Bullying And Bloody Letters

Nana Yang Sendirian



Nana Yang Sendirian

0Audrey berteriak sejadi-jadinya saat hantu itu menusukkan garpu tepat di bola mata kirinnya.     

Seluruh isi kantin pun tampak ketakutan melihatnya.     

Karna Audrey yang awalnya duduk manis, tiba-tiba berteriak histeris dan ada garpu yang masih tertancap di bola mata kirinnya.     

Dan Audrey pun langsung segera di larikan kerumah sakit.     

Nana tampak ketakutan dan menangis histeris menenami Audrey yang sedang berada di dalam ambulance.     

"Audrey! hik Audrey, sudah ku bilang, 'kan tadi!" ucap Nana.     

"Diam kamu Nana! hik diam, aduh sakitnya!" teriak Audrey sambil memegangi matanya.     

***     

Setelah kejadian itu Audrey keluar dari sekolah. Dia terpaksa di bawa keluar negeri untuk oprasi matanya.     

Untungnya dia segera mendapatkan pendonor. Sehingga Audrey tidak jadi buta.     

Tapi meski pun begitu keluarga Audrey terutama sang Ibu tidak mengizinkan lagi putrinya sekolah di Superior High School tempat di mana sang Ibu dulu juga menuntut ilmu.     

Sedangkan Sisi terpaksa berhenti sekolah untuk beberapa waktu.     

Karna kondisinya malah semakin memburuk.     

Sisi masuk ke rumah sakit jiwa. Karna dia sering berhalusinasi dan teriak-teriak sendiri.     

Sekarang tinggal Nana yang masih berada di Superior High School sendirian.     

Dia merasa hampa karna kehilangan kedua sahabatnya. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk menahan mereka agar tetap tinggal di sini dan bisa sekolah bersamanya.     

Bahkan rasanya dia ingin pindah saja. Tapi sang Ibu dan Ayah tirinya melarangnya, karna di sini lah sekolah yang paling elite dan terpandang. Semua lulusan sekolah itu menjadi orang sukses. Dan yang pasti dengan menyekolahkan anak mereka di tempat itu adalah suatu kebanggaan.     

Oleh sebab itu mereka melarang Nana untuk pindah.     

Akhirnya dia pun bertahan dalam sekolah itu. Dengan segala perasaan ketakutannya. Dan sebisa mungkin dia menjauh dan tidak membuat masalah dengan Larisa, agar dia tidak mendapatkan kesialan.     

Nana yang biasanya kemana-mana bertiga dan selalu tampil ceria kini duduk sendiri dengan wajah murung tanpa teman satu pun.     

Tak satu pun teman-teman sekelasnya yang mau mendekatinya.     

Mereka semua membenci Nana. Karna Nana dulu adalah orang yang cukup menyebalkan, mereka sangat membenci Nana karna sikap angkuhnya dan juga sering menindas. Dan dulu mereka tidak bisa membalas Nana. Mereka semua takut karna Nana adalah teman dekat dari Audrey dan Juga Sisi.     

Dia terlihat kuat dan di takuti karna ada Audrey di sisinya.     

Audrey yang berkuasa dan punya segalanya akan melakukan apa pun untuk menyingkirkan siapa pun yang menurutnya mengganggu.     

Dan sekarang sahabatnya yang menjadikan dia kuat sudah pergi. Dan Nana bukan siapa-siapa di mata teman-teman sekelasnya.     

Bahkan keberadaannya tidak di akui oleh yang lainnya. Dia hampir tak terlihat, dan bahkan tak jarang mereka secara langsung menyepelekan Nana.     

"Eh, lihat itu sahabat si Audrey yang dulu sangat sombong," bisik salah satu temannya yang kebetulan berada di dekatnya.     

"Hah, sudah tidak ada taring rupanya," kata teman yang satunya lagi.     

Meski mereka berdua hanya berbisik, tapi Nana mendengarnya.     

Dan Nana pun langsung berdiri dan melotot di hadapan mereka.     

Tapi satu dari dua orang siswi teman sekelasnya itu, malah menantangnya.     

"Apa liat-liat!" ucap Siswi itu.     

Dan Nana pun tampak semakin kesal, dia hendak menampar sisiwi itu, tapi sayangnya teman yang satunya lagi menangkis tangannya.     

Lalu dia berkata, "Hey! kamu mau apa?! kamu itu bukan siapa-siapa, jadi jangan pikir kami akan takut kepadamu. Kalau kamu berani menindas kami, maka kami akan menindasmu, dan bahkan lebih parah dari apa yang sudah kamu lakukan!" ancam siswi itu dengan senyum sinis yang menantang.     

