Bullying And Bloody Letters

Menunggu Pernyataan Perasaannya



Menunggu Pernyataan Perasaannya

0Setelah keadaan Larisa kembali membaik Alex mengantarkan Larisa pulang ke rumahnya.     

***     

"Eh, Larisa, Nak Alex. Baru saya mau ke sana tapi syukurlah, kalian sudah pulang," tukas ibunya Larisa.     

      

"Iya, Bu. Larisa sudah tidak apa-apa kok." Tukas Larisa.     

      

"Yasudah kalian duduk dulu, biar Ibu buatkan teh air hangat." ucap ibunya Larisa.     

      

Dan saat itu Alex pun menceritakan bahwa, Larisa pingsan akibat Brian yang datang dan hampir menculiknya.     

Tentu sebuah berita yang terdengar menakutkan bagi Larisa. Karna seperti yang dia ketahui bahwa beberapa hari yang laku Brian hampir memperkosanya dan karna hal itu, sudah jelas Brian hendak menculik dirinya karna ingin melancarkan niat bejatnya itu lagi.     

      

"Aku tidak habis pikir, ternyata hukuman dari sekolah tidak membuatnya jera. Justru dia di skors malah membuatnya semakin leluasa untuk melukaiku di luar sekolah," tutur Larisa dengan wajah yang khawatir.     

      

"Sabar ya, Larisa, aku akan menjagamu sebisa mungkin aku berjanji," tutur Alex.     

      

"Terima kasih Alex, berkat dirimu aku bisa merasa tenang, aku sudah banyak sekali berutang budi kepadamu, Alex. Bagaimana aku membalasnya?" tutur Larisa.     

      

Dan dengan tegas Alex berkata, "Sama sekali aku tidak mengharapkan balasan darimu, tapi kalau kamu ingin membalasku, maka cukup menjadilah Larisa yang kuat dan tidak lagi mudah ditindas oleh orang lain," tukas Alex.     

      

"Tapi—"     

      

"Ssst," Alex menutup mulut Larisa, "aju tahu kamu tidak bisa melakukannya sekarang, tapi suatu saat nanti aku ingin kamu menjadi Larisa yang kuat walaupun tanpa diriku disisimu," tutur Alex.     

Dan Larisa masih terdiam dengan wajah memelasnya, karna apa yang di ucapkan Alex memang ada benarnya, tapi dia tidak bisa melakukan apa yang di inginkan Alex. Karna dia bukan lah orang yang mudah merubah sikapnya, yang penakut, pemalu dan introvert itu begitu saja.     

Semua itu tak bisa lepas begitu saja dari dalam dirinya. Mungkin kalau pun bisa akan butuh waktu yang cukup lama untuk merubahnya.     

Dan dalam hatinya dia berharap, selamanya dia akan tetap berteman dengan Alex. Karna selama ini hanya Alex satu-satunya orang yang membuatnya merasa nyaman dan tenang.     

Dia tak muda percaya dan merasa nyaman jika bersama dengan orang lain.     

      

Lalu perlahan Alex mengangkat dagu Larisa, "Tenang tidak perlu bimbang, pasti suatu saat kamu bisa melakukannya," tukas Alex.     

Dan Larisa pun masih terdiam tak menjawabnya.     

      

"Aku berjanji akan membantumu menjadi Larisa yang pemberani, bukan Larisa yang penakut. Sampai pada suatu hari nanti jika kita berpisah, aku akan tenang meninggalkanmu disini," tutur Alex.     

Mendengar kata berpisah, membuat Larisa merasa sangat kesal kepada Alex.     

"Kenapa kamu bilang begitu?" tanya Larisa dengan wajah kesalnya, "apa kamu sudah bosan berteman denganku, si Gadis Aneh ini?" tanya Larisa.     

      

Dan Alex menggelengkan kepalanya, "Tidak. Sama sekali tidak. Dan justru aku merasa bahagia bisa berkenalan dan menjadi sahabatmu," jawab Alex.     

      

"Terus kenapa kamu bilang begitu, itu membuat aku merasa takut sendirian lagi, karna selama ini teman ku itu hanya kamu, Lex," Tak sadar Larisa pun meneteskan air matanya.     

Dan perlahan Alex menyeka air mata itu dengan telapak tangannya secara lembut.     

"Sudah, jangan bersedih, aku bicara begitu karna aku hanya ingin kamu itu menjadi gadis yang kuat, karna akun tidak bisa menjagamu setiap saat. Contohnya ya hari ini, kamu hampir saja celaka karna pulang sendirian." Tutur Alex.     

