Bullying And Bloody Letters

Arwah Yang Merasuki Tubuhnya



Arwah Yang Merasuki Tubuhnya

0Sebuah kekuatan seperti merasuk dan perlahan menguasai tubuh Larisa.     

Larisa mulai tidak bisa mengendalikan tubuhnya sendiri.     

      

Tangan Larisa yang di cengkeram oleh Sisi dan Nana, kini mulai mengeras.     

Sisi dan Nana mulai merasakan keanehan.     

Seketika mereka melepaskan cengkeraman itu saat wajah Larisa mulai menunduk dengan rambut menutupi sebagian wajahnya.     

      

Sisi dan Nana mulai menyadari jika mereka sedang berada dalam bahaya.     

Ada yang tidak beres dengan Larisa.     

"Pasti di sedang kerasukan lagi," bisik Nana di telinga Sisi.     

"Ia, ayo kita lari," sambung Sisi.     

Mereka berdua berjalan mundur secara perlahan-lahan kemudian di lanjutkan dengan berlari kencang meninggalkan Larisa.     

      

Sementara itu Audrey mulai panik melihat tingkah aneh Larisa. Rupanya dia  juga sudah menyadari jika Larisa sedang di kendalikan makhluk dari dimensi lain.     

      

Audrey juga mulai mengambil ancang-ancang untuk lari tapi sayangnya Larisa sudah mengincarnya duluan dan tanpa berpikir panjang langsung berlari menghampirinya.     

Larisa langsung mencekik leher Audrey tanpa basa-basi, dengan deruan nafas yang begitu cepat.     

Dia mencekik penuh amarah tanpa ampun.     

Tidak ada yang bisa menghentikan Larisa, kekuatan Larisa berkali-kali lipat lebih kuat dari normalnya.     

Bahkan orang-orang yang mencoba untuk melerainya malah terpental jauh akibat gerakan reflect Larisa.     

      

"Larisa! hentikan Larisa! jangan bunuh dia, nanti kamu bisa di penjara!" teriak Alex.     

Tapi Larisa malah menyeringai dengan tertawaan lebar dengan suara melengking dan terdengar menyeramkan.     

"Hihi hihi mati! mati!" teriaknya sambil mengangkat tubuh Audrey.     

      

Audrey berusaha memegang erat tangan Larisa, berharap agar bisa mengurangi tekanan di lehernya.     

"To-to-long ampuni aku--" ucap Audrey memohon.     

      

Sementara Sisi dan Nana, saling berangkulan di sudut tembok dengan wajah ketakutannya.     

"Ya, Tuhan! selamatkan teman kami ya, Tuhan!" ucap Sisi, yang mulai pasrah.     

      

"Larasati!" teriak Alex memanggil Larisa.     

Lalu Larisa pun menengok kearahnya.     

Rupanya Larisa merespon teriakan Alex yang mungilnya dengan nama Larasati.     

      

Saat itu Larisa melepaskan satu tangannya dan menyeringai lebar kearah Alex sambil bertolak pinggang dengan satu tangan. Sementara tubuh Audrey menempel ditembok dalam keadaan tercekik.     

Seolah memamerkan ekspresi bangganya karna telah berhasil menyiksa Audrey.     

      

"Larasati, tolong jangan lakukan itu! aku mohon ... Larisa akan dalam masalah besar kalau sampai Audrey mati!" pinta Alex dengan wajah memelasnya.     

      

Saat itu Larisa langsung melepaskan  leher Audrey dari tangannya.     

Dan Audrey pun terjatuh dan langsung pingsan.     

Semua orang langsung menolong Audrey dan membawanya pergi.     

Untuk ke sekian kalinya Audrey celaka karna ulahnya sendiri.     

Niat untuk mencelakai Larisa malah dirinya sendiri yang celaka.     

      

Dan Larisa masih terduduk tak sadarkan diri. Arwah Larasati masih berada dan menguasai tubuhnya.     

Tatapannya kosong dengan wajah datar dan deru nafas masih melaju kencang.     

      

Saat itu Alex mencoba mendekat kearah Larisa, dia berharap Larisa segera sadar.     

Perlahan Alex memegang pundak Alex dan berkata, "Larisa, tolong sadar. Ayo lihat ini aku. Ayo sadar," ucap Alex pelan.     

      

Saat itu Larisa menatap Alex dengan tersenyum seperti sedang teringat dengan suatu hal yang begitu dia sukai.     

      

Di mata Larisa yang sedang di kuasai oleh Larasati.     

Melihat wajah Alex membuatnya terbayang dengan seseorang yang begitu berarti di dalam hidupnya.     

