Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Melahirkan



Melahirkan

0"Apakah kalian takut aku melarikan diri? Buat apa mengantarku sampai seperti ini? Setidaknya, berdirilah agak jauh dariku!" kata Jenny dengan marah pada seorang pengawal di belakangnya.     

"Maafkan kami, Nona. Ini adalah tanggung jawab kami untuk memastikan keselamatan Anda, " kata kepala pengawal itu tanpa sedikit pun ekspresi di wajahnya.     

Rudi memandang ke arah Jenny dan menghampirinya. "Mana bisa kamu melarikan diri? bahkan pesawat yang kamu gunakan adalah milik keluargamu."     

"Rudi, lihat mereka. Mereka memperlakukanku sebagai tawanan. Ini bukan melindungi namanya," bibir Jenny terlihat cemberut saat ia menggerutu.     

Melihat Rudi mengabaikannya, Jenny menoleh pada Anya. "Bibi, bagaimana kalau kita pergi ke Eropa sebentar sebelum aku sekolah? Aku masih ingin jalan-jalan."     

"Jenny, jangan nakal begitu. Semuanya sudah diatur oleh Kak Ivan, kamu hanya perlu berangkat dan masuk ke sekolah." Anya mendorong kopernya sambil membujuk Jenny.     

Ia khawatir keponakannya ini akan berubah pikiran lagi. Kalau Bima tahu, tekanan darahnya mungkin akan naik lagi.     

"Rudi, sebentar lagi kan ada hari libur. Apa yang akan kamu lakukan? Bagaimana kalau kita pergi ke Eropa dan bermain di sana?" Jenny memandang ke arah Rudi dengan matanya yang berbinar.     

Melihat mata itu dan senyum yang cerah di wajah Jenny, Rudi merasakan sedikit gejolak di hatinya. Ia ingin mengikuti Jenny dan pergi bermain ke Eropa.     

Saat Rudi terpana dalam pikirannya, Jenny merasa kesal karena tidak ada yang mau menurutinya. Ia menundukkan kepala dan berkata dengan suara pelan. "Apakah aku harus pergi sekolah ke luar negeri?"     

"Aku tidak mendengar apa yang kamu katakan? Kamu tidak mau sekolah? Kalau begitu, kita bisa melanjutkan pertunangan kita," Rudi tidak tahu harus menangis atau tertawa. Baginya, wanita seperti Jenny ini benar-benar aneh dan tidak terduga.     

Jenny tidak menjawabnya. Akhirnya Rudi mengambil koper Anya dan berpura-pura kembali. "Baiklah. Kita bisa kembali dan melanjutkan pesta pertunangannya. Ahh … Tidak usah bertunangan juga tidak apa-apa. Kita bisa langsung menikah dan memiliki anak …"     

Saat ia mengatakannya, Rudi mendekat ke arah Jenny dan menyandarkan kepalanya di pundak Jenny dengan sangat alami. Wajahnya penuh dengan niat buruk. Ia menunjukkan sederet giginya yang putih dan memandang Jenny dengan senyum nakal di wajahnya.     

Jenny langsung menegang dan memandang Rudi dengan waspada. Ia bisa merasakan bulu kuduk di tubuhnya berdiri dan sekujur tubuhnya merinding. Ia langsung merebut koper yang Rudi bawa dan berlari menuju ke pesawat Atmajaya Group tanpa menoleh ke belakang lagi. "Apa yang kamu katakan! Jangan bermimpi. Aku masih ingin belajar. Kalau aku tidak menyelesaikan sekolahku, aku tidak akan pernah kembali ke Indonesia."     

Dengan begitu, Jenny masuk ke dalam pesawat. Sebelum pergi, ia melambaikan tangannya dan mengucapkan selamat tinggal pada Anya dengan bibir yang masih cemberut.     

Kemudian, matanya beralih pada Rudi, menunjukkan wajah sangar seolah berusaha untuk menakuti Rudi.     

Saat pesawatnya lepas landas, air mata mengalir di wajah Jenny.     

Sebenarnya, ia tidak ingin pergi.     

Ia tidak ingin meninggalkan Indonesia.     

Ia tidak ingin pergi meninggalkan Jonathan.     

'Jonathan, kamu harus menungguku kembali,' bisik Jenny dalam hati.     

Di sisi lain, di sebuah mobil berwarna hitam, Jonathan melihat semua kejadian itu dan melihat pesawat Jenny lepas landas ke langit, dalam diam.     

Tidak ada yang tahu apa yang ia pikirkan saat ini.     

"Tuan, Anda sudah jauh-jauh datang. Mengapa tidak mengantar Nona Jenny secara langsung?" tanya asistennya yang duduk di kursi depan.     

"Tidak usah," lamunan Jonathan terganggu karena pertanyaan dari asistennya itu. Ia langsung melemparkan tatapan dingin dari kaca spion tengah, membuat asistennya itu ketakutan dan menutup mulutnya.     