Lalu Larisa kembali terdiam lagi. Karna dia sadar jika apa yang di ucapkan Alex itu ada benarnya.     

Memang seharusnya dia itu belajar untuk menjadi pemberani, dan belajar berinteraksi dengan banyak orang.     

Karna selama ini dia terlalu banyak mengurung diri, dan melewatkan banyak hal dan kesempatan berharga, hanya karna rasa takut dan tak  percaya dirinya.     

Tapi Larisa bingung dia harus merubahnya dari bagian mana dulu.     

Alex pun menggenggam tangannya. Dan saat itu rasa deg-degan di jantungnya kembali muncul. Rasa sedih itu berganti dengan rasa deg-degan bercampur bahagia.     

      

Lalu Larisa kembali teringat dalam peristiwa pagi tadi, dimana dia dan Alex saling bergandengan tangan. Dan bukan hanya sekedar itu yang dia rasakan. Tapi juga dimana saat Alex menyuruhnya mendengarkan detak jantungnya yang kencang, serta tangan dingin karna keringat akibat rasa grogi. Dan itu artinya, Alex pun memiliki perasaan yang sama sepertinya, tapi dia tidak bisa mendiaknosa begitu saja. Karna Larisa bukanlah hal yang ahli di bidang itu, jangankan berpacaran, teman saja hampir tak punya.     

Dalam hati Larisa ingin bertanya tentang hal ini, agar terjawab rasa penasarannya, bahwa apakah benar jika Alex itu suka kepadanya.     

Namun lagi-lagi dia tidak berani, dan Larisa memutuskan untuk terdiam dan menunggu Alex mengatakan perasaannya kepadanya.     

"Larisa,"     

      

"Iya!"     

      

"Kok, malah melamun,"     

      

"Ah tidak, kok."     

      

"Apa ada yang ingin kamu katakan?" tanya Alex.     

Dan Larisa pun menggelengkan kepalanya.     

"Serius, mungkin ada pertanyaan untuk ku?" Alex masih memaksa Larisa untuk bicara, karna sejujurnya dia tahu apa yang ada di pikiran Larisa.     

Sebenarnya Larisa itu mulai bertanya-tanya tentang perasaannya. Namun Alex sengaja untuk memancing Larisa, agar Larisa mau bertanya, atau sukur-sukur dia menyatakan perasaan cinta Larisa kepada Alex.     

Padahal Alex sebagai lelaki sejati bisa saja dia mengatakan perasaannya kepada Larisa. Tapi Alex menahannya, karna dia ingin mengajari Larisa menjadi wanita yang pemberani, dengan mengatakan perasaannya duluan kepada Alex.     

Tapi sayangnya, Larisa masih belum berani.     

"Baik, kalau tidak ada yang ingin kamu katakan dan kamu tanyakan, aku mau pulang saja sekarang," tukas Alex.     

Dan Larisa pun mengangguk, melihat Larisa yang mengangguk dan membiarkannya keluar dari rumahnya tanpa memanggilnya sama sekali, membuat Alex merasa sedikit kesal kepada Larisa. Karna Larisa yang jelas-jelas sangat menyukainya itu masih rela menyimpan perasaannya, karna rasa takut dan tidak percaya dirinya.     

      

Lalu setelah melangkah agak jauh dari pintu rumah Larisa, Alex pun mengelus dadanya.     

"Huft sabar-sabar," ucapnya.     

      

***     

Esok harinya, setelah sampai di sekolah Alex di sapa oleh seorang siswi kelas sebelah yang sangat menyukai Alex. Dan seperti yang di ketahui Alex adalah seorang Atlet yang banyak di puja oleh para gadis di sekolahnya, namun sayangnya Alex bukanlah pria yang mudah tergoda dan jatuh cinta. Dan sekalinya jatuh cinta malah kepada Larisa seorang gadis introvert yang sangat pemalu.     

Lalu Alex pun berinisiatif untuk menanggapi sapaan gadis itu.     

Dan tentu saja tujuannya adalah membuat Larisa menjadi cemburu.     

Dengan sigap Alex menyahuti sapaan gadis itu.     

"Hai juga Viola!" dan gadis yang bernama Viola itu pun tampak girang karna tak biasanya Alex menanggapi sapaannya dengan ramah.     

Lalu gadis itu langsung menghampirinya, "Alex, aku kemarin ingin melihat mu latihan basket, tapi sayang latihannya di batalkan ya?" ucap gadis itu dengan manja.     

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.