PERNIKAHAN TANPA RENCANA

63. Kisah malang Rania



63. Kisah malang Rania

0Bang Sigit terlihat menerawang jauh ke awang-awang. Ia mengingat kenangan manis bersama Pak Lukas.     

"Lalu aku bertemu dengannya untuk untuk sekian lamanya. Ia tampak lain. Tatapannya lain, auranya lain dan penampilanya juga terlihat lebih glamour dari sebelumnya. Ya, seperti yang kamu lihat sekarang. Kalau dahulu, jangan harap kamu Lihat lukas pakai jam tangan. Sendal saja sudah bolong ujungnya masih di pakai.     

Tiba-tiba kudengar dia menikah. Aku berpikir untuk mengucapkan selamat atas pernikahnanya. Jadi aku mencari tahu alamat rumahnya yang baru. Ternyata rumahnya yang baru ada di kawasan elit. Karena truk tidak bisa masuk ke perumahan itu maka aku parkirkan saja di luar. Aku memasuki kawasan perumahan dengan dengan berjalan kaki. Tentu saja dengan ijin pak penjaga pos satpam.     

Kucari nomor rumahnya. Aku tercengan setelah menemukan rumahnya. Rumahnya itu, benar-bena r besar seperti istana. Wah, aku tidak menyangka Lukas bisa ketiban rejeki begitu besar setelah istrinya meninggal.     

Saat aku memencet bel melaluui gerbang rumahnya. Sebuah mobil membunyikan klaksonnya. Aku pun minggir. Lalu saat sampai di teras rumah mobil itu pun berhenti. Dan seorang wanita keluar dari dalamnya. Wanita yang sangat aku kenal. Aku mengerjapkan mataku, ku kira aku salah lihat. Namun tidak. Itu benar-benar Rania. Calon istriku.     

Sebenarnya kami mengalami konflik beberapa bulan ini. Namun tidak ada keputusan yang finish. Aku tidak pernah membiarkan dia lepas dariku. Karena aku sangat mencintainya. Kupikir dia sedang membutuhkan waktu. Sehingga ku biarkan hubungan kami menjadi renggang untuk akhir-akhir itu.     

Aku segera mengejarnya. Aku berteriak sekuat tenaga dengan meneriakkan namanya. Ia menoleh ke arahku yang berlari mendekatinya. Dia seperti sangat terkejut. Kulihat dia membawa banyak barang belanjaan dari pasar.     

Aku memegang tangannya saat itu juga. Ku pikir dia menjadi pembantu di sini. Tapi bukankah ayahnya cukup kaya? Rania tidak mungkin smapai harus bekerja sebagai pembantu untuk seorang Lukas.     

"Lepaskan aku Mas." Ucap Rania saat itu padaku.     

"Ran. Apa yang kamu lakukan di sini sebenarnya?" Aku menatapnya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Kuliha tas yang ia bawa penuh dengan sayuran. Ku pikir aku harus menanyakan tentang kecurigaanku.     

"Apa kamu menjadi pembantu di sini?" Tanyaku lagi dengan ragu.     

"Lepas Mas!" dia mengibaskan lengannya dariku. "Jadi kamu mengikutiku hanya karena aku tidak mengangkat telfonmu?" tanyanya dengan nada penuh penekanan.     

Aku menggelengkan kepala. Karena bukan itu alasan keberadaanku di sana.     

"Tidak Ran, kamu salah paham sebenarnya aku…" belum smapai selesai ucapanku Kiran sudah memotongnya.     

"Sudahlah Mas! Sekarang pergi dari sini sebelum Pak Lukas kembali. Aku tidak mau dia memarahiku." Dengan perkataan Rania itu pun akhirnya aku terpaksa pulang. Aku akan menanyakan ini kepada ayahnya. Kenapa Rania bisa berada di sana dan apa alasannya.     

Aku pun di selimuti rasa bimbang tak karuan semalaman itu. Keesokan harinya aku bergegas cepat menuju rumah Rania. Namun kulihat Rumahnya di bongkar. Aku pun bertanya kepada tukang bangunan di sana. Mereka bilang Pak Karto sudah pindah. Dan dia menjual rumah itu kepada Lukas. Aku menganga mendengar kenyataan itu.     

