Kuliah Kerja Berhantu 40 hari (KKB 40H)

Bagian Enam Ketakutan Dona



Bagian Enam Ketakutan Dona

0Part sebelumnya :     

"Kau boleh periksa tas, ataupun seisi rumah itu kalau memang aku menyembunyikan hal-hal seperti itu! Aku tidak pernah ingin punya keris ataupun benda aneh seperti itu!" bantahku kepada Jawir.     

"Hahaha ... kau tidak pernah tahu apa yang bisa diperbuat oleh keris itu!"     

Aku kemudian meninggalkan Jawir dan segera pulang ke rumah KKN.     

***     

Aku kembali ke rumah KKN, anak-anak wanita tampak tengah berkumpul di ruang tengah, bersama dengan Endy dan juga Tony. Dwi tidak kelihatan entah pergi kemana. Aku kemudian masuk dan melihat apa yang tengah terjadi. Mak terlihat tengah menenangkan Dona yang saat itu menangis tersedu-sedu. Aku yang penasaran kemudian bertanya mengenai apa yang tengah terjadi, "Ada apa ini?"     

Mak kemudian menoleh dan menjelaskan kepadaku, "Dona ... dia tampaknya melihat sesuatu yang ganjil mengenai rumah ini semalam. Ia memang sudah seperti ini semenjak pagi tadi dan barulah sekarang ia mau bercerita mengenai apa yang terjadi." Terang Mak.     

"Memangnya apa yang dilihat Dona?" teman-teman yang lain masih diam. Mereka tampak tidak mau menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Aku mencoba terus untuk mengorek keadaan yang sebenarnya, hingga kemudian Dona akhirnya mau bicara mengenai apa yang terjadi.     

"Aku ... Aku ... Aku melihat hantu semalam, Han!" ujarnya sembari terisak.     

"Hantu? Dimana?" tanyaku penasaran.     

"Aku sebelumnya berniat untuk pergi ke toilet semalam, jam 2 pagi aku merasa kalau ingin kencing, ketika kencing di toilet tidak ada hal yang terjadi. Namun ketika aku akan kembali ke kamar, tiba-tiba ada sosok kecil berwarna putih yang berlari-lari di depan rumah, suaranya berisik, membuatku penasaran apa makhluk itu. Tapi ... belum sampai aku di ruang tengah, sosok putih itu menembus pintu dan berlari ke arahku. Aku yang terkejut segera berlari ke dalam kamar dan menutup pintu. Aku yakin benar dengan apa yang kulihat. Aku melihat sosok tuyul, Han!" terangnya dengan mata yang berkaca-kaca.     

'Deg!' aku paham benar dengan apa yang dijelaskan oleh Dona, tampaknya wujud tuyul itu adalah penjelmaan jin yang gemar menganggu penduduk sesuai dengan apa yang diceritakan oleh ibu pemilik warung tadi.     

"Sudah ... tidak ada apa-apa. Mungkin kamu hanya terlalu mengantuk, Don! Kenapa tidak membangunkan teman yang lain kalau ingin ke kamar mandi?" saranku kepadanya.     

Dona hanya terdiam, anak-anak KKN yang lain juga merasa prihatin dengan keadaan Dona. Mak terlihat masih mencoba untuk menenangkan Dona. Feranda, Ceni, Ira dan Aisyah mendekatiku dan tampaknya ingin membicarakan sesuatu. Aisyah kemudian menjelaskan mengenai keadaan Dona.     

"Sudah tidak apa, Han! Mungkin Dona masih shock! Ia memang seperti itu, anaknya susah jauh dari orang tuanya, mungkin dia kangen dengan orang tuanya saja!" ujar Aisyah.     

"Iya ... aku juga berpikir seperti itu!"     

"Jadi kapan kita akan membersihkan lantai dua dan sekitaran rumah ini, Han?" tanya Feranda.     

"Bagaimana kalau sekitar jam 3 sore? Semoga keadaan Dona sudah jadi lebih baik, kalaupun belum ada baiknya suruh dia untuk beristirahat!" ujarku. Mereka tampaknya setuju, aku segera masuk dan mengambil laptop. Aku berniat untuk membuat rencana mengenai KKN selama waktu yang tersisa.     

Waktu menunjukkan pukul 3 sore. Aku dan semua anak-anak KKN yang lain mulai mengambil peralatan untuk membersihkan rumah. Kami bekerja gotong royong untuk membersihkan lantai 2 dan juga sekeliling rumah. Niatnya lantai dua rumah ini nantinya akan digunakan untuk rapat kerja tentunya dengan mengundang ketua desa, pemangku adat, warga desa sekitar dan juga anak-anak karang taruna, guna menjelaskan lebih lanjut program kerja kami nantinya ke depan. Waktu bersih-bersih itu akhirnya selesai sebelum memasuki waktu maghrib, aku dan anak-anak yang lain segera membersihkan diri dan bersiap untuk shalat maghrib di masjid yang berada tidak jauh dari rumah KKN. Kami semua mulai mencoba bersosialisasi, tentunya sebagai orang baru di desa tersebut, sambutan para warga desa sangat ramah. Mereka banyak menawarkan bantuan dan juga terkadang memberikan beberapa makanan untuk kami anak-anak KKN.     

Jawir ternyata membuat ulah lagi pada jam 11 malam. Ia dengan santainya memutar lagu lingsir wengi dengan volume yang cukup besar, anak-anak yang cewe yang merasa takut kemudian mendatangi kamar dan memarahi Jawir, sosok wanita yang terdengar cukup bawel itu ternyata Aisyah. Ia memarahi Jawir dengan suara yang meledak-ledak, "Hei!!! Ini sudah tengah malam, ngapain berisik! Tidur!! Besok kita banyak kegiatan! Kerjaanmu bikin orang lain tidak tenang saja, kalau ada hantu gimana? Kamu mau tanggung jawab memutar lagu seperti itu di tengah malam begini! Kenapa ga sekalian bakar dupa dan kemenyan serta kembang setaman biar para jin ataupun hantu datang. Dasar bodoh!" umpat Aisyah.     