Seketika wajah Alex berubah menjadi wajah Wijaya.     

Si Pria Tampan yang sangat baik hati dan sangat dia cintai.     

      

Perlahan tangannya bergerak dan membelai-belai wajah Alex sambil tersenyum memandanginya.     

"Larisa, kamu kenapa?" tanya Alex.     

      

"Wijaya...." Ucap Larisa.     

      

Alex baru teringat dengan catatan buku diary Larasati. Yang banyak menuliskan tentang Wijaya, sosok pria tampan dan baik hati.     

Menurut Larasati Wijaya satu-satunya pria yang tulus dan mau berteman dengannya tanpa pamrih.     

Dan kisah itu juga hampir sama dengan hubungannya bersama Larisa.     

Alex memang tak pernah pamrih saat mendekati Larisa, dia tidak peduli Larisa itu cantik atau jelek. Dia tetap menerima Larisa sebagai teman tanpa peduli apa pun.     

      

"Tapi, aku Alex. Bukan Wijaya," tukas Alex.     

      

"Wijaya, kamu Wijaya," kata Larisa,  yang masih membelai wajah Alex dengan lembut, sambil tersenyum, sampai pada akhirnya dia pingsan.     

      

Beruk...!     

      

***     

      

Setelah beberapa jam kemudian, Larisa mulai tersadar dan sudah berada di rumahnya.     

Alex juga ada di kamarnya bersama ibunya Larisa, untuk menunggu Larisa tersadar.     

"Eh, Larisa. Kamu sudah bangun?" tukas Alex.     

      

"Ada apa? apa yang sudah terjadi kepadaku?" tanya Larisa yang masih kebingungan.     

      

"Kamu tadi—"     

      

"Aku kerasukan lagi ya?"     

      

Dan Alex pun terdiam dan saling tatap dengan ibunya Larisa.     

      

"Ah, lagi-lagi dia menggunakanku untuk kepentingannya!" teriak Larisa sambil memukul-mukul pahanya sendiri.     

      

"Sudah, jangan memukul dirimu sendiri." Kata Alex sambil menggenggam tangan Larisa, agar Larisa tidak lagi memukuli bagian tubuhnya sendiri.     

      

"Alex, aku benci! kenapa aku harus mengalami hal ini. Lalu bagaimana keadaan Audrey?" tanya Larisa.     

      

Dengan sabar sambil merapikan rambut Larisa, Alex menjelaskan keadaan Audrey, "Audrey baik-baik saja. Bahkan dia susah siuman saat aku membawamu pulang kemari." jelas Alex.     

      

"Apa! tersadar? itu artinya ... aku sudah membuatnya pingsan?!"     

      

"Sudah jangan panirkan hal itu, sekarang pikirkan keadaan dirimu sendiri, Larisa!"     

      

"Tidak, Alex! aku sudah berbuat kejam kepada orang secara tidak kusadari. Aku ini bukan orang jahat! aku tidak mau melukai orang!"     

Larisa pun kembali menangis penuh sesal. Dia harus merasa bersalah dengan perbuatan yang tidak pernah dia sadari.     

"Aku bukan orang jahat!" teriaknya lagi.     

      

"Sudah, jangan begitu, jangan menyalahkan dirimu sendiri. Kamu itu tidak salah. Lagi pula mereka juga pantas mendapatkannya. Lihat karna ulah mereka tangan mu jadi terluka!" tutu Alex sambil menunjuk kearah kedua tangan Larisa yang saat ini berjajar plester untuk menutupi luka bekas kuku-kuku Sisi dan Nana.     

      

Larisa melihatnya sesaat dan saat itu dia mulai merasakan nyeri luka itu kembali.     

Dia memegang tangannya sendiri dan mengelus-elusnya.     

Memang benar tadi dia juga di sakiti oleh Audrey dan teman-temannya.     

Larasati merasuk di tubuhnya dan melukai mereka, karna dia merasa tak terima melihat Larisa yang di sakiti oleh Audrey dan kawan-kawannya.     

      

Larasati hanya ingin keadilan dan dia tidak ingin ada orang yang bernasib sama sepertinya.     

Termasuk Larisa, yang selama ini memiliki sifat dan latar belakang, yang nyaris sama dengannya.     

      

Tapi sayangnya, niatnya untuk melindungi Larisa itu tidak bisa di benarkan.     

Kalau Larisa sampai membunuh orang karenanya, tentu Larisa malah akan semakin mendapat masalah. Dia bisa di keluarkan dari sekolah atau bahkan bisa juga di penjara.     

      

      

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.