Bullying And Bloody Letters

Menghilanhnya Nana



Menghilanhnya Nana

0"Hey, kayaknya kamu itu butuh ke psikiater deh!" tukas siswi itu, sambil memandang kearah wajah Nana.     

      

Tapi dalam pandangan Nana wajah gadis itu masih sebagai Larasati yang berdandan dengan seragam sekolah rapi seperti siswi lain pada umumnya.     

Tapi semakin lama wajah Larasati yang semakin mendekat kearahnya itu menjadi menyeringai dan seringainya semakin lebar hingga bagian mulutnya hampir terbuka sampai di ujung telinga, dan mengeluarkan banyak darah yang menetes-netes lalu mulut yang awalnya menyeringai itu terbuka lebar dan seolah hendak melahapnya.     

"Akh!" teriak Nana yang ketakutan dan dengan seketika mendorong siswi itu hingga terjatuh ke lantai.     

Siswi itu tampak kesal melihat perlakukan Nana.     

"Kurang ajar, di tanya baik-baik malah mendorongku hingga terjatuh begini," gerutunya.     

      

Nana pun berlari keluar toilet selanjutnya dia juga keluar dari dalam gerbang sekolah.     

"Hey! Dik! kamu mau kemana?" tanya security sekolah.     

Tapi Nana tidak mempedulikannya, di masih memaksanya untuk keluar gerbang lalu dengan segera menghentikan mobil taksi.     

      

"Mau kemana, Dik?" tanya sopir taksi.     

      

"Ke Rumah Sakit Jiwa!" jawab Nana dengan ketus.     

Lalu sopir taksi itu pun menuruti perintah Nana yang hendak pergi ke rumah sakit jiwa.     

      

      

Dan setelah sampai di Rumah Sakit Jiwa,  Nana langsung mencari Sisi sahabatnya, yang saat ini juga tengah di rawat di rumah sakit ini.     

Dan setelah melihat Sisi yang tengah duduk di temani seorang perawat, Nana pun langsung datang dan memeluknya.     

"Sisi!" panggilnya sambil memeluk Sisi yang sedang makan di suapi oleh seorang perawat.     

"Sisi, kapan kamu pulang Sisi? aku kesepian! Audrey pergi dan teman-teman menindasku!" tukas Nana.     

Namun Sisi tak merespon  Nana sama sekali.     

Sampai pada akhirnya Nana, memegang kepala Sisi dan bicara lebih keras lagi.     

"Sisi! kamu itu tidak mendengarku sama sekali ya!" tleriak Nana.     

Dan seketika Sisi langsung kaget dan ketakutan melihat Nana.     

Dia melihat Nana seolah melihat Larasati, yang sedang berbicara dengan wajah pucat dan berdarah-darah.     

"Tolong! tolong! jangan bunuh! jangan bunuh aku!" teriak Sisi histeris.     

Dan perawat yang tadi menyuapinya langsung memegangi Sisi yang ketakutan.     

"Tenang-tenang! tidak apa-apa, tidak ada yang akan membunuhmu," tukas Perawat itu mencoba menenangkan Sisi agar tidak ketakutan.     

Lalu perawat itu akhirnya menyuruh Nana pergi.     

"Maaf, Dik. Pasien ini masih belum stabil, jadi tolong, jangan ganggu dia ya!" tukas perawat itu.     

      

Tapi Nana tak terima saat perawat itu menyuruhnya pergi.     

"Tapi, Suster! dia itu teman saya, jadi tolong biarkan saya berbicara dengannya. Karna saya butuh dia!" tukas Nana memaksa.     

      

"Hey, dia ini pasien kami, jadi tolong jangan mengganggunya!" ucap Suster itu.     

      

"Saya tidak peduli karna dia teman saya! dan saya mau bicara dengan dia. Jadi tolong biarkan Sisi dengan saya!"     

      

"Kamu itu ingin temanmu sembuh atau tidak sih!? kalau kamu ingin sembuh biarkan temanmu istirahat dan biarkan kami merawatnya!"     

      

"Aku tidak peduli Sisi itu gila atau tidak. Yang terpenting aku tidak mau sendiri dan Sisi harus bersamaku!"     

      

"Huh, dasar Anak Muda!" Suster itu menggelengkan kepalanya, lalu dia memanggil petugas keamanan     

"Satpam!" panggilnya.     

Lalu datanglah petugas keamanan dan menarik Nana lalu membawanya keluar dari dalam RSJ     

      

"Cepat keluar dari sini, kamu itu membuat keributan saja!" tukas petugas keamanan itu.     

"Tolong lepaskan saya, saya mau bicara dengan teman saya!" teriak Nana.     