Nana pun tak bisa berbuat apa-apa, karna kalau dia melawan dua siswi itu maka siswi yang lainnya juga akan melawannya. Sementara dia hanya sendirian.     

Tentu yang ada bukannya dia yang akan menang tapi malah dia yang akan di injak-injak dan menjadi seorang pecundang.     

Akhirnya Nana kembali duduk dengan wajah yang seakan mengaku kalah. Dan dua siswi itu pergi meninggalkannya. Salah satu dari mereka membuang luda tepat di hadapan Nana. Sebagai wujud penghinaan.     

Sekali lagi Nana hanya terdiam menanggapinya.     

Dan tak lama kemudian Larisa dan Alex pun datang ke kantin.     

Mereka memang terbiasa mengerjakan tugas sekolah mereka di dalam kantin sambil makan.     

Saat itu Nana yang duduk tak jauh dari mereka langsung pergi menjauh dari mereka berdua.     

Larisa dan Alex pun secara serempak menatap Nana yang pergi dengan wajah muram dan kesalnya.     

"Sudah jangan di lihat," kata Larisa kepada Alex.     

Lalu Larisa tak sengaja melihat dompet milik Nana tergetak di bangku kantin.     

"Eh, dompetnya," Larisa langsung mengbilnya.     

Dia hendak berteriak kepada Nana, tapi sayangnya, Nana sudah menjauh darinya.     

"Sudah, nanti saja memberikannya!" tukas Alex.     

"Ah, iya,"     

Dan mereka melanjukan tugas mereka.     

Dan Larisa pun mulai menjelaskan segala pertanyaan Alex tentang rumus Fisika yang saat ini tengah mereka kerjakan.     

"Ada lagi yang perlu di tanyakan?" tukas Larisa.     

"Ah, sepertinya sudah cukup Bu Larisa," sahut Alex.     

"Ahaha, Alex bisa saja,"     

Lalu perlahan Alex memegang tangan Larisa, "Larisa," panggil Alex, dan dia seolah ingin menagatakan sesuatu kepada Larisa.     

Tapi Larisa tak menanggapinya, karna dia terlalu asyik mengerjakan tugasnya.     

"Eh, ngomong-ngomong aku lupa, kalau hari ini juga ada tugas bahasa Indonesia." Tukas Larisa.     

"Huft ...." Alex menghela nafas, "ya sudah ayo kita ke kelas sekarang saja." Ucap Alex.     

"Ayo," tak sadar Larisa menggandeng tangan Alex.     

Dan Alex pun tersenyum karna melihatnya. Dan dia menggandenganya lebih erat lagi.     

"Eh maaf, Alex ...."     

"Ah, iya tidak apa-apa," Dan Alex juga tidak melepaskan gandengan tanganya.     

Larisa sedikit risi dan gugup.     

Karna ini pertama kalinya dia di gandeng oleh seorang pria dan tentu saja itu terasa sangatlah aneh baginya. Apa lagi nanti saat masuk kelas sudah pasti semua teman-teman sekelasnya akan memandanginya.     

Tentu saja Larisa tidak mau menjadi pusat perhatian.     

"Maaf, Alex, ta-tangannya," tukas Larisa.     

"Kenapa?" tanya Alex.     

"Aku tidak mau mereka akan melihat kita,"     

"Biarkan saja, itu kan bukan urusan kita,"     

"Iya tapi, Lex ...."     

Dan Alex langsung melepaskan pegangan tangannya dengan wajah sedikit kesal.     

Lalu dia melangkah mendahului Larisa, dan Larisa juga menyadari jika Alex sedang kesal kepadanya. Akhirnya dia terdiam menunduk dengan wajah yang takut.     

'Alex, marah denganku ya? terus bagaimana kalau dia tidak mau berteman lagi denganku?' batin Larisa yang mulai gundah.     

Dan saat itu tepat di depannya dia melihat Nana sedang duduk dengan wajah kesal dan panik sambil membongkar isi tasnya.     

Dan perlahan Larisa menghampirinnya.     

"Maaf, kamu sedang mencari ini ya?" tukas Larisa sambil menyodorkan dompetnya.     

Nana tampak kaget, karna tiba-tiba dompetnya ada di tangan Larisa.     

Dengan kasar dia meraih dompet itu.     

"Kamu mencurinya ya?!" bentak Nana.     

Dan Larisa pun menggelengkan kepalanya.     

"Ti-tidak, aku menemukannya di kantin, kalau kamu tidak percaya kamu boleh mengecek isinya," ucap Larisa.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.