Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Merasa Konyol



Merasa Konyol

0"Jenny, kamu masih sangat muda. Kamu bisa bertemu dengan orang-orang yang lebih baik di kemudian hari. Apakah kamu tahu itu?" kata Jonathan sambil mengelus rambut Jenny yang tergerai dengan indah. Rambut itu sedikit basah terkena air hujan yang membasahi kota.     

Jenny tetap memeluk Jonathan dan berkata, "Tetapi mereka bukan kamu. Hanya kamu yang aku inginkan."     

"Jenny, duduklah di sofa. Aku akan menelepon Anya dan bilang padanya bahwa kamu ada di sini. Aku tidak akan memberitahu kakekmu untuk sementara, jangan khawatir."     

Jonathan mengambil ponselnya dan sudah siap untuk menelepon Anya. Tetapi dengan gugup, Jenny langsung memegang tangan Jonathan dan menahan ponsel itu di tangannya. "Paman, kamu tidak boleh memberitahu bibi. Kalau bibi tahu, Paman Aiden juga pasti tahu. Mereka pasti sedang mencariku sekarang. Kalau paman tahu bahwa aku di sini, apa yang harus aku lakukan kalau ia mau mengirimku ke rumah kakek?"     

"Tetapi kamu juga tidak bisa tetap di sini," Jonathan terlihat malu.     

"Aku bisa tidur di sofa. Aku hanya ingin menghabiskan tahun baru bersamamu," Jenny kembali ke Indonesia demi Jonathan. Ia hanya ingin menghabiskan tahun baru bersama dengan pria yang dicintainya.     

Ia baru saja bisa bertemu dengan Jonathan. Ia tidak mau kalau sampai Aiden langsung menjemputnya dan memisahkan mereka kembali.     

Mendengar suara dari pintu depan, Sherry, yang sedang membersihkan dapur datang menghampiri. Ia melihat Jenny sedang memegang tangan Jonathan dan menggoyang-goyangkannya dengan manja.     

Jenny melihat keberadaan orang lain di ruangan itu. Saat melihatnya, Jenny langsung mengenal siapa wanita yang ada di hadapannya itu. Wanita itu adalah Sherry Yang, seorang pembawa acara yang biasa muncul di televisi. Sebelumnya, Sherry pernah diundang untuk memimpin acara tahunan Atmajaya Group.     

Bagaimana bisa Sherry berada di rumah Jonathan, seorang pria single, tengah malam seperti ini?     

Jenny mengerutkan keningnya. Matanya memandang ke arah Sherry dengan tatapan dingin. "Paman, siapa dia dan mengapa dia berada di rumahmu."     

"Sherry, kemarilah dan perkenalkan dirimu. Ini adalah Jenny," Jonathan melihat Sherry sedang berdiri di depan pintu dapur dengan canggung.     

Sherry melangkah maju dan berkata, "Halo, Jenny. Aku Sherry Yang. Senang berkenalan denganmu."     

Jenny berusaha untuk tersenyum, tetapi bibirnya terasa kaku, sama sekali tidak bergerak. Ia menggenggam tangan Jonathan dengan erat, tidak mau melepaskannya. "Sherry, aku harus berbicara dengan Paman Jonathan. Kalau kamu sibuk, kamu bisa pergi."     

"Jenny, dia adalah wanita yang sedang aku kencani. Malam ini, aku memintanya untuk merayakan tahun baru bersama denganku," kata Jonathan dengan tenang.     

Setelah mengatakannya, Jonathan menarik tangannya dari genggaman Jenny dan berjalan menuju ke samping Sherry, merangkul pundaknya.     

Jenny merasakan kekosongan di tangannya, tetapi itu tidak sebanding dengan rasa hampa yang menyusup kedalam hatinya. Matanya terlihat penuh dengan luka. "Paman, apakah kamu bercanda? Kamu berkencan dengannya?"     

"Sherry sangat dewasa dan pengertian. Aku rasa kami sangat cocok," Jonathan memiringkan kepalanya dan mendekat ke arah Sherry. "Bukankah begitu?"     

Jenny berdiri terpaku di tempatnya. Tangannya memegang dadanya yang terasa sakit karena luka yang tak kasat mata. Ia memandang Sherry dari ujung kaki hingga ujung kepala dengan mata yang penuh dengan kebencian. "Paman, apa kurangnya aku dari dia?"     

Jonathan tersenyum. "Jenny, di mataku, kamu adalah keponakanku. Sementara itu, Sherry adalah seorang wanita. Apakah kamu mengerti? Aku akan menelepon Anya dan memintanya untuk menjemputmu. Kalau kamu tidak menurut, aku akan menelepon kakekmu."     

"Jonathan!" teriak Jenny dengan marah. "Jangan menelepon kakekku. Kalau ia tahu aku diam-diam kembali, ia akan mengirimku ke luar negeri dan tidak akan membiarkanku kembali lagi."     

Tangan Jonathan mengelus pundak Sherry, membuat wanita itu menatap ke arahnya tanpa sadar.     

"Kakekmu keras demi kebaikanmu. Kamu masih muda. Tidak ada salahnya kalau kamu belajar lebih banyak di negeri orang. Kamu juga bisa melihat luasnya dunia," suara Jonathan masih terdengar tenang, sama sekali tidak berbeda dari sebelumnya.     

Jenny merasa sangat kecewa. Apakah Jonathan benar-benar tidak terkejut melihatnya? Apakah ia benar-benar tidak bahagia?     

