Bullying And Bloody Letters

Stop Bullying



Stop Bullying

0Setelah suasana tenang dan suasana hati Larisa juga sudah membaik.     

Alex berpamitan untuk pulang. Karna keadaan yang memang sudah larut malam       

      

"Larisa, aku pulang dulu ya," tukas Alex dengan pelan.     

      

"Iya. Hati-hati ya, Alex." Kata Larisa.     

      

Dan Alex pun mengangguk sambil kembali melangkahkan kakinya.     

      

Saat itu Larisa memanggil kembali Alex.     

"Alex," panggilnya dengan suara pelan.     

      

Dan Alex pun menengok kearahnya, "Iya, ada apa?" tanya Alex.     

      

"... terima kasih...." Ucap Larisa sambil menunduk.     

      

Alex kembali mengangguk sambil tersenyum, dan dia mulai melangkahkan kakinya lagi.     

      

Tapi Larisa memanggilnya lagi, "Alex, tu-tunggu!" teriaknya sambil berjalan mendekati Alex.     

      

"Iya...,"     

      

"Aku ingin bertanya kepadamu,"     

      

"Tanya apa?"     

      

Larisa langsung menunduk malu, tapi dia tetap memaksakan diri untuk bertanya kepada Alex.     

"Alex ... kenapa kamu baik sekali kepadaku?" Netranya melihat ke bawah, dan sama sekali tak berani menatap Alex.     

      

Alex tersenyum sambil mengelus rambut Larisa, "Memangnya kenapa kamu bertanya begitu kepadaku?"     

      

"Ka-karna aku penasaran. Selama ini hanya kamu yang mau berteman denganku, padahal ada banyak orang yang lebih pantas menjadi temanmu, kenapa harus aku si Pecundang ini? dan kenapa kamu mau membantuku untuk semua masalahku?" tukas Larisa.     

      

"Em ... entalah, yang jelas aku menyukai dan ingin berteman denganmu sejak awal bertemu, itu alasan pertamaku, untuk alasan keduaku, karna aku rasa kamu bukanlah Pecundang. Mana ada Pecundang yang mendapat beasiswa dan menjadi pemenang Olimpiade selama berturut-turut?"     

      

"Tapi—"     

      

"Tunggu aku belum selesai bicara, tadi kamu ingin bertanya dan aku ingin menjawabnya. Jadi tolong dengar alasanku untuk poin ketiganya,"     

      

"Ah, baiklah," Larisa pun pasrah.     

      

"Dan yang ketiga, bukan kah seorang teman sejati itu harus saling membantu ya? jadi tidak ada alasan untuk tidak menolongmu, karna kamu itu temanku jadi kalau kamu butuh bantuanku maka aku akan membantumu, begitu pula sebaliknya kalau aku butuh bantuanmu, kamu juga harus membantuku," tutur Alex.     

      

'Hanya teman ya,' batin Larisa.     

      

Rupanya secara diam-diam Larisa mulai menaruh rasa lebih terhadap Alex. Tapi dia sadar, jika rasa itu tak seharusnya ada di dalam hatinya. Harusnya dengan adanya Alex yang mau menjadi teman baiknya saja, dia sudah bersyukur.     

"Baik, Alex. Terima kasih untuk penjelasannya. Tapi jujur aku masih bingung dengan sikapmu yang begitu baik dengan gadis culun sepertiku, karna itu terasa mustahil, tapi ya sudahlah ... memilik teman seperti mu saja aku sudah sangat bersyukur, aku tidak peduli lagi dengan alasanmu, yang penting kamu baik kepadaku." Kata Larisa, sambil tersenyum tipis dengan rona wajah bahagia.     

      

Dan saat itu Larisa melambaikan tangannya, "Baiklah hati-hati, dan sekali lagi terima kasih," Larisa pun masuk kedalam rumahnya.     

Saat itu Alex tersenyum melihatnya, tapi perlahan senyumannya memudar dan dia  langsung masuk kedalam mobilnya.     

Pertanyaan Larisa tadi membuatnya kembali teringat dengan masa lalunya.     

      

Dulu, saat dia masih kecil, baru berusia sekitar 7 tahun. Dan masih duduk dibangku kelas dua SD.     

Alex memilik teman perempuan yang bernama Lilly.     

Lilly si Gadis kecil, berkaca mata dan pendiam.  Dulu dia dan teman-temannya sering meledek Lilly.     

Bahkan dia juga pernah mengerjai Lilly.     

Hingga pada suatu hari, dia sengaja menjegal kaki Lilly saat berjalan, dan karna ulahnya itu membuat Lilly pun terjatuh. Seketika baju Lilly menjadi robek di bagian ketiaknya.     

Bukannya menolong, tapi Alex saat itu malah menertawai Lilly bersama teman-temannya.     

      

Setelah itu Lilly menangis sendirian di sudut sekolah, tanpa satu pun teman.     

Sambil menangis Lilly berkata, "Baju ku robek, bagaimana ini. Setelah ini Ibu akan memarahiku. Aku pasti akan di pukul, hik...."     

      

Alex merasa tersentuh karna melihat Lilly yang begitu bersedih hanya karna baju seragamnya yang robek.     

Lilly terlihat ketakutan akan di marahi oleh ibunya.     

