Bullying And Bloody Letters

Nana Yang Gangguan Jiwa



Nana Yang Gangguan Jiwa

0Mendengar segala kelakuan putrinya yang sama sekali tidak terpuji, membuat sang Ibu menjadi sangat syok sekaligus kecewa.     

Dia merasa sudah lalai mendidik putrinya. Selama ini suaminya terlalu memanjakan Nana, segala keinginan Nana selalu terpenuhi dan waktu mereka di habiskan untuk bekerja, mereka hanya memberi uang dan uang, hampir tak pernah merawat Nana, secara penuh. Mereka pikir dengan uang mereka bisa mencukupi segalanya. Dan pada akhirnya membuat Nana menjadi pribadi yang kaku, sombong, dan semaunya. Karna dia terbiasa dengan orang tuanya, terutama sang Ayah bahwa segalanya bisa di beli dengan uang, dan tidak perlu memikirkan yang lainya yang penting bisa terlihat mewah dan punya segalanya.     

 Segala masalah serta kelemahan bisa diatasi dengan uang. Semua tak ada yang di khawatirkan karna apa pun yang mereka lakukan walau pun salah tetap saja mereka akan benar dan tentunya karna uang.     

      

      

"Saya, sangat menyesal karna selama ini tidak terlalu mengenal putri saya sendiri," pungkas Ibunya Nana dengan wajah bersedih.     

      

"Maaf ya, Tante. Saya terpaksa memberitahu kepada Tante soal ini. Karna saya tidak mau melihat Larisa terbebani karna masalah ini." Ucap Alex.     

      

"Iya, justru saya yang harusnya minta maaf atas perlakuan putri saya, terutama kepada, Nak Larisa." Ibunya Nana berjalan mendekat kearah Larisa, "maafkan, Nana ya, Nak," ucapnya kepada Larisa.     

Larisa pun mengangguk, "Iya, Tante. Saya sama sekali tidak dendam kepada Nana." Pungkas Larisa.     

      

"Terima kasih, Nak Larisa. Kamu benar-benar anak yang sangat baik hati. Tante sangat menyayangkan, kenapa putri Tante bukanya berteman denganmu tapi malah menindasmu. Jujur Tante tidak begitu suka Nana berteman dengan Audrey dan juga Sisi. Mereka itu anak-anak yang sombong dan juga kurang sopan." Tutur ibunya Nana yang menjelaskan segala isi hatinya.     

      

"Yasudah, Tante. Mari kami bantu mencari Nana sekarang," ujar Alex.     

      

"Benarkah?!" ucap ibunya Nana yang merasa tak percaya.     

Dan Alex pun mengangguk dengan senyuman.     

"Sekali saya ucapkan terima kasih banyak kepada kalian. Rupanya di Superior High School masih ada anak-anak baik dan peduli seperti kalian. Padahal Tante kira mereka semua anak-anak yang hanya mementingkan diri sendiri dan tak peduli dengan orang lain." Ujar wanita paruh bayah itu.     

      

"Ya sudah, Tante. Tidak apa-apa, kami senang bisa membantu Tante, jadi sebaiknya ayo cepat kita pergi. Supaya kita lebih cepat pula menemukan Nana," kata Larisa.     

      

Dan mereka bertiga pun mulai pergi mencari Nana dengan mengendarai mobil milik ibunya Nana.     

Mereka menyusuri seluruh jalan-jalan, restoran, mall, cafe, salon dan tempat lainnya yang paling sering Nana datangi.     

Tapi mereka tidak menemukan Nana juga.     

Lalu ibunya Nana mengusulkan untuk pergi ke makam mendiang ayahnya.     

      

"Kita akan mencari kemana lagi ini, Tante?" tanya Larisa.     

      

"Kita coba pergi ke makam Ayahnya saja," ujar Ibunya Nana.     

      

"Hah, makam?" ucap Alex, "apa Tante, yakin Nana ada disana?"     

      

"Sebenarnya saya masih agak ragu. Tapi sebaiknya kita coba dulu. Siapa tahu Nana ke sana," jawab ibunya Nana.     

      

"Ya sudah kita coba saja." Pungkas Alex.     

      

Dan setelah sampai di tempat pemakaman itu mereka langsung menuruni mobil dan berpencar mencari Nana.     

Khusus ibunya Nana, dia langsung menuju makam suaminya. Sementara Alex dan Larisa mencari di tempat lain.     

Tapi mereka semua tidak menemukan Nana juga.     