Aisyah terlihat begitu kesal dengan tingkah Jawir ini. Aku kemudian beranjak dari tempatku dan mematikan handphone Jawir yang memutar hal tersebut, "Sudahlah ... sudah malam! Untuk apa ribut-ribut seperti ini!" Aku kemudian mencoba menenangkan Aisyah yang juga dibantu oleh Mak.     

"Sudah biarkan saja anak itu! Kalau diurusi nanti kalian capek sendiri. Biar aku yang pastikan kalau dia ga muter lagu itu lagi! Kalian kembali ke kamar ya, sudah malam! Kembali tidur saja, besok kita banyak tugas!" ujarku mencoba mendingkan suasana.     

Jawir masih ngedumel di ujung kamar. Aku kemudian mendekatinya dan bertanya mengenai apa yang ia lakukan, "Kenapa kamu memutar lagu itu? Anak-anak cewek jadi merasa terganggu loh! Kamu kan tahu, Dona kemarin malam melihat hantu di rumah ini! Jangan memperkeruh suasana!" tegasku kepadanya.     

"Alah ... memangnya kenapa kalau memutar lagu Lingsir Wengi? Otomatis memanggil hantu begitu? Aku setiap hari memutarnya sebelum tidur tak pernah ada yang terjadi!" bantahnya kepadaku.     

"Aku mengerti, aku juga tidak merasa terganggu dengan lagu itu. Namun orang lain belum tentu, alam sadar orang lain berbeda-beda dan apa yang mereka percayai juga berbeda-beda, intinya mereka tidak senang mendengar lagu itu!"     

"Tapi aku tidak bisa tidur kalau tidak mendengarkan lagu itu!" ujar Jawir ngotot.     

Aku mengambil headset yang aku punya dan menyerahkannya kepada Jawir, "Pakai headset! Orang lain belum tentu mau mendengarkan lagu yang kau suka!" Jawir mengenakan headset itu dan aku kembali tidur, rasanya ada saja masalah yang diperbuat oleh anak ini.     

Keesokan paginya.     

Setelah makan siang, aku, Endy, Tony dan Dwi sepakat untuk kembali melaksanakan shalat dzuhur di masjid. Kami kemudian berangkat, setelah shalat selesai, aku didatangi oleh seorang pria berbaju koko berwarna putih tak lupa dengan peci berwarna putih yang tersenyum ke arahku, "Assallamualaikum, dek!" ujar pria ini ramah.     

"Waalaikum salam, pak!"     

"Perkenalkan, nama saya Abdur! Saya pendakwah di desa ini, kalian ini anak-anak KKN yang baru tiba di desa ini kan?" tanya Pak Abdur.     

"Iya pak, kebetulan kami baru beberapa hari ini sampai di desa! Saya Handaka, ini Tony, Endy dan juga Dwi pak!" ujarku sambil memperkenalkan satu persatu dari kami.     

Endy dan Pak Abdur terlihat begitu akrab, mereka mengobrol banyak dan aku juga yang lain memperhatikan kegiatan Pak Abdur, setiap petang Pak Abdur akan mengajar ngaji untuk anak-anak yang ada di sekitar desa bisa disebut sebagai TPA. Dwi dan Tony terlihat membantu Pak Abdur membantu mengajari beberapa anak dalam membaca Al-qur'an rasanya begitu damai pada saat itu. Setelah selesai, aku kemudian menawarkan sesuatu kepada Pak Abdur, "Pak ... kemungkinan besok atau lusa kami akan mengadakan perkenalan kepada warga desa ini, ada acara makan-makan sedikit dan juga pengenalan kami terhadap program kerja kami untuk KKN. Saya harap Pak Abdur bisa datang dan membantu memimpin doa dalam acara tersebut!"     

"Baiklah ... kalau seperti itu! Kalian juga sudah membantu saya cukup banyak hari ini! Insya allah saya bisa datang!" balas Pak Abdur.     

Kami kemudian beranjak, meninggalkan masjid dan kembali ke rumah, nanti malam akan diadakan rapat untuk para anggota KKN untuk membahas mengenai apa yang akan direncanakan untuk pematangan materi KKN selama di desa ini. Malam pun datang, setelah shalat isya kami kemudian memastikan untuk rapat mengenai pembahasan proker, semuanya sepakat untuk mengundang semua tetua adat, pemuka desa, Pak Kades, Pemuka agama dan juga anak-anak Karangtaruna. Kami sepakat untuk membuat undangan untuk rapat, para anak-anak yang lain besok ditugaskan untuk mengantarkan undangan tersebut pada setiap undangan.     

Keesokan harinya, undangan itu disebar, menurut saran dari Pak Kades untuk mengantarkan undangan tersebut setelah memasuki waktu petang, karena kebanyakan warga desa ada yang berkerja di kota dan tentunya ketika siang hari tidak ada di rumah. Kami menyanggupi dan mulai mengantar undangan itu satu persatu, kesalahan kami adalah ketika mengantarkan undangan ini terlalu lama berhenti di setiap rumah, karena tidak enak jika menolak tawaran dari warga desa, ada yang menawarkan makanan, minuman dan mengajak shalat berjamaah bersama. Aku tidak bisa menolak, begitupun juga dengan anak-anak KKN yang lain, waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam, akhirnya acara mengantar undangan itu selesai, tak terasa kami berada cukup jauh dari rumah KKN.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.