Bullying And Bloody Letters

Superior High Scool Di Masa Lampau



Superior High Scool Di Masa Lampau

0Alex pun terdiam sesaat karna mendengar ucapan Larisa itu.     

"Alex, kenapa kamu diam? kamu tidak seperti itu, 'kan?"  tanya Larisa.     

Larisa tampak sangat penasaran dan khawatir jika dugaannya itu benar terjadi.     

Dan Alex yang tak tega melihat Larisa penasaran itu pun membuatnya, terpaksa berbohong kepada Larisa.     

"Tidak. Tentu saja tidak!" jawab Alex.     

Lalu Larisa pun tersenyum dan menggenggam tangan Alex.     

"Janji ya, jangan tinggalkan aku Alex," mohon Larisa.     

Dan Alex kembali tersenyum dengan senyuman terpaksa dan menganggukkan kepalanya.     

"Iya, Larisa. Aku berjanji akan menjagamu" ucap Alex.     

Dan dalam hati Alex berkata, 'Aku akan meninggalkanmu, jika kamu sudah menjadi wanita yang kuat,' batin Alex.     

      

Sesungguhnya Alex dan keluarganya berencana akan pergi ke Luar negeri setelah hari kelulusan nanti. Mereka berencana untuk menetap di sana. Dan tentu hal itu akan membuat Alex dengan terpaksa harus meninggalkan Larisa.     

Padahal sejujurnya itu terasa sangat berat. Tapi dia terpaksa harus mengikuti kemauan orang tuanya, karna  dia juga harus belajar sekolah bisnis di sana, karna kelak dialah yang akan mengurus bisnis keluarganya di sana.     

Alex adalah anak laki-laki satu-satunya dalam keluarganya, dan dia harus menggantikan posisi ayahnya yang sudah lama meninggal.     

Ayah Alex adalah pria berkewargaan Canada dan sang Ibu orang asli Indonesia. Lalu karna suaminya meninggal, dia pun memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan membuka salon ke cantikkan yang cukup ternama di Jakarta.     

      

Dan karna hal itu Alex tidak bisa melanjutkan kuliahnya di Indonesia bersama Larisa. Karna keluarga dari sang Ayah yaitu kakek dan neneknya yang asli warga sana membutuhkan dirinya. Karna dia adalah keturunan mereka satu-satunya. Dan Alex lah pewaris tunggalnya.     

      

"Alex, tau tidak. Sebenarnya aku tidak menyangka kalau aku bisa dekat dan berpacaran denganmu. Karna kamu itu terlalu sempurnya untuk ku," tutur Larisa.     

      

"Kenapa kamu bilang begitu, kamu itu juga cantik, pintar, baik hati. Jadi apa salahnya dengan dirimu?"     

      

"Tapi kalau bukan karna dirimu, aku juga tidak akan bisa seperti ini. Karna aku cantik berkat dirimu dan Mamamu yang membantuku,"     

      

"Iya, aku tahu. Tapi bagiku kamu terap cantik walaupun kamu seperti dulu, hanya saja satu kurangnya ...."     

      

"Apa itu?"     

      

"Kamu itu pemalu."     

      

Larisa menunduk, "Yah, kalau soal itu aku juga tahu,"     

      

"Maka dari itu, kamu jangan malu-malu lagi, karna kamu itu cantik, kamu itu cerdas. Dan kamu juga hebat!" Alex menyentuh hidung Larisa, "mengerti, 'kan?" tukasnya sambil tersenyum.     

Larisa pun juga tersenyum,  setelah itu Alex pun mengantarkan Larisa pulang.     

Lalu dalam perjalanan mereka bertemu dengan  Brian dan Holly sedang bergandengan tangan dan memasuki sebuah hotel.     

"Loh, itu bukannya Brian dan teman sekelasnya yang pindahan dari Prancis itu ya?" tanya Larisa.     

      

"Iya,"  jawab Alex.     

      

"Terus mereka mau ngapain? apa kita gak mencegahnya, karna aku yakin Brian pasti akan melakukan hal yang tidak-tidak kepada Holly," ujar Larisa dengan wajah yang panik.     

      

"Sudah itu bukan urusan kita," sahut Alex yang masih mengendarai motornya dengan pelan-pelan.     

      

"Alex, kasihan Holly bagaimana kalau sampai Brian memperkosanya di hotel itu!"  Larisa masih saja menghawatirkan Holly, dan mendengar hal itu Alex pun hanya tertawa saja.     