Hingga pada akhirnya mereka pun terpaksa masuk kedalam mobil dan pulang dengan tangan kosong.     

      

Lalu  di perjalanan pulang, mereka berpapasan  dengan seorang gadis, menggunakan seragam sekolah Superior High School.     

Larisa yang sempat melihatnya, mulai curiga apa lagi gadis itu menutup kepalanya dengan sebuah kain batik yang sepertinya dia kenal.     

      

'Aku seperti pernah melihat benda itu,' batin Larisa sambil berpikir-pikir dimana dia pernah melihat benda itu, 'ah ya, itu, 'kan taplak meja sekolahan,'     

Seketika Larisa langsung menghentikan laju mobilnya.     

"Stop! kita kejar gadis itu," tukas Larisa sambil menunjuk seorang gadis yang berjalan sendirian dan menggunakan penutup kepala yang hampir menutupi setengah badannya itu, menggunakan kain bermotif batik yang di duga taplak sekolahan.     

      

Dan setelah mobil berhenti Larisa langsung berlari menghampiri gadis itu.     

"Hey tunggu!" teriak Larisa.     

Dan gadis itu pun menghentikan langkahnya tanpa menoleh.     

      

Setelah itu Larisa membuka penutup kepalanya sambil berkata, "kalau berjalan dengan seluruh wajah tertutup begini, kamu itu bisa terjatuh atau bahkan akan tertabrak kendaraan," ujar Larisa.     

Lalu setelah penutup itu terbuka ternyata gadis itu adalah Nana.     

Rupanya dugaan Larisa itu benar, jika gadis itu adalah Nana.     

      

"Nana?!" si Ibu yang baru saja keluar dari dalam mobil pun langsung berlari dan memeluk Nana.     

Nana tampak begitu kacau dengan rambut yang awut-awutan dan tampak dekil karna sejak kemarin dia belum mandi.     

      

Sama sekali Nana yang bertemu dengan sang Ibu, Larisa dan juga Alex itu, tidak mau meresponya.     

Dia hanya terdiam dengan tatapan kosong seperti tak bertemu dengan siapa pun.     

***     

Akhirnya setelah kejadian itu Nana juga di masukan ke rumah sakit jiwa menyusul Sisi.     

      

"Loh, ini kan gadis yang tempo hari datang kemari dan meminta paksa akan bertemu dengan pasien yang bernama Sisi itu,'kan?" ucap Perawat.     

      

"Iya, benar, ini juga gadis yang sudah menggigit tangan saya tempo hari,"  sambung Petugas Keamanan.     

      

      

***     

      

Dan tiga membully Larisa kini sudah pergi. Walau dia sangat menayangkannya, tapi setidaknya Larisa bisa bernafas lega. Karna tak ada lagi yang akan mengganggu dan mengurungnya di dalam gudang. Karna mereka semua sudah mendapat balasan yang setimpal dari Larasati. Meski Larisa sendiri tidak pernah memintanya untuk melakukannya, bahkan Larisa malah sangat tidak suka atas perlakukan Larasati kepada para Penindasnya.     

      

Dan saat ini Larisa tengah duduk di bangku taman sendirian. Dia terlihat sendirian karna Alex sedang tidak masuk sekolah, dia ada urusan keluarga sehingga terpaksa bolos sekolah hari ini.     

      

Dan di saat kesendiriannya, Larisa kembali mendapatkan surat yang di letakkan tepat di samping dia duduk. Larisa langsung meraihnya.     

"Lagi-lagi, dia mengirimiku surat begini," gerutu Larisa.     

'masih belum selesai,' tulisan surat itu.     

Lalu Larisa melemparkan surat itu kedalam tong sampah yang ada di dekatnya.     

      

"Sudahlah, Larasati. Kalau kamu punya dendam, tolong jangan bawa-bawa aku, karna aku pun ingin hidup normal seperti yang lainnya," oceh Larisa sendirian sambil menutup matanya.     

      

Lalu Larisa merasa ada seseorang yang menyenggol bagian pundaknya.     

"Sudah ku bilang pergi, jangan ganggu aku," tukas Larisa lagi, yang masih enggan membuka matanya, karna dia sangat malas melihat wajah Larasati yang terlihat pucat dan penuh luka serta darah di mana-mana.     

      

Tapi lama-kelamaan terdengar ada yang memanggil namanya, dan itu bukan suara Larasati.     

"Larisa, kamu kenapa?"     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.