Bullying And Bloody Letters

Jasad Fanya



Jasad Fanya

0Ane mencekik leher Fanya, dan Fanya pun tak tinggal diam dia menghunjamkan pisau di tangan itu ke tubuh Ane, hingga berkali-kali.     

      

Darah mulai menyembur dari tubuh Ane, tapi anehnya Ane tidak merasa sedikit pun kesakitan.     

      

Padahal tubuhnya penuh luka akibat  tusukan pisau dari tangan Fanya.     

      

      

      

"Sial! Dia tidak bisa mati!" tukas Fanya.     

      

"Akhhh!" Fanya mulai merasa kesulitan bernafas, tenggorokannya tertekan kuat oleh cekikan Ane.     

      

Fanya benar sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi, karna meski dia sudah berusaha untuk menusuk tubuh Ane, tapi sayangnya semua itu tidak berguna karna Ane tak bisa mati dan masih bisa menyerangnya.     

      

"Akhhh!"     

      

Perlahan tubuh Fanya mulai melemas dan dia menjatuhkan pisau itu ke lantai.     

      

      

      

      

      

Klunting!     

      

      

      

      

Haha haha haha hahah!     

Haha haha haha hahah!     

Haha haha haha hahah!     

"MATI! MATI MATI! HAHA HAHA HAHA!"     

Suara tertawaan itu muncul dari mulut Ane, yang masih di kuasai oleh arwah dari Cinta.     

"AKU BERHASIL MEMBUNUHMU! AKU BERHASIL HAHA HAHA HAHA HAHA!"     

      

Fanya sudah tewas akibat cekikan dari Ane. Tapi meski sudah tahu jika Fanya sudah tewas, tapi Ane malah semakin mengencangkan celikkannya, dan perlahan terdengar bunyi gemertak dari leher Fanya.     

Terdengar seperti suara tulang yang hancur.     

Dan darah mulai mengalir dari bagian mata, telinga, serta mulutnya.     

Lalu dengan sekuat tenaga Ane pun menarik leher Fanya hingga putus dan terpisah dari tubuhnya.     

      

Seketika darah mengalir dan membanjiri kamar apartemen Fanya.     

Dan setelah itu Ane kembali tertawa-tawa puas.     

      

HAHA HAHA HAHA!     

HAHA HAHA HAHA!     

HAHA HAHA HAHA!     

Ane merasa sangat puas, dan bahagia. Sebenarnya bukan Ane yang puas, tapi Cinta. Karna kini dendamnya bisa terbalas.     

Dan sekarang Cinta masih mengincar Melisa, karna Melisa lah yang nuga sudah membunuhnya dulu.     

      

Setelah puas karna berhasil membunuh Fanya, Ane pun pergi meninggalkannya begitu saja.     

Dia keluar apartemen tanpa ada seorang pun yang menyaksikannya.     

Lalu dia pun berjalan menuju rumahnya.     

Dengan langkah gontai dan tubuh di penuh luka serta tetesan darah terus mengalir membasahi jalanan.     

Ane masih tidak sadarkan diri, tubuhnya masih di kuasai oleh Cinta.     

Hingga tepat di depan rumahnya,  perlahan Ane menekan tombol bel pintu.     

Dan setelah beberapa menit berlalu datang sang ayah yang membukakan pintu untuknya.     

Tentu saja pria paruh baya itu pun dibuat syok oleh Ane.     

"Ane! Kamu kenapa sayang!?" teriak sang ayah.     

Tak lama tubuhnya Ane pun ambruk dalam pelukan ayahnya.     

"Ane!"     

Sang ayah segera melarikan Ane ke rumah sakit.     

Ane mengalami luka yang cukup parah.     

      

***     

Ke esokkan harinya, mulai digemparkan dengan sebuah berita di temukannya seorang gadis yang tewas di apartemen, dengan kepala yang terpenggal.     

      

Berita itu pun mulai sampai di telinga Sarah dan juga Vero tapi sayangnya mereka belum mengetahui jika gadis itu adalah Fanya.     

      

Dan setelah beberapa hari kemudian, pihak kepolisian berhasil mengidentifikasi bahwa jasad gadis itu adalah Fanya.     

Tentu saja hal itu membuat Vero dan juga Sarah menjadi syok.     

Mereka segera mendatangi pihak kepolisian untuk memastikan  apakah benar gadis itu adalah Fanya.     

      

Dan setelah mendatangi dan melihat langsung bahwa itu benar-benar Fanya.     

Mereka pun benar-benar hanya bisa pasrah, karna tak bisa lagi berbuat apa pun.     

"Vero, kenapa ini semua bisa terjadi kepada Fanya? Siapa yang sudah membunuhnya?" tanya Sarah sambil menangis dalam pelukan Vero.     

"Sabar, Ma. Kita harus ikhlaskan dia agar bisa tenang. Mungkin ini sebagai hukuman baginya, atas perbuatan yang selama ini dia lakukan," ujar Vero.     

"Ver, jangan bicara begitu, Nak. Karna bagaimana pun dia adalah anak kandung Mama, adik kamu," ujar Sarah, untuk meredam kebencian Vero kepada Fanya.     

"Iya, Ma. Maafkan, Vero, ya," ujar Vero     

Vero benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa lagi, selain menghadapi semua ini dengan ikhlas.     

Selalu  bersabar, dan menganggap mungkin ini adalah sebagai akhir dari segala perbuatan jahat Fanya.     

      

Fabya meninggal secara mengenaskan dengan kepala yang terpenggal, namun anehnya para aparat kepolisian tidak bisa menemukan sidik jari siapa pun dalam jasad Fanya.     

Bahkan penyebab meninggalnya Fanya pun belum terpecahkan tentang siapa dan apa yang menyebabkan kepalanya bisa terpenggal.     

      

      

***     

Sementara itu Ane kasih berada di rumah sakit, dan belum sadar kan diri sampai saat ini juga.     

Mentari, Alvin dan Laras pun datang untuk menjenguk Ane di rumah sakit.     

      

"Tari, kamu beneran gak apa-apa?" tanya Alvin.     

"Enggak, kok aku gak apa-apa, lagi pula Ane, kan bukan sakit karna kecelakaan," ujar mentari.     

"Ya sudah kalau begitu ayo kita masuk," ajak Alvin.     

Dan mereka pun mulai masuk ke dalam ruangan di mana Ane di rawat.     

"Siang, Om," sapa Alvin kepada ayahnya Ane.     

"Siang," jawab ayahnya Ane.     

"Bagaimana dengan keadaan Ane, Om?" tanya Mentari.     

"Ane masih belum sadar juga, karna lukanya cukup parah, dan Om sendiri juga sangat khawatir dengan keadaan Ane. Om takut kalau sampai Ane meninggal. Om tidak punya siapa-siapa lagi," tukas ayahnya Ane yang mengungkapkan segala kesedihannya.     

      

"Sabar  ya, Om. Kita doakan saja supanya Ane lekas sadar," tukas Laras yang mencoba menenangkan ayahnya Ane.     

"Memangnya kalau boleh kami tahu, bagaimana kronologi kejadiannya, Om?" tanya Alvin.     

Dan dengan wajah yang tampak terpaksa akhirnya ayahnya Ane menceritakan semuanya.     

      

"Begini, Nak Alvin. Waktu itu, Om tidak bisa menjemput Ane, dan Ane pulang sendirian dalam keadaan tubuh yang penuh luka tusukan,"     

"Apa jangan-jangan Ane habis di rampok?" tebak  Alvin.     

"Entalah, Nak Alvin, tapi anehnya barang-batang Ane masih ada, uang, ponsel, semua masih ada," tutur ayahnya Ane.     

"Lalu, siapa yang sudah melukainya?" tanya Alvin.     

"Sampai detik ini polisi belum menemukan siapa pelakunya sementara Ane, masih belum juga sadar."     

"Sabar ya, Om," tukas Laras lagi.     

      

Laras dan Alvin tampak penasaran dengan siapa yang sudah melakukan hal ini kepada Ane.     

Sementara Mentari mulai berpikir jika ini ada hubungannya dengan meninggalnya  Fanya.     

Karna kejadian yang menimpa Ane hampir bersamaan dengan di temukannya jasad Fanya di sebuah apartemen.     

      

Mentari juga mendengar jika jasad Fanya hanya bisa di identifikasi sementara siapa pembunuhnya tidak di ketahui bahkan polisi tidak menemukan sidik jari dalam jasad itu.     

Yang artinya pembunuh Fanya masih misterius.     

Dan yang bisa melakukan hal ini hanyalah Cinta.     

'Bisa saja Cinta membunuh Fanya dengan cara merasuki Ane, 'kan?' batin Mentari.     

"Tari, kenapa kamu melamun?" tanya Alvin.     

"Ah, enggak kok," ujar Mentari.     

      

Lalu tiba-tiba Cinta muncul tepat di samping Ane yang sedang berbaring.     

Dan hal itu tentu saja membuat Mentari menjadi kaget.     

Hanya dia saja yang dapat melihat keberadaan Cinta.     

Dan dengan kedatangan Cinta membuatnya yakin, jika Cinta memang ada hubungannya dengan semua ini.     

      

'Jadi benar, ini semua ada hubungannya dengan, Cinta, lalu apa alasan Cinta membuat Ane terluka?' batin Mentari.     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.