Gairah Nona

Kejutan



Kejutan

0"Apem itu jajanan pasar kegemaran suamiku." Aku menjawab pertanyaan Ambar, tetanggaku yang heran kenapa setiap pulang dari pasar aku selalu membawa Apem, seolah tidak ada jajanan lain yang lebih istimewa.     

"Oh Seperti itu," sahutnya manggut-manggut. Dia meminta titipannya yaitu sekilo daging sapi. Lantas, aku segera merogohnya dari dalam tas yang sudah tertumpuk dengan belanjaanku yang lain. Seonggok daging yang terbungkus plastik sudah ada di tanganku dan langsung kusodorkan ke Ratna. Tak lupa aku memberikannya kembalian.     

"Makasih ya Ratna, besok aku nitip belanja lagi ya, hehehe..." katanya sembari terkekeh. Aku memandang Ambar dari atas kebawah. Sepagi ini dia sudah tampak segar dengan make up minimalis yang tertempel di wajahnya. Meski hanya menggunakan daster, tetapi tidak mengurangi pesona kecantikannya. Kulitnya sintal dan lembut, aku bisa menebak berapa lama dia menghabiskan waktu untuk meluluri tubuhnya di kamar mandi. Satu hal lagi nilai plus dari Ambar yang menjadi dambaan setiap wanita adalah tubuhnya yang proporsional. Aku akui dia sangat pintar menjaga pola makan dan olah raga, sehingga tubuhnya bak gitar spanyol.     

Aku merunduk, mencoba melihat penampilanku. Sama-sama menggunakan daster, tapi badanku sudah melar kemana-mana. Aku meraba wajahku yang masih kuyu karena belum cuci muka. Terlebih rambutku yang aku gulung sembarangan dengan jepit rambut. Apabila di bandingkan, sungguh penampilanku adalah bumi, sementara Ambar adalah bintang di langit.     

Bagaimana tidak! Bangun tidur saja aku sudah disibukan untuk mencuci pakaian, membersihkan rumah, setelah itu pergi ke pasar untuk berbelanja. Sengaja aku pergi ke pasar, karena bukanya lebih awal dari pada pedagang keliling supaya aku bisa cepat pulang ke rumah dan memasak. Aku tidak mau suamiku yang temperamental itu memarahiku karena pekerjaan rumah belum selesai sebelum dia bangun tidur. Pernah suatu kali, aku terlambat pulang dari pasar karena kehujanan. Aku yang lupa tidak membawa jas hujan pun membeli plastik untuk menutupi belanjaanku. Yang terpenting adalah belanjaanku tidak basah sampai rumah, aku mengorbankan diriku hujan-hujan.     

Sesampainya di rumah, aku di sambut dengan tatapan nyalang Bram suamiku.     

"Heh wanita jalang! Darimana saja kamu jam segini baru pulang?" bentak Bram, suamiku. Rambutnya yang basah menetes di pundak. Dua kancing dari seragam sales yang dia kenakan belum terpasang sempurna, sehingga menampilkan bulir-bulir air di dadanya yang berbulu. Tangannya buru-buru memakai sepatu fantovel, sepertinya dia bangun kesiangan dan mandi terburu-buru.     

"Maaf Mas, Tadi hujannya sangat deras," jawabku terbata-bata seraya merunduk ketakutan. Tersungging senyum kecut di sudut bibir Bram.     

"Terus kalau hujan deras, kamu pulang terlambat dan melalaikan kewajibanmu gitu!"     

"Maaf Mas.."     

"Maaf....maaf." dia yang sudah selesai mengenakan sepatunya beranjak dari tempat duduknya dan beringsut mendekatiku, sontak aku mundur beberapa langkah."Udah tahu musim hujan, tapi tidak bawa jas hutan, Punya otak enggak sih kamu!" Jari telunjuk dan tengah menyatu, mentoyor kepalaku.     

"Maafin aku Mas, aku salah." sahutku dengan suara tertahan. Netraku mulai berkaca-kaca. Sepintas aku melirik wajahnya. Kedua matanya membulat nyalang dengan nafas yang menderu. Amarah berbalut kebencian yang terpancar jelas, seketika aku membuang pandanganku.     

"Mana Apemnya?" dia membuka telapak tangannya. Dengan tergesa-gesa aku mengambilnya dari dalam tas dan memberikannya. Dia langsung merebutnya dengan kasar. lantas     

Dia menarik tasnya dan beranjak ke garasi untuk mengambil mobil. Aku hanya terduduk di sofa sembari menutup wajahku dengan kedua tangan. Sudah sering aku diperlakukan kasar oleh suamiku, tanpa aku tahu penyebabnya apa.     