Apakah ia tidak merindukannya?     

Jenny datang jauh-jauh untuk memberikan kejutan bagi Jonathan, tetapi malah Jonathan yang memberinya kejutan. Jonathan sudah memiliki kekasih.     

"Kalian semua bilang semua yang terbaik untukku. Tetapi apakah kalian tidak peduli terhadap apa yang aku inginkan? Jonathan, aku membencimu. Seharusnya aku tidak pernah kembali ke sini," mata Jenny terpaku ke arah Jonathan, seolah ingin membuat lubang di wajahnya itu. "Aku tidak pernah tahu ternyata wanita seperti ini yang kamu sukai.     

Di hadapan kesinisan Jenny, Jonathan hanya bisa menghela napas panjang. "Jenny, tugasmu sekarang hanyalah belajar yang rajin dan menyelesaikan kuliahmu."     

Jonathan mengulurkan tangannya untuk mengelus kepala Jenny.     

Tetapi Jenny melangkah mundur untuk menghindarinya. "Bukan urusanmu aku belajar dengan rajin atau tidak. Sudah ada banyak orang yang mengurusku, aku tidak membutuhkan pengasuh lain. Kalau kamu sudah memutuskan, aku hanya bisa berharap kamu bahagia."     

Setelah mengatakannya, Jenny berbalik dan pergi. Jonathan langsung menahan tangannya. "Sudah malam. Kamu mau pergi ke mana?"     

Jenny menoleh dan memandang Jonathan dengan dingin. "Sepertinya kamu sudah lupa siapa aku. Apakah perlu aku ingatkan? Aku adalah Jenny, putri dari Keluarga Atmajaya. Aku jauh lebih berharga dibandingkan yang kamu bayangkan. Apakah kamu pikir aku tidak bisa pergi ke mana pun yang aku mau?"     

"Jenny, jangan begitu. Kalau kamu tidak mau dijemput, biar aku yang mengantarmu?" Jonathan tahu bahwa Jenny hanya sedang marah sekarang. Selama ini, Jenny tidak pernah membanggakan statusnya sebagai Keluarga Atmajaya. Ia selalu rendah hati dan tidak pernah menyombongkan diri.     

"Siapa yang mau diantar olehmu? Aku bilang aku membencimu dan tidak mau melihatmu lagi!" Jenny mendorong tubuh Jonathan.     

Jonathan ingin menahannya, tetapi Jenny mengangkat lututnya dan menendang Jonathan tepat di area sensitifnya. Jonathan langsung menunduk kesakitan.     

Tangannya yang lain masih memegang Jenny dan tidak mau melepaskannya, tidak peduli meski ia merasa kesakitan. "Jenny, sudah malam. Tidak aman di luar sana. Tunggu pamanmu menjemput."     

"Urus saja dirimu sendiri!" Jenny menarik tangannya dan keluar dari rumah Jonathan tanpa keraguan.     

Jonathan ingin mengejarnya, tetapi rasa sakit menghalanginya untuk berjalan. Ia hanya bisa memandang sosok yang pergi dengan keras kepala, di bawah guyuran hujan dan tanah yang basah dengan genangan air.     

"Jenny, kebetulan aku bertemu denganmu di sini!" Rudi menurunkan jendela mobilnya dan menyapa Jenny dengan tersenyum.     

Setelah rumahnya ditempati oleh Jessica, Rudi membeli rumah baru, tepat di samping Jonathan.     

"Mengapa aku harus melihatmu ke mana pun aku pergi …" suasana hati Jenny sedang buruk sehingga semua yang terucap dari mulutnya terdengar sangat pedas.     

"Hari ini adalah malam tahun baru. Apakah kamu menemui Jonathan?" tanya Rudi.     

Jenny berdiri di tempatnya dan menoleh ke belakang, melihat bahwa Jonathan masih berdiri di depan pintu rumahnya sambil memandang ke arahnya.     

Saat ia menoleh kembali, matanya terlihat dingin. "Di mana kamu tinggal? Aku mau pergi ke rumahmu."     

"Apakah kamu yakin?" tanya Rudi. Walaupun ia tidak tahu apa yang terjadi, ia tahu bahwa Jenny sedang marah.     

Jenny terlalu malas untuk menjelaskan. Ia membuka pintu mobil Rudi dan langsung masuk ke dalam.     

"Aku tinggal di belakang rumah Jonathan. Tidak ada yang menemaniku untuk merayakan tahun baru bersama. Kita bisa merayakannya bersama-sama," Rudi masuk ke dalam mobil sambil tersenyum dan menutup pintu. Ia membantu Jenny untuk memasukkan koper ke bagasi mobilnya.     

Sebelum pergi, ia membunyikan klaksonnya untuk memberi tanda pada Jonathan. Setelah itu, mereka pergi bersama-sama.     

Jenny duduk di dalam mobil dalam diam. Ia bahkan tidak bisa memandang ke arah Jonathan lagi.     

Ia sudah jauh-jauh datang dari luar negeri karena ia begitu merindukan pria yang dicintainya.     

Tetapi pria yang ia cintai ternyata sudah memiliki wanita lain.     

Pria yang ia cintai selama ini hanya menganggapnya sebagai anak kecil.     

Pria yang ia cintai bahkan tidak menganggapnya sebagai seorang wanita.     

Ia merasa sangat konyol.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.