Bullying And Bloody Letters

Bukan Lagi Sikap Kekanak-kanakkan



Bukan Lagi Sikap Kekanak-kanakkan

0Lalu darah pun menetes-netes diatas pecahan kaca yang sudah ia taruh di dalam kantung keresek.     

Lalu Larisa pun mengangkat kantung keresek itu dan di bawah kantuk keresek terdapat selembar kertas kecil.     

"Aih, surat lagi," tukasnya.     

Dan tak sadar surat itu pun terkena tetesan darah dari tangannya.     

Melihat hal itu, Larisa langsung meraih kertas itu dan menaruhnya kedalam kantong keresek bercampur dengan pecahan kaca tadi, Larisa hendak membuang kertas itu tanpa membacanya terlebih dahulu.     

"Aku kesal kalau begini, aku tidak mau membaca surat dan selanjutnya aku tahu niat burukmu kepada seseorang lalu aku tidak bisa tidur karna sudah membaca surat tentang kematian seseorang." Gerutu Larisa sendirian.     

Setelah itu Larisa pun menaruh plastik itu ke tong sampah kecil yang ada di dalam kamarnya.     

Dan setelah itu Larisa mengobati luka di jarinya, sealnjutnya dia pun kembali tertidur lagi.     

      

      

***     

Esok harinya, Larisa pun berangkat ke sekolah seperti biasanya, dan di saat itu, dia bertemu dengan Seruni.     

"Bu Seruni, kenapa datang ke sekolah ini?  bukanya Audrey itu sudah pindah ya?" ucapnya.     

"Ada apa, Larisa?" tanya Alex yang tiba-tiba berada di belakangnya.     

"Akh, Alex! bikin kaget saja!" tukas Larisa.     

"Loh, itu bukannya Ibunya Audrey ya?" tanya Alex.     

"Iya, maka dari itu. Kan aneh sekali dia datang ke sekolah ini, bukanya Audrey kan sudah pindah ya?"     

"Sebenarnya, Audrey itu bukan pindah sekolah, tapi aku dengar dari beberapa sumber, dia itu sedang berada di luar negeri karna sedang menjalani pengobatannya."     

      

"Oh begitu ya?"     

      

"Iya, mungkin dia terpaksa berhenti sekolah untuk sementara waktu, sampai dia benar-benar pulih dan hilang rasa traumanya,"     

      

"Kasihan ya, Audrey,"     

      

"Hah, kasihan?"     

      

"Iya, dia terpaksa harus berhenti sekolah, karna ulah Larasati,"     

      

"Larisa, Larisa. Kamu itu terlalu baik. Dan aku pikir Audrey itu pantas mendapatkannya. Dia sudah di serang beberapa kali oleh Larasati, tapi bukannya jera, dia malah tetap mengganggumu. Yah kalau begitu maka dia harus siap mendapatkan balasannya." Tutur Alex.     

      

"Ia, sih. Tapi tetap saja  aku merasa sangat kasihan kepadanya. Karna itu terlalu ekstrim. Coba saja itu terjadi kepadaku, mungkin aku bakal kehilangan mata kiriku selamanya, karna tidak punya uang untuk operasi mata. Untungnya dia anak konglomerat, jadi dia bisa mengoperasi matanya dan bisa kembali ke semula."     

      

"Ya, kita doakan saja. Semoga setelah ini, Audrey tidak lagi jahat kepadamu. Karna dia sudah mendapatkan balasan seperti ini."     

      

"Iya, Lex. Aku pun berharap begitu,"     

      

Dan saat Seruni lewat di depan Larisa, Seruni pun sempat berhenti sejenak, dia menatap Larisa dengan wajah kesalnya. Dan sepertinya Seruni hendak mengumpat atau memaki Larisa. Tali dia menahannya, karna Seruni takut sesuatu yang buruk akan terjadi kepadanya.     

Seperti yang sudah terjadi terhadap Audrey putrinya.     

Dan kedatangannya di sekolah ini dia sedang mengurus surat pindah untuk Audrey. Padahal, kabar pindahnya Audrey itu sudah terdengar cukup lama, tapi kenyataannya Seruni baru mengurus surat pindahnya sekarang.     

Karna sejujurnya Audrey masih ingin tetap sekolah di tempat ini, tapi Seruni bersikeras untuk memindahkannya, karna Seruni takut dengan keselamatan putrinya itu.     

      

Dan karna mengingat hal menyeramkan itu, akhirnya Seruni pun melanjutkan langkah kakinya, dan meninggalkan Larisa dan juga Alex.     

Seruni menuju ruangan kepala sekolah.     

"Huh, memasuki ruangan ini membuatku teringat dengan Amara," ucap Seruni yang masih berada tepat di depan pintu kepala sekolah.     