Alex mulai menyesali perbuatan nakalnya. Tapi sayangnya saat Alex akan mendekati dan hendak meminta maaf kepadanya.     

Bel masuk sekolah pun berbunyi, tapi Alex masih berusaha memanggilnya.     

Namun Lilly sudah berlari duluan masuk kelas. Kebetulan saat itu Alex dan Lilly berbeda kelas.     

Sehingga Alex tidak bisa dengan mudah untuk menemui Lilly secara langsung.     

      

Tapi sepulang sekolah, dia pun rela menunggu Lilly keluar gerbang.     

Dan akhirnya dia pun berhasil bertemu dengan Lilly.     

Alex memberanikan diri mendekati Lilly, dengan niat meminta maaf.     

      

"Lilly!" panggil Alex.     

Lilly pun menoleh, tapi dengan wajah ketakutan.     

"Ma-mau apa kamu, tolong jangan ganggu aku lagi," pinta Lilly dengan wajah ketakutannya.     

      

"Tidak, Lilly. Aku hanya ingin meminta maaf kepadamu," tukas Alex.     

      

"Hah, meminta maaf?"     

      

"Iya," Alex mengulurkan tangannya, "Lilly, maafkan aku ya, untuk yang tadi," kata Alex.     

      

Dengan ragu-ragu akhirnya Lilly pun menyambut uluran tangan Alex.     

"Iya...." katanya dengan ekspresi bersedih.     

      

"Kamu kenapa masih sedih, begitu?" tanya Alex.     

      

Lalu perlahan dari sudut matanya yang sipit, keluarlah air mata. Lilly menangis sambil menunduk.     

      

"Loh, kamu kenapa menangis?" tanya Alex lagi.     

      

"Bajuku ...," kata Lilly sambil melihat sesaat di bagian ketiak bajunya yang robek.     

      

"Tenang aku akan menggantikannya dengan yang baru besok. Aku masih punya seragam baru yang sama sekali belum pernah kupakai," pungkas Alex.     

      

"Tapi, Ibuku pasti—"     

      

      

"Lilly!" teriak seorang wanita muda memanggilnya dari kejauhan.     

Lilly pun langsung menghapus air matanya dan berlari menghampiri wanita itu.     

Ternyata wanita itu adalah ibu tiri dari Lilly.     

      

Setelah hari itu, Lilly tidak lagi berangkat ke sekolah lagi.     

Alex mencari-carinya karna hendak memberikan baju seragam baru yang dia janjikan kepada Lilly. Tapi sayangnya Lilly tidak juga masuk sekolah.     

Sampai kurang lebih sepuluh harian dia menunggu Lilly dan selalu membawa baju seragam sekolah itu di dalam tasnya.     

      

Akhirnya karna Lilly tidak juga berangkat sekolah dia mengajak ayahnya untuk mencari rumah Lilly dan hendak memberikan baju itu.     

Tapi setelah alamat rumahnya di temukan. Rupanya Lilly dan keluarganya sudah pindah.     

      

Dan satu minggu kemudian, gempar sebuah berita, di televisi tentang anak yang di bunuh oleh ibu tirinya.     

Dan anak itu adalah Lilly. Rupanya wanita yang menjemput Lilly waktu itu adalah ibu tiri dari Lilly.     

Dan selama ini Lilly selalu di siksa oleh ibu tirinya. Bahkan dirinya yang selalu terlihat pendiam dan murung itu rupanya karna dia takut dan merasa terkekang. Sehingga membuatnya tidak berani bertingkah nakal atau banyak ulah seperti yang lainnya. Berbuat salah sedikit saja, maka tubuhnya akan penuh luka lebam akibat pukulan sang Ibu Tiri.     

      

Setelah mengetahui tentang kabar meninggalnya Lilly, membuat Alex begitu menyesal atas perbuatannya.     

Dia baru sadar betapa beratnya menjadi Lilly, dan betapa sulitnya hari-hari yang harus dia lewati.     

Dan Alex malah membuat hidup Lilly semakin sulit karna sempat membully nya.     

Bahkan Alex juga berpikir mungkin saja Lilly meninggal karna salahnya juga. Yang menjegal kaki Lilly hingga membuat robek bajunya dan karna hal itu ibu tiri Lilly marah sehingga menyiksa Lilly sampai tewas.     

Entah benar atau tidak tapi itu yang di rasakan Alex hingga kini.     

Dan sejak saat itu dia di hantui rasa bersalah dan selalu berusaha untuk menentang segala bentuk pembullian.     

      

      

To be continued     

      

Menghina dan menertawakan orang secara sepihak itu memiliki dampak yang tidak baik. Karna kita tidak tahu hati seseorang. Mungkin dia diam dan seolah tak peduli, tapi disisi lain bisa jadi dia merasa tersiksa dengan perkataan kita, atau mungkin dia memiliki masalah lain yang berat dan tidak kita ketahui. Sehingga tertawaan dan perkataan kita menambah rasa sakit dan beban dalam hidupnya. Lalu bagaimana jika semua itu terjadi kepada kita?     

Maka stop bullying dan tetaplah menjadi pribadi yang bijak dalam menilai sesuatu. Bukan orang yang bodoh dan hanya melihat sesuatu dari satu sisi saja.     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.