Hubunganku dengan Rania yang renggang ternyata di picu oloeh konflik dalam rumahnya yang sedang Ia alami. Itukah kenapa akhirnya Rania bekerja di rumah Lukas? Namun aku belum puas dengan jawabanku sendiri. Akumembutuhkan Pak Karto untuk menjelaskan semuanya kepadaku.     

Akhirnya aku pun pergi ke daerah yang di sebutkan oleh tukang bangunan itu. Kebetulan sebelum Pak Karto pindahan mereka sempat bertemu. Dan tukang bangunan itu sempat bertanya ke mana Pak Karto akan pindah. Namun tepatnya ia tak sempat menanyakannya.     

Denganmu dengan informasi yang minim itu pun aku mencari keberadaan Pak Karto. Ibarat berlayar tanpa peta. Aku seperti terombang ambing di tengha lautan dalam pencarian pak Karto. Sampai akhirnya aku bertanya dengan tukang sayur keliling. Ia menjawab dengan tidak pasti. Namun dengan jawabannya aku tetap harus memastikan apakah benar orang yang di maksudkannya itu Pak Karto atau bukan.     

Aku pun menuju rumah yang di tunjukkan oleh tukang sayur itu. Orang yang beberapa hari ini baru pindahan. Ternyata informasi meragukan itu mempertemukan aku dengan Pak Karto. Beberapa bulan tak melihatnya ia terlihat begitu kurus. Ia menyambut kedatanganku. Aku bersyukur, karena sikapnya masih tak berubah bahkan ketika aku tidak memperhatikannya akhir-akhir ini. Terakhir kali aku bertemu dengannya masih segar bugar bahkan masih rajin menilik lahan sawitnya.     

Dia mempersilahkan aku duduk. Lalu hendak memberiku minum. Namun aku menolaknya. Aku tidak tega melihat kondisinya saat itu. Pak Karto pun mulai menceritakan masalah yang di alaminya kala itu. Di mulai dari hutang yang gagal terbayar. Terkahir kali untuk pengadaan bibit sawit Pak Karto mengatakan kalau Ia meminjam uang rentenir. Ia tak tahu kalau lintah darat bisa sebegitu mengerikan seperti yang orang katakan.     

Saat jatuh tempo pembayaran yang pertama Pak Karto mengatakan kalau ia gagal panen. Sehingga Ia tidak mebayar mereka sepeser pun. Ia tidak menyangka jika lintah darat mengambil bunga yang begitu tinggi untuk hutang yang ia ambil. Namun sejak saat itu sepertinya memang bibitnya lah yang bermasalah. Pak Karto gagal panen lagi. Ia kemudian tidak bis amembayar untuk yang ke dua kalinya. Untuk tahun ketiga pembayarannya, Pak karto bersembunyi karena takut.     

Lintah darat yang semula sabar pun hilang kesabaran dan mulai sadar bahwa mereka sebenarnya telah di tipu oleh Pak Karto. Meski bukan itu alasan Pak Karto. Lintah darat itu mengirimkan anak buahnya dalam jumlah besar. Mereka bermaksud mengintimidasi agar Pak Karto segera membayar hutangnya.     

Sayangnya saat itu Pak Karto masih tak berada di rumah. Rania yang saat itu ada di rumah sendirian pun di seret paksa oleh kawanan geng suruhan lintah darat itu. Rania di paksa untuk mebayar uang dalam jumlah yang tidak sedikit. Bahkan sangat banyak. Rania yang masih kuliah tak punya uang sebanyak itu. Namun lintah darat itu tak cukup puas dengan alasan Rania.     

Rania di kepung. Beruntung mereka tak melakukankekerasan kepadanya. Rania yagn duduk di antara sekumpulan lelaki pun akhirnya di tawari solusi. Bagaimana kalau Ia jual saja tanahnya ke orang lalu uang itu untuk membayar hutangnya. Rania kebingungan saat itu juga. Ia tak mungkin menual tanah ayahnya tanpa meminta ijin kepadanya terlebih dahulu.     

Namun melihat jumlah hutna gyan gbegitu besar. Tidak ada pilihan lain. Akhirnya rania pun menyetujui saran dari lintah darat itu. namun detik berikutnya ia bingung harus menjual kepada siapa. Akhirnya ia pun bertanya kapada mereka. Dan mereka pun menjawab, orang kaya yang punya uang sebanyak itu saat itu adalah Lukas.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.