakukan, sama sekali tidak membatasi rasa penasaran dari kedua putra kecilnya itu.     

"Akhirnya aku tahu mengapa dua anak ini benar-benar nakal dan berani meledakkan rumah. Ternyata karena Paman mendukung mereka! Bibi, apakah kamu tidak khawatir?" kata Jenny.     

Anya hanya tertawa. "Aku juga melakukan banyak sekali percobaan di ruang parfumku. Kalau anak-anakku memiliki ide, tentu aku akan mendukung apa pun yang mereka inginkan. Mereka hanya terlalu muda dan tidak paham bahaya. Itu sebabnya ada aku dan Aiden yang akan mengajari mereka."     

"Apakah kalian tidak khawatir akan terjadi sesuatu?" tanya Jenny kepada semua orang di sekitarnya karena tidak ada satu pun yang membelanya.     

"Anak kecil memang nakal. Asalkan mereka tidak terluka, semuanya baik-baik saja. rasa penasaran akan membuat mereka semakin cerdas. Lagi pula, paman dan bibimu bisa menjaga mereka dengan baik. Aku juga tidak akan keberatan," kata Bima sambil tersenyum.     

"Jenny, kamu masih terlalu muda. Setelah kamu menikah dan memiliki anak, kamu akan mengerti," kata Maria sambil menggenggam tangan putrinya.     

"Aku tidak berniat menikah dan aku tidak akan memiliki anak. Anak-anak begitu nakal hingga mereka hampir saja menghancurkan rumah," setelah selesai mengatakannya, Jenny menarik ibunya ke arah dapur dan meminta ibunya untuk mengajarinya memasak.     

Anya merasa aneh saat melihat Jenny ingin belajar masak, seperti melihat matahari yang terbit dari barat. Namun, ia sadar diri bahwa ia juga tidak pandai memasak sehingga ia mengikut mereka ke dapur dan memperhatikan mereka. Siapa tahu, dengan begitu kemampuan masaknya bisa sedikit lebih baik.     

"Bibi, sebaiknya kamu menemani paman saja. Kamu akan tertawa kalau melihatku memasak. Kalau sampai aku meledakkan dapur, paman akan membunuhku kalau sampai aku membuatmu terluka," bujuk Jenny, berusaha untuk mengusir Anya dari dapur.     

…     

Keesokan harinya, Jenny bangun kesiangan karena masih menyesuaikan diri dengan perbedaan jam di luar negeri.     

Saat ia bangun keesokan harinya, ia melihat belasan panggilan tidak terjawab dari ponselnya yang ia silent. Semua panggilan itu berasal dari Rudi.     

Ia mengusap matanya yang masih kabur dan kemudian balas menelepon Rudi dengan wajah yang masih setengah sadar. Ia belum sempat membuka mulutnya ketika suara Rudi terdengar. "Jenny, apakah kamu baru bangun?"     

Jenny menggaruk kepalanya. "Mengapa kamu meneleponku? Aku masih jet lag."     

"Cepat bangun. Aku sudah memesan tempat di sebuah restoran dan mengajak Jonathan untuk bertemu," kata Rudi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.