Setelah itu, untuk memecahkan suasana yang canggung, ia segera mengubah pembicaraan. "Apakah kita akan kembali ke kantor? Atau Anda masih ingin di sini?"     

"Kembali ke kantor," kata Jonathan.     

Asisten tersebut segera mengendarai mobil dan meninggalkan bandara. Saat ia melirik dari kaca spion dan melihat tuannya, Jonathan menutup matanya dan menyandarkan tubuhnya ke tempat duduk. Terlihat sekali bahwa tuannya itu tidak ingin diganggu lagi.     

Ia tahu betul bahwa Jonathan adalah pria yang sulit untuk dipahami. Dan asistennya itu pun tidak berani menanyakan hal-hal yang tidak seharusnya ia tanyakan.     

Pada saat itu, Jonathan yang memejamkan matanya hanya bisa membayangkan senyum manis di wajah Jenny saat Jenny berada di sampingnya, saat Jenny menggandeng tangannya.     

Ia bisa mendengar suara Jenny yang jernih saat memanggilnya dengan sebutan 'Paman'. Suara itu terngiang-ngiang di telinganya.     

Perasaan itu membuatnya merasa gelisah dan frustasi. Tiba-tiba saja, ia seperti menyadari sesuatu dan kemudian tertawa pahit, seolah menertawai dirinya sendiri.     

Sepertinya, ia terlambat untuk menyadari semuanya.     

Ia terlambat, karena satu-satunya yang ia inginkan sudah pergi meninggalkannya.     

…     

Satu hari setelah Jenny pergi, Tara melahirkan sepasang anak kembar.     

Tara mengirimkan foto kedua anaknya pada Jenny begitu tahu bahwa Jenny sudah tidak berada di Indonesia lagi. Melihat kedua keponakannya, Jenny merasa sangat gembira.     

Kalau saja tidak dihalangi oleh pengawal Bima, mungkin Jenny sudah akan kembali ke pesawat dan pulang ke Indonesia.     

Tidak seperti Anya yang kesehatannya lemah, kesehatan Tara sangat baik. Meski ia mengandung anak kembar, ia bisa melahirkan secara normal.     

Anya merasa sangat iri melihatnya. Setelah melahirkan Arka dan Aksa, pemulihannya tidak secepat Tara.     

"Kita sama-sama wanita, sama-sama mengandung anak kembar. Mengapa kamu melahirkan dengan sangat mudah, sementara aku sangat sulit?" Anya melihat Tara sudah bisa berjalan-jalan. Dulu setelah melahirkan, Anya harus menghabiskan beberapa saat berbaring di tempat tidur dengan lemah.     

Tara tiba-tiba menyadari sesuatu saat memandang sahabatnya itu. "Apakah anakku akan memanggilmu dengan sebutan nenek?"     

"Mengapa nenek? Aku tidak setua itu!" Anya terkejut mendengarnya.     

"Tetapi menurut tingkatannya, kamu adalah nenek! Kamu kan bibi Nico. Jadi, anak-anakku dan Nico akan memanggilmu dengan sebutan nenek!" kata Tara sambil tertawa. "Sebagai nenek, tolong siapkan hadiah yang banyak untuk anak-anakku!"     

Anya menoleh ke arah suaminya. "Aiden, kita sudah menjadi kakek nenek."     

"Mengapa kamu terlihat tidak senang?" Aiden melihat wajah Anya yang berkerut.     

"Apakah kamu pernah melihat nenek-nenek semuda aku?" kata Anya sambil mengerutkan bibirnya.     

"Bibi, kamu tidak mau menjadi nenek atau kamu tidak mau memberikan hadiah untuk anak-anakku?" Nico keluar dari kamar mandi sambil membawa sebuah handuk hangat untuk menyeka wajah dan tangan Tara.     

"Tentu saja aku akan memberi hadiah! Tetapi kalian juga harus mendengarkan aku, karena aku jauh lebih tua dibandingkan kalian," kata Anya dengan bangga.     

Ruangan itu dipenuhi dengan tawa dan berita mengenai kelahiran anak Nico tersebar di seluruh kota.     

Semua orang merasa sangat iri dengan Bima. Aiden memiliki anak kembar dan sekarang Nico pun sama. Sepertinya, Keluarga Atmajaya sangat diberkati.     

Setelah berita itu tersebar, Jessica datang sambil membawa buket bunga untuk mengunjungi Tara. Tetapi pengawal yang berjaga di depan langsung menghentikannya.     

"Apa yang kamu lakukan di sini?" Nico memandang Jessica dengan dingin.     

"Aku dengar Tara baru saja melahirkan. Aku datang untuk mengucapkan selamat," kata Jessica sambil tersenyum.     

"Anak-anakku masih sangat kecil. Aku tidak mau mereka bertemu terlalu banyak orang. Nanti mereka bisa sakit. Ditambah lagi, kamu membawa bunga. Bagaimana kalau mereka alergi serbuk," Nico sama sekali tidak menunjukkan kesopanan sedikit pun di hadapan Jessica.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.