"Larisa, Larisa, kamu itu terlalu polos. Mereka itu melakukan hal yang sama-sama mereka sukai. Meski kita tahu tindakan itu salah. Tapi kita tidak berhak ikut campurkan? karna itu bukan urusan kita," tutur Alex menjelaskan.     

"Tapi Lex, bisa stop tidak!"     

Dan Alex pun menghentikan laju motornya.     

"Ok, aku berhenti, dan sebaiknya kita menepi disana!" ujar Alex sambil menunjuk ke arah taman.     

      

"Enggak, kita kembali saja. Kita selamatkan Holly," ucapan Larisa yang masih saja tidak tahu.     

      

"Larisa," Alex memegang pundak Larisa, "mereka itu anak-anak liar, yang sudah terbiasa melakukan hal seperti itu sebelum mereka pindah ke sini. Jadi biarkan saja."     

      

"Ta-tapi dosa, 'kan?"     

      

Alex tertawa, "Larisa, Larisa. Iya tahu dosa tapi biar menjadi urusan mereka dengan Tuhan. Dan itu bukan urusan kita,"     

Larisa akhirnya terdiam lalu dia kembali menundukkan wajahnya.     

"Bagaimana apa sudah paham?" tanya Alex kepada Larisa.     

Dan Larisa pun mengangguk, lalu mereka melanjutkan perjalanan pulangnya.     

      

Dan setelah sampai di rumahnya Larisa pun tak henti-hentinya tersenyum karna mengingat ke jadian hari ini. Dia sangat bahagia bisa bertemu dan sekarang menjadi pacar Alex. Dia merasa sangat beruntung karna di luaran sana banyak para gadis yang berlomba-lomba ingin menjadi pacarnya Alex, dan bahkan mereka sangat cantik-cantik dan kaya raya. Tapi justru mereka malah memilih dirinya yang di kenal jelek dan aneh.     

      

"Aku tidak menyangka ada satu malaikat di antara ribuan iblis." Ucap Larisa.     

      

Dan Larisa pun merebahkan dirinya di atas kasurnya lalu memejamkan matanya sambil tersenyum.     

Tapi meski hari ini perasaannya sangat bahagia, tapi entah mengapa bukannya memimpikan Alex, dia malah bermimpi yang aneh.     

      

Tiba-tiba saja dia melihat penampakan Superior High School yang terlihat di masa lampau.     

Karna terlihat dari jenis seragam yang di kenakan para siswa dan siswinya yang agak berbeda dengan seragamnya saat ini. Dan dia melihat ada seorang pria yang terlihat tinggi besar dan sangat tampan tengah berjalan dan menjadi pusat perhatian seluruh siswi sekolah.     

Dan seseorang memanggil dari belakang, "Wijaya!" teriaknya.     

Dan gadis yang memanggilnya itu adalah Seruni.     

Dan Larisa yang juga berada di tempat itu pun tampak kaget.     

"Loh itu bukanya, Bu Seruni, Ibunya Audrey?"     

Larisa berusaha memanggil Seruni. "Bu Seruni!" panggilnya, namun Seruni tidak mendengar teriakannya.     

Dan di belakang tampak siswi lagi, yang wajahnya sangat familiar di matanya, "Bu Amara?" tukas Larisa.     

Namun lagi-lagi Amara tak mendengarnya, dan dia terus berjalan mendekati Larisa, serta menabrak tubuh Larisa begitu saja. Setelah di tabraknya, Larisa sama sekali tak merasakan apa pun. Tubuhnya hanya seolah bayangan saja. Rupanya kehadirannya itu tak di rasakan oleh siswa lainnya yang ada di tempat itu.     

Menyadari hal itu Larisa pun terdiam dan mulai memperhatikan mereka semua, karna tak ada hal lain yang bisa dia lakukan selain melihat apa yang telah mereka lakukan.     

"Baik, rupanya kehadiranku di sini hanya sebagai penonton," tukas Larisa.     

      

Lalu Seruni merangkul Wijaya dari belakang sambil berbicara dengan nada manja dan merayu.     

"Wijaya, nanti sepulang sekolah main ke rumahku yuk!" ajak Seruni.     

Namun Wijaya secara perlahan melepas tangan Seruni yang melingkar di pundaknya.     

"Maaf, Seruni. Aku sudah ada janji," jawab Wijaya.     

      

"Apa, janji? janji dengan siapa?" tanya Seruni.     

Lalu Wijaya tak menjawabnya, dan dia malah menghampiri Larasati yang tengah berjalan menunduk dengan membawa tumpukan buku.     

"Sini, biar aku bantu bawakan," ucap Wijaya sambil meraih buku-buku itu.     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.