Bullying And Bloody Letters

Amara Yang Tewas



Amara Yang Tewas

0Krekep ... krekep ...!     

      

"Bