Kuliah Kerja Berhantu 40 hari (KKB 40H)

Bagian Lima Wanti-wanti



Bagian Lima Wanti-wanti

0Part sebelumnya :     

Pagi pun menjelang, sinar mentari memasuki jendela pintu dan membangunkanku dari tidur. Aku mengecek handphoneku dan terlihat beberapa misscall dari Kakek Min kepadaku. Aku kemudian membaca pesan dari Kakek Min dan apa yang ada di dalam pesan singkat tersebut adalah "Cari benda itu! Kembalikan ke tempatnya semula!"     

Aku benar-benar kaget, tampaknya mimpi dan juga peringatan Kakek Min ini bukanlah hal yang main-main.     

***     

Aku segera beranjak menuju kamar mandi. Aku melihat Feranda tengah membantu Ira memasak. Mereka memintaku untuk mengambil air satu ember dan meletakkannya di dekat kompor gas yang sudah mereka atur sedemikian rupa di dapur rumah. Aku menyanggupinya dan kemudian mengambil ember tersebut dan berjalan ke arah kamar mandi yang ada sumurnya itu. Mataku masih setengah mengantuk, aku mengambil segayung air dan membasuh mukaku, kemudian mengambil sikat gigi serta menggosok gigiku, setelah selesai aku mengambil gayung dan mengisi penuh air tersebut ke dalam ember dan membawanya kembali ke arah dapur untuk para wanita yang sedang memasak.     

Aku melihat Mak, ia tampaknya sedang memasak nasi, "Wah masak nih, Mak!" sapaku sembari tersenyum.     

Ia pun menoleh dan berkata, "Yoi coy! Nanti dikatain ga mau masak lagi sama anak-anak yang lain!" balas Mak, sekilas tentang Mak, ia adalah wanita imut dengan tinggi sekitar 158 cm, berambut ikal, gemar tertawa, ramah dan tentunya terlihat setia kawan. Ia juga boleh dibilang yang memiliki pemikiran lebih dewasa dari yang lain sesuai dengan panggilannya "Mak" yang berarti Ibu yang tidak lain adalah pemikiran dan pematangan karakternya yang memang dewasa.     

"Sudah mandi, Mak?" tanyaku.     

"Belum ini, oh iya ... tadi tetangga sebelah bilang, kalau butuh tedmond untuk menampung air kebetulan mereka ada beberapa bisa dipakai untuk menampung air dan juga keperluan kita selama KKN!" terang Mak.     

"Wah bagus tuh, kebetulan rumah ini cuma punya bak mandi berukuran kecil yang hanya cukup untuk satu atau dua orang mandi saja, keberadaan tedmond untuk menampung air rasanya cukup bagus untuk ditaruh di kamar mandi dekat sumur!" ujarku memberi ide.     

"Iya seperti itulah, nanti tolong diambil ya, Han! Nanti ku temani untuk mengambil tedmondnya di rumah sebelah!"     

"Sip!" ujarku sembari kembali ke dalam kamar mandi.     

Mandiku yang tertunda kemudian kulanjutkan kembali, setelah selesai membersihkan diri dan mengganti pakaianku. Aku menaruh pakaian kotor di dalam kantung asoy hitam dan berniat akan mencucinya nanti, selanjutnya adalah aku meminta kepada Tony, Endy, Dwi dan Jawir untuk membantuku mengambil beberapa tedmond di rumah tetangga sebelah. Mak pun menuntun kami ke rumah tetangga, setelah basa-basi singkat dan mendapatkan pinjaman tedmond dari tetangga sebelah kami mengucapkan terimakasih dan mulai meletakkan 2 tedmond berukuran sedang itu di samping kamar mandi, kebetulan ada pintu ke arah luar yang mengarah ke dalam kamar mandi.     

Aku membersihkan tedmon tersebut bersama Endy, sedangkan Dwi, Tony dan Jawir mengisi air ke dalam ember dan mengisinya ke dalam tedmond. Setelah semuanya selesai, aku dan yang lain kemudian beristirahat. Aku memutuskan untuk mencoba berjalan-jalan sedikti di dekat rumah, rasanya aku belum mencoba berbaur dengan tetangga di sekitaran sini. Aku kemudian melihat ada sebuah warung yang di depannya terdapat kursi dari anyaman bambu yang memanjang. Aku kemudian memutuskan untuk membeli beberapa cemilan dan beristirahat di warung tersebut.     

"Assallamualaikum, beli bu!" ujarku sopan.     

Kemudian ibu pemilik warung ini keluar dan menanyakan maksud dan tujuanku, "Mau beli apa, dik?" tanyanya kepadaku. Ibu pemilik warung ini berumur sekitar 45 tahunan. Ia terlihat begitu ramah dan melemparkan senyumnya ke arahku.     

"Aku mau beli ini bu!" Aku mengambil beberapa permen, satu buah coklat merk beng-beng dan juga minuman gelas yang isinya teh, setelah membayar aku kemudian duduk di warung tersebut.     

"Bagaimana tidurnya semalam, dik? Nyenyak?" tanya sang ibu penasaran.     

"Alhamdulillah, nyenyak bu! Memangnya kenapa?"     

"Kamu salah satu anak KKN di rumah itu kan? Hati-hati saja dengan rumah itu!" pesan sang ibu kepadaku.     

"Iya ... aku salah satu anak KKN di rumah itu, bu! Memangnya harus hati-hati kenapa?" balasku cepat.     

"Rumah itu berhantu, nak!" ujarnya pelan.     

Aku benar-benar terkejut, tampaknya ibu ini juga mengetahui apa yang sebenarnya ada di rumah tersebut, karena penasaran aku pun kembali mencoba untuk mengulik informasi apa saja mengenai rumah tersebut.     

"Oh iyakah, bu? Aku tidak merasakan apa-apa di rumah itu. Bisa ibu ceritakan, kenapa lalu rumah itu berhantu?" ujarku pura-pura bodoh.     

Ibu ini kemudian duduk di sampingku dan memulai ceritanya, "Sebenarnya rumah yang kalian tempati untuk KKN itu dahulunya adalah rumah warisan yang tidak lain diberikan kepada adik dari Pak Kades yang sekarang. Namun ... dikarenakan rumah itu susah mendapatkan air apalagi di musim kemarau yang punya rumah memutuskan untuk pinda ke desa sebelah, rumah itu lama terbengkalai tidak berpenghuni, hingga kemudian dihuni oleh pasangan suami istri sekitar 10 tahun yang lalu, Suaminya bernama Sudi dan Istrinya bernama Yanti, suaminya ternyata berprofesi sebagai seorang Dukun atau Paranormal, sering beberapa kali, aku melihat ada orang yang berobat kepada Sudi, hingga kemudian pasangan suami istri ini ditangkap oleh Polisi dikarenakan diduga melakukan pembunuhan dan ritual terlarang yang menyebabkan manusia meninggal. Gosip yang beredar Sudi membunuh anak dari pasangan suami istri yang menjadi pasiennya sebagai syarat dari salah satu ritual, salah satu anggota keluarga dari si anak yang ditumbalkan ini kemudian mengetahui kejadian tersebut dan melaporkan Sudi berserta istrinya karena telah menghasut anggota keluarganya agar menghabisi keponakan mereka, kisah tersebut menjadi hal yang memalukan bagi desa kami. Hingga kemudian rumah itu lama kosong dan baru kalian yang berani menempati rumah itu setelah sekian lama.     

Aku terdiam beberapa saat, mencoba mencerna semua informasi yang masuk ke dalam otakku. Aku mulai mengambil benang merah, mengenai keris berkepala naga dengan balutan kain kafan yang ada di dalam rumah. Aku menduga bahwa keris tersebut adalah keris ritual yang digunakan oleh empunya rumah untuk menjaga rumah tersebut, apalagi latar belakang pemilik rumah adalah seorang dukun yang kini mungkin telah dihukum mati karena melakukan ritual black magic.     

"Terimakasih atas infonya, bu! Aku mungkin akan lebih berhati-hati lagi dengan rumah itu!"     

"Tidak apa-apa! Ibu hanya mencoba untuk membantu, kalau memang anak-anak KKN tidak betah, kalian bisa tinggal di rumah ibu, kebetulan rumah ibu tidak jauh dari sini!" tawar sang ibu.     

"Terima kasih banyak bu, atas tawarannya mungkin jika memang situasinya tidak terkendali lagi, kami akan meminta bantuan ibu!"     

"Sama-sama, nak!"     

Aku masih terdiam sembari kemudian menghabiskan tehku, baru saja akan beranjak aku melihat Jawir berjalan ke arah sini. Ia kemudian membeli rokok dan berkata kepadkau, "Aku tak habis pikir! Keris itu hilang!" ujarnya kepadaku.     

"Lalu? Apa urusannya hal itu denganku!"     

"Aku hanya penasaran, biasanya keris mistis seperti itu akan kembali ke alam gaib ataupun kembali kepada si empunyanya. Aku merasa kalau keris itu kembali kepadamu!" beber Jawir dengan setengah mengejek.     

"Kau boleh periksa tas, ataupun seisi rumah itu kalau memang aku menyembunyikan hal-hal seperti itu! Aku tidak pernah ingin punya keris ataupun benda aneh seperti itu!" bantahku kepada Jawir.     

"Hahaha ... kau tidak pernah tahu apa yang bisa diperbuat oleh keris itu!"     

Aku kemudian meninggalkan Jawir dan segera pulang ke rumah KKN.     

#Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.