      

"Hey, Dik. Teman kamu itu sedang gangguan jiwa, kamu jangan mengganggunya!" teriak petugas itu.     

      

"Saya tidak peduli, pokonya saya mau bicara dengan dia, saya mau dia pulang!"     

      

"Dasar, sana kamu pergi saja, bikin keributan saja!"     

Petugas keamanan menarik tangan Nana dengan kasar.     

      

"Tidak mau!" Nana menggigit tangan petugas itu dan akhirnya dia berhasil terlepas dari genggaman pak satpam.     

      

"Hey! mau kemana kamu!" teriak petugas keamanan.     

Lalu dia berhasil menarik tangan Nana kembali.     

"Ayo keluar, kalau tidak mau keluar kami akan menangkap mu di sini. Karna saya lihat kamu itu juga tidak waras!' ancam petugas itu.     

Dan mendengar ucapan Petugas Keamanan, Nana pun merasa ketakutan dia teringat dengan ucapan Larasati tadi, yang berkata, meminta maaf kepada Larisa atau dia akan gila.     

      

"Apa jangan-jangan aku sudah gila?" Nana langsung mengawut-awut rambutnya sendiri, "tidak! aku tidak gila, 'kan?" Nana merasa aneh dengan perasaannya sendiri.     

      

"Enggak aku itu gak gila haha!" Nana tertawa-tawa, "aku gak gila! aku ini  waras, mereka yang gila haha!" dia tertawa-tawa cekikikan di depan Rumah Sakit Jiwa.     

      

Lalu datanglah salah seorang yang hendak berkunjung menengok kerabatnya.     

Dan saat itu, dia melihat Nana yang sedang tertawa-tawa sendirian.     

"Ih, ini ada pasien yang terlepas ya?" tukas orang itu, "ih kabur ah, seram!" tukasnya sambil berlari masuk kedalam rumah sakit itu dan memberitahu kepada petugas di dalam bahwa ada seorang pasien yang kabur.     

      

      

Namun pihak rumah sakit jiwa tidak mengakapnya, karna mereka tidak tahu keluarga Nana, selain itu Nana juga sudah terlanjur pergi jauh.     

      

***     

      

Lalu di keesokan harinya. Ibu dari Nana mendatangi rumah Larisa. Karna sejak kemarin Nana tidak pulang ke rumah.     

Bahkan dia sudah mencari-cari kemana-mana, namun mereka tidak menemukan Nana.     

Informasi terakhir mereka dapat dari rumah sakit jiwa.     

Karna mereka menduga jika Nana, ingin bertemu dengan Sisi sahabatnya, dan benar saja, Nana memang sempat datang ke tempat itu, namun sayangnya ketika sang Ibu datang Nana sudah tidak ada.     

      

"Tolong, Nak Larisa, bantu kami mencari Nana, karna saya hanya percaya kepada  Nak Larisa." Ucap ibunya Nana.     

      

"Tapi, Tante, saya tidak bisa berjanji. Sejujurnya Nana itu sangat membenci saya," tutur Larisa.     

      

"Tapi, kamu kelihatan tidak membencinya?" tanya ibunya Nana, yang benar-benar tidak tau-menau tentang apa saja yang sudah di perbuat sang Putri di sekolah.     

      

Dan saat Larisa hendak menjelaskannya, tiba-tiba Alex datang.     

"Maaf, Tante. Kalau saya jadi menimbrung pembicaraan Tante dan Larisa," tukas Alex, "sebenarnya, selama ini Nana dan Audrey  dan juga Sisi. Selalu mengganggu dan menindas Larisa di sekolah, Tante," jelas Alex.     

      

"Apa?!" si Ibunya Nana  tidak percaya, "tapi tidak mungkin, mereka itu anak baik-baik," ucapnya.     

      

"Bu ... Nana dan teman-temannya sering membully Larisa, mereka bahkan berkali-kali mengurung Larisa di gudang, mereka tidak hanya menyakiti Larisa secara mental, tapi juga secara fisik."     

      

"Apa?! tapi hik ... tapi Nana bilang dia yang saat ini merasa di kucilkan dan di tindas oleh para teman-temannya?"     

      

"Itu sekarang, Tante. Lain halnya dengan dulu. Dulu Nana dan teman-temannya sangat berkuasa, berlaku seenaknya, dan  menindas orang. Makanya sekarang ketika dia lemah karna tidak ada kawan, mereka berbalik menindas Nana," tutur Alex menjelaskan kepada ibunya Nana.     

      

"Benarkah, apa yang kalian ucapkan ini?" tanya ibunya Nana, yang sekali lagi karna dia masih merasa tidak percaya dan tidak tahu apa-apa.     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.