Gairah Nona

Pesta Alam Ghaib



Pesta Alam Ghaib

0Wira sudah kembali bekerja di pasar. Badannya terasa segar bugar. Memberikan secercah semangat baginya untuk memulai hari. Semua ini karena ulah ibu pemilik kontrakan semalam.     

"Mas Wira, Goyang ibu malam ini dong," pinta wanita itu semalam. Wira yang terperangah karena kedatangannya yang tiba-tiba tidak segera menjawab. Dia menyapu pandangan dari atas sampai bawah. Memang tidak semenarik dari wanita kebanyakan yang pernah digagahi olehnya, tetapi tidak buruk juga. Bahkan mungkin akan menjadi sebuah tantangan kalau bisa memuaskan wanita yang umurnya sangat jauh di atasnya. Adrenalin kelaki-lakiannya terpacu.     

"Kok diam sih Wira?" Ibu pemilik kos itu mencebik.     

"E-eh, enggak Bu. Saya kagum saja melihat tubuh ibu. Sudah berumur tapi pandai menjaga tubuh," puji Wira yang jelas menyiratkan debaran aneh di dada ibu itu.     

"Ah, kamu berlebihan Wira."     

"Sumpah Bu. Saya tidak bohong. Tubuh ibu montok banget kayak perempuan berumur dua lima," imbuh Wira. Wanita itu terdiam sejenak sambil melirik genit ke arah Wira. sementara Pria itu terlihat menopangkan kedua tangannya ke belakang dengan posisi kakinya yang terbuka lebar.     

"Emang suami ibu kemana?"     

Wajah wanita itu mendadak muram. Ada sesuatu yang sulit untuk diungkapkan dari rona wajahnya.     

"Kenapa Bu?"     

"Suami saya lumpuh akibat stroke ringan. Sudah setahun yang lalu, selama itu juga aku terpaksa merawatnya karena tidak tega." Tuturnya membuka sisi kelam kehidupnya.     

"Wah tidak bisa main dong, Bu, hehe…" timpal Wira frontal.     

"Iya, mau bagaimana lagi Wira, suami saya buat bergerak saja tidak bisa, apalagi muasin saya." Wanita itu mengungkapkan semuanya sejujur-jujurnya, tandanya perasaanya sudah tidak mampu untuk dibendung lagi.     

"Terus selama ini kalau lagi pengen gimana Bu?" Wira sedang menarik ulur umpannya.     

"Colok sendiri pakai alat pemuas, kalau tidak sama lelaki yang lebih mudah. Entah itu tukang becak, kuli, atau yang lain."     

Wira berdecak mendengar penuturan wanita dihadapannya ini. Memang kalau kebutuhan sudah mendesak, apapun akan dilakukan supaya bisa tersalurkan. Apalagi sepertinya wanita itu tidak malu-malu untuk menunjukan birahinya terhadap laki-laki. Kalau sudah begini, tidak perlu ditarik ulur, langsung sikat saja, batin Wira.     

"Terus ibu maunya saya gimana?" tanya Wira yang langsung ke intinya. Wanita itu tidak menjawabnya langsung. Dia menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat. Kemudian beringsut duduk di samping Wira.     

"Pertama kali kamu datang, aku langsung suka dengan postur tubuhmu Wira. Gagah, kekar, sesuai dengan fantasi ibu selama ini. lalu, ketika kamu berjalan ke kamar, Saya ngikutin kamu. Awalnya saya ragu untuk mendatangi kamarmu, takutnya kamu terganggu. Jadi saya terdiam cukup lama di dekat kamar mandi sampai akhirnya kamu keluar kamar untuk mandi…"jelasnya yang menggantung.     

"Ibu yang mengintip saya di kamar mandi tadi?" tanya Wira dengan suara meninggi. Namun buru-buru dibungkam olehnya.     

"Ssttt… jangan keras-keras. Takutnya penghuni lain bangun. Bisa kacau kalau sampai kepergok." Wira mengangguk, memang akan menjadi masalah yang besar kalau ada seorang pemuda bersama dengan wanita yang nyaris tanpa pakaian itu berada di dalam satu kamar. Bisa-bisa dia dihakimi masa.     

Wanita itu terpaku. Dia menyentuh rahang tegas Wira, turun ke dua bukit bidang, lalu perut dengan otot yang keras kemudian…     

Wanita itu menggingit bibir saat melihat gundukan besar di balik celana Wira. Nafasnya mendadak memburu.     