      

tok tok tok tok!     

      

"Silakan masuk!" ucap Tyas yang ada di dalamnya.     

Lalu Seruni pun masuk kedalam ruangan kepala sekolah itu.     

Dan matanya pun langsung terbelalak saat melihat ternyata yang menggantikan Amara sebagai kepala sekolah adalah Tyas, sahabat karib dari Larasati.     

      

"Ka-kamu?!" tukas Seruni.     

Tyas pun tampak santai, "Iya, ada yang bisa saya bantu?" tanya Tyas dengan gaya formalnya.     

Seruni langsung kesal, dan dengan nada ketus dia berkata, "Iya. Tentu saja ada, saya ingin meminta surat pindah untuk anak saya!" tegas Seruni.     

      

"Wah, Anda ini sangat kasar ya, terhadap saya. Apa Anda ada masalah dengan saya?" tanya Tyas.     

Dan Seruni pun langsung melotot di depan Tyas.     

"Bahkan mata Anda yang hampir copot itu menandakan ada sesuatu yang terasa mengganggu dalam pikiran Anda," kata Tyas     

      

Lalu Seruni semakin bertambah kesal saja.     

"Cepat urus surat-surat itu, karna saya tidak suka berada di dalam sekolah ini!" bentak Seruni.     

      

"Wah, begitu ya, huft ... padahal Anda itu dulu sangat terkenal di sekolah ini, harusnya Anda betah di sini. Tapi kenapa malah tak tahan berada lama-lama di sini, apa karna di sini Anda terlalu banyak memiliki dosa?" ucap Tyas     

      

      

"Dasar, menyebalkan! cepat urus, atau saya!"     

      

"Atau apa?!" Seruni tersenyum tipis, "atau Anda akan membully saya?"     

      

"Hey, Tyas! maksud kamu itu apa?"     

      

"Ah, maksud saya, kalau saya tidak bisa menuruti ucapan Anda maka apa saya akan di tindas seperti teman saya dulu!?"     

      

"Dasar, gila! mau kamu apa?!".     

      

"Mau saya ... tolong Anda bersikap baik di depan saya. Karna begini-begini saya ini kepala sekolah bisa tidak bicaranya agak sopan dan jangan ketus begitu?"     

      

"Aih,  jangan bicara yang tidak-tidak cepat lakukan dan saya akan pergi!" bentak Seruni.     

Tyas tertawa kepada Seruni dengan sorot mata yang mengancam.     

"Kenapa kamu menatapku begitu? kamu itu tahu, 'kan siapa saya?" tantang Seruni.     

      

"Tentu saja saya sangat tahu siapa Anda. Anda adalah Seruni si Kaya raya berkuasa dan tukang tindas. Bahkan sosok Anda yang luar biasa tercela itu tidak akan saya lupakan seumur hidup saya!"     

      

"Hey, Tyas! kamu itu sudah berlebihan. Dan dulu saya tidak merasa sudah menindasmu. Lagi pula itu hanya kenakalan remaja yang sudah berlalu, terlalu kekanakan kalau di bahas diusia yang sudah setua ini!"     

      

"Oh, begitu ya?! jadi kalau saya membahas kenakalan yang menewaskan orang dan menyembunyikan mayatnya sampai bertahun-tahun itu, adalah sikap kekanak-kanakan ya?" tanya Tyas dengan nada santai tapi mata melotot tajam kearah Seruni.     

Dan Seruni langsung terdiam, dia tak bisa menjawab lagi.     

Dia merasa curiga jika Tyas sudah mengetahui bahwa dia dan Amara mamang tersangka dari menghilangnya Larasati.     

      

"Ma-maksud kamu apa bicara begitu? kamu menuduhku ya?"     

      

"Oh, kamu merasa ya?" Tyas pun mendekatkan mulutnya kearah telinga Seruni, "menyerah saja ke kantor polisi," bisik Tyas.     

Seruni pun tak terima, "Apa maksud kamu bicara begitu?! jangan asal bicara, kamu ingin mendapat masalah dari mulutmu yang berisik itu ya?!" ancam Seruni.     

      

"Wah, kalau marah begini, kamu jadi terlihat jelas, sebagai tersangka."     

      

"Diam kamu, atau kamu akan ku bunuh seperti dia!" bentak Seruni. Dan dia langsung menutup mulutnya yang keceplosan itu.     

      

"Wah, jadi benar ya? kamu dan Amara yang sudah membunuh Larasati!?"     

Brak! .     

Tyas menggebrak mejanya, sampai Seruni menjadi kaget.     

Tyas yang murka pun langsung meraih kerah kemeja Seruni dengan kasar.     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.