Bullying And Bloody Letters

Tidak Cukup Sampai Di Sini Saja



Tidak Cukup Sampai Di Sini Saja

0"Eh, tidak usah Wijaya, saya bisa membawanya sendiri," tukas Larasati.     

Tapi Wijaya tak menghiraukan ucapan Larasati dan dia tetap meraih buku itu.     

"Buku ini terlalu berat untuk tubuh sekecil kamu," tukas Wijaya sambil melirik kearah Larasati.     

Dan Larasati juga melihat tubuhnya sendiri dari atas ke bawah.     

"Aku sekecil itu ya?" ucap Larasati.     

Dan Wijaya pun tersenyum, "Sudah  ayo kita antar buku ini, kamu bantu bawakan tasku ya," tukas Wijaya.     

Dan Larasati tersenyum tipis  kembali menundukkan wajahnya.     

      

Seruni yang melihat kebersamaan Larasati dan Wijaya pun menjadi sangat kesal.     

"Dasar, si Aneh itu. Bisa-bisanya merebut perhatian Wijaya dari ku!" umpat Larasati.     

Lalu Amara yang berada di belakangnya pun langsung menghampiri sahabatnya itu.     

"Sabar, nanti kita balas si Aneh itu," tukas Amara.     

      

Setelah itu Larisa di bawa ke sebuah rumah, yang juga tak asing bagi Larisa dan rumah itu adalah rumahnya Larasati.     

Dan di sana Larasati tampak sedang berdandan cantik dengan gaya yang sangat trendi di masa itu.     

Rupanya Larasati hendak bertemu dengan Wijaya. Larasati menunggu di sebuah toko buku, yang bangunannya juga terlihat masih klasik, letak toko buku itu juga terlihat tidak asing bagi  Larisa karna letaknya tidak jauh dari Superior High School, tapi sepertinya untuk saat ini bangunan itu sudah di alih fungsikan menjadi sebuah mini market.     

Dan di situ Larasati dan juga Wijaya terlihat sangatlah akrab, senyum merekah terus terpancar di bibir Larasati ketika bersama dengan Wijaya.     

Dan setelah puas memilih-milih buku di tempat itu mereka pun pulang, mereka berpisah di perjalanan, karna letak rumah mereka berlawanan arah. Larasati yang pulang sendirian pun di cegat oleh Amara dan juga Seruni.     

"Wah, senangnya bisa pergi dengan wijaya," tukas Seruni.     

Ekspresi Larasati yang awalnya terlihat semeringah seketika  berubah menjadi ketakutan.     

"Terus apa yang akan kita lakukan dengan si Jelek ini?" tanya Amara.     

"Ah, kita apakan ya? aku juga bingung, hihi," Seruni melepas ikatan rambut Larasati, hingga rambut panjangnya yang ikal menjadi tergerai berantakan.     

Lalu perlahan-lahan Seruni mengambil sejumput rambut Larasati lalu menariknya.     

"Akh sakit!" teriak Larasati.     

Dan Seruni pun tersenyum, "Sakit ya, aku baru mencabut beberapa helai saja lo," tukas Seruni dengan wajah meledek.     

"Ampun Seruni, tolong jangan sakiti saya," mohon Larasati.     

Tapi Seruni tak mendengar permohonan Larasati, dan dia malah memegang hampir keseluruhan rambut Larasati lalu dia menariknya dengan kencang hingga tubuh Larasati pun terjatuh di jalanan.     

"Akh, sakit hik ... tolong jangan sakiti aku lagi," mohon Larasati.     

Tapi tak ada sedikit pun rasa iba bagi Seruni, dan dia pun menendang Larasati yang tengah terjatuh di jalanan itu, dan tak hanya Seruni saja yang menendangi tubuh Larasati, tapi juga Amara yang turut menendang Larasati.     

      

Buk!     

Buk!     

Buk!     

      

"Haha! rasakan pembalasanku!" teriak Seruni penuh bahagia.     

"Apa perlu kita bikin sampai mati di sini?" tanya Amara.     

"Tidak perlu, kita buat dia tidak sanggup berjalan saja sudah cukup!" jawab Seruni.     

Tapi belum selesai mereka menghajar Larasati, ada seorang warga yang memergoki aksi keji mereka.     

"Hey! kalian sedang apa di sini!" teriak orang itu, Seruni dan Amara pun langsung berlari kencang.     

Dan Larasati tampak di gotong oleh beberapa warga.     

Dan setelah itu Larisa pun terbangun dari  mimpinya.     