"Ibu lihat apa yang saya lakukan tadi di kamar mandi?" suara barinton itu tepat mengarah ke telinganya. Membuat hati wanita itu berdesir-besir.     

"Iya, Wira aku lihat."     

"Sekarang lakukan seperti yang saya lakukan di kamar mandi,"     

Wanita itu mengangguk. Secara perlahan, dia mengelus-elus tonjolan itu yang membuat Wira mengerang. Dia semakin gencar memberikan sentuhan lembut sehingga tonjolan itu semakin mengeras.     

"Stop Bu," Wira mencekal tangannya."Lain kali saja ya Bu. Saya capek habis nguli seharian."     

Ibu pemilik kos itu hanya manyun. Padahal dia sangat ingin sekali untuk digoyang sama pemuda kekar nan rupawan itu, tetapi dia tidak bisa memaksakan kehendaknya karena mengetahui kondisi Wira yang memang sudah sangat letih. Terlihat dari raut wajahnya yang kelelahan.     

"Ya udah enggak apa-apa, tapi harus janji ya Wira."     

"Pasti Bu. Ibu belum pernah 'kan gituan sambil digendong?" pertanyaan itu seketika membuat sepasang manik matanya berbinar. Digendong? Apakah Wira sekuat itu?     

Hal yang sangat jarang dilakukan oleh kebanyakan pria ketika bercinta adalah posisi menggendong ke depan, karena dibutuhkan tenaga yang besar dan kuda-kuda yang kuat. Yang membuat wanita akan terasa melayang karena tertancap semakin dalam. Oh, wanita itu semakin tidak sabar untuk melakukannya.     

"Iya, Wira. Saya mau banget. Tapi sekarang saya boleh 'kan pijat badan kamu biar enakan?"     

Wira mengedikan bahu. Langsung membuka baju, wanita itu dengan girangnya menyentuh tubuh Wira semalaman.     

***     

Wira senyum-senyum sendiri kalau teringat kejadian semalam itu. Bagaimana wanita itu seperti kegerahan sendiri saat memijit badannya sementara Wira terlelap dalam tidur tanpa menghiraukannya.     

Meski, Wira masih suka mengumbar nafsu, Namun, Dia sudah meneguhkan hatinya hanya kepada Liani. Hanya kepada wanita itu hatinya tertambat. Meski, 'Liar' nya belum sepenuhnya terkontrol.     

Pasar itu terlihat ramai. Sudah banyak truk yang mengantri untuk menurunkan muatannya ke pengepul. Wira langsung menawarkan dirinya untuk menjadi kuli panggul. tidak lupa dia menggunakan baju yang digunakan sebagai masker serupa ninja. Tidak gampang bagi Wira untuk mendapatkan pekerjaan itu karena dia harus bersaing dengan banyak kuli panggul yang lain. Namun pada akhirnya dia mendapatkannya juga.     

Panas terik membakar kepalanya tubuhnya, membuat lekuk tubuh yang keras itu semakin menunjukan otot-ototnya. Tubuh yang kehitaman menambah kesan kejantanan yang ada di dalam dirinya.     

Hingga tidak terasa petang menyingsing,     

Wira sudah selesai bekerja. Tidak selelah kemaren, tubuhnya seolah sudah mulai terbiasa untuk mengangkat yang berat-berat. Mentalnya tertempa untuk kehidupan yang keras.     

Setelah selesai makan malam di warung, Wira pun pulang ke kontrakannya sambil berangan-angan. Alangkah indahnya kalau pulang bekerja seperti ini, dia sambut oleh senyum manis dari Liani sang istri dan anak kecil buah cinta mereka. Pasti segala rasa capek akan musnah seketika dan berganti menjadi kebahagiaan yang tiada tara.     

Sialnya, nasibnya sedang tidak beruntung. Dia masih kucing-kucingan dengan gang mafia naga, suruhan dari Janda kaya raya namun gila, Sinta. Terlepas dari mereka saja adalah hal yang perlu disyukuri.     

Wira tertegun saat mencium bau wewangian yang berasal dari dalam kamarnya. Cepat-cepat dia membuka pintu yang tidak terkunci itu.     

Matanya melebar saat mendapati perubahan drastis kamarnya. Ada kasur yang diletakkan di atas tikar lengkap dengan dua bantalnya. Ada juga meja dimana banyak makanan yang terpampang.     

Wira menyipitkan mata saat menemukan secarik kertas diantara makanan itu. Pria itu tersenyum kecil saat melihat tulisan yang terpampang.     

"Makan yang banyak Sayang, biar kuat gendongnya."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.