"Ratna, kok melamun sih!" tangan Ambar mengibas-ibas di wajahku membuatku tersadar.     

"Ehhh... enggak papa Mbar, ya sudah aku pulang dulu ya?" ujarku sembari beranjak ke rumah.     

"Retno, tunggu sebentar." Pekiknya menahan langkahku.     

"Tadi Kamu bilang kalau suamimu suka apem ya? Kenapa tidak buat sendiri? pasti dia lebih suka apem buatanmu, iya 'kan?" cerocosnya membuatku terdiam sejenak.     

"Mungkin dia lebih suka tetapi aku tidak pandai membuatnya." Sahutku ragu. Aku tertegun, kenapa ide itu tidak pernah terlintas di benakku, kenapa harus orang lain yang memberi tahu.     

"Ratna... ratna, zaman sudah canggih tapi kamu masih bingung untuk membuatnya? 'Kan tinggal buka tutorial di youtube." kepala ambar menggeleng-geleng, seakan tidak habis pikir denganku. Aku di buatnya semakin minder. Memang aku sama sekali tidak pernah berkecimpung di dunia jejaring sosial. Aku hanya disibukan mengurus rumah dan anak.     

"Ya, sudah gini saja. Besok kamu siapkan bahan-bahannya. Terus kita buat sama-sama di rumah kamu, Ok!" dia mengedipka sebelah matanya. Aku menggaruk kepala yang tidak gatal, sebuah pertanyaan bergelayut di pikiranku.     

"Bahan-bahannya apa saja ya Mbar." Tanyaku penuh kepolosan yang membuat Ambar memutar mata jengah. Dia menghela nafas, dan menghembuskannya mencoba mengatur emosinya.     

"Nanti, aku kirim lewat whatssap saja, resepnya di jamin enak dan bikin ketagihan." Dia tersenyum sejenak lalu berbalik arah. Dia mengerlingkan mata genitnya,"Aku sering lho bikinin apem buat suamiku, teman-teman fitnes, dan mertua lelakiku. Mereka bilang apemku enak dan gurih."     

"Oh seperti itu ya Mbar."     

"Iya, Makanya besok kamu ke sini, biar aku tunjukan resep rahasiaku. Hehe...." ujarnya sembari berbalik arah, langkahnya riang dan tenggelam di balik pintu     

Dia tersenyum tipis. Memang lebih baik bikin sendiri saja, semoga dengan begitu suamiku tidak marah-marah lagi dan sayang kepadaku seperti dulu, pikirku sembari berlalu di depan rumah ambar.     

Dewa harus menelan kenyataan pahit tatkala pulang dari kapal pesiar. Nabila, pujaan hatinya dijodohkan dengan Bams, pemilik perusahaan ternama. Tidak sebanding dengan Dewa yang hanya bekerja sebagai tukang cuci piring. Jerih payahnya sama sekali tidak dihargai. Terlebih orang Tua Nabila juga menghina dan mempermalukannya habis-habisan di pesta pernikahan Nabila dan Bams     

Bertahun-tahun kemudian, Dewa menjelma menjadi 'pangeran' kapal pesiar, kapten muda yang dipuja kaum hawa. Sampai dia bertemu dengan Joyce, gadis filipina yang cuek. Dewa yang jauh hati kepadanya memanggilnya, 'Sayangko'. Di saat yang bersamaan, Nabila kembali datang ke kehidupanya. Kira-kira kepada siapa hati siapa sang pangeran berlabuh?     

"kenapa kamu ke sini? Apa yang kamu lakukan sehingga semuanya terasa sangat jelas karena apa yang membuatnya menjadi lebih baik daripada ini mengapa apa yang terjadi memang akan menyiksa bahwa semuanya akan terasa sangat menyiksa sekali. Mereka lakukan hal yang melakukan hal yang lebih baik. melakukan hal yang sangat berguna seklai untuk menjadi bagian dari bangsa lelembut yang sangat mempesona tapi nyatanya semakin apa yang menyiksa semakin merusak citra diri. aku tidak perduli dengan semuanya tetapi aku akan mencoba hidup dengan lebih baik lagi kedepannya.     

asa yang terpendar adalah hal yang sangat menakjubkan bahwa apa yang melakukan hal yang sangat menaklukan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.