      

"Huh! rupanya aku sedang bermimpi," tukas Larisa sambil mengusap kedua matanya.     

"Tadi itu hanya mimpi saja atau memang gambaran yang sudah terjadi di masa lampau ya?"  tanya Larisa kepada diri sendiri.     

Dan saat itu dia melihat Larasati tengah menatapnya dari dalam cermin.     

"Akh!" teriak Larisa yang kaget, "kamu lagi, kenapa selalu bikin kaget sih!" oceh Larisa.     

Bukannya pergi, Larasati malah keluar dari dalam cermin itu dan berjalan menghampiri Larisa.     

Larisa pun langsung berdiri dan tampak ketakutan.     

"Bisa tidak, kalau datang dengan ku jangan menggunakan wajah mu yang menyeramkan ini, jujur aku takut melihat darah," kata Larisa yang berbicara dengan Larasati. Dan saat itu juga Larasati langsung merubah wujudnya yang penuh darah itu, menjadi terlihat normal layaknya manusia biasa.     

Larisa yang melihatnya merasa sedikit lega.     

"Yah, memang harusnya begitu, kamu terlihat cantik." Puji Larisa.     

Larasati tersenyum mendengar pujian Larisa, Larisa pun juga turut tersenyum melihat Larasati.     

"Akhirnya, aku bisa melihat sisi cantikmu, kamu tersenyum kepadaku, jadi aku tidak takut lagi dengan mu Larasati."     

      

Dan Larasati langsung mendekat dan memeluk Larisa. Dia seperti ingin bercerita banyak hal dengan Larisa. Tapi sayangnya dia tidak bisa berbicara dengan Larisa, meski saat ini dia tengah memeluk Larisa, dan Larisa juga melihatnya. Tapi Larisa tidak merasakan sedang di peluk, yang ada hanya bulu kuduk yang terasa berdiri. Tapi meskipun begitu, Larisa tidak lagi merasa takut, rasa merinding dan bulu kuduk yang berdiri itu, hanya sebuah tanda bahwa dia sedang bersinggungan dengan dunia lain.     

"Kenapa kamu selalu datang kepadaku tanpa bicara? kalau begini caranya, bagaimana aku bisa menolongmu untuk menemukan jasadmu?" tukas Larisa.     

Lalu Larasati melepas pelukannya, dan dia menatap Larisa dengan wajah memelas.     

Larasati menggelengkan kepalanya kearah Larisa, yang memberikan isyarat bahwa dia tidak bisa melakukannya.     

      

"Baik aku mengerti, kalau kamu tidak bisa melakukannya. Mungkin karna dunia kita yang berbeda, tapi setidaknya bantu aku untuk menemukan jasadmu agar kamu  bisa tenang," ucap Larisa.     

      

Mendengar kata tenang, Larasati langsung berubah wujud dengan wujudnya yang menyeramkan lagi.     

Matanya melotot tajam, seolah tak terima jika hanya sampai di sini.     

Larasati bukan hanya ingin sekedar jasadnya di kebumikan dengan layak,  tapi dia juga ingin membalaskan dendamnya.     

Karna dia merasa belum cukup jika hanya berhenti sampai di sini. Sementara orang-orang yang sudah menyakitinya bisa hidup tenang.     

      

Dan Larasati pun langsung lenyap dari hadapan Larisa, dan kembali masuk kedalam cermin milik Larisa. Tapi beberapa saat kemudian cermin itu pun seperti meledak dan kacanya pecah berhamburan.     

      

Larisa pun kaget, dan mulai ketakutan.     

Dan dari luar terdengar suara sang Ibu yang memanggilnya, "Larisa! suara apa itu?!" teriak sang Ibu.     

      

"Bukan apa-apa kok, Bu!" sahut Larisa.     

      

"Kamu tidak apa-apa, 'kan?"     

      

"Tidak, Bu!" jawab Larisa sambil membereskan kaca-kaca itu.     

"Huh, dia itu benar-benar membebaniku, kalau begini hidup ku jadi tidak tenang terus," gerutu Larisa.     

Karna tidak hati-hati tangan Larisa pun tertusuk pecahan kaca.     

"Aww, sakit," Larisa memasukkan jarinya yang terluka itu kedalam mulut.     

Lalu dia kembali mengeluarkan jari itu dari dalam mulutnya, dan dia pikir darah bekas luka itu sudah berhenti.     

Tapi ternyata  tidak dan darahnya malah semakin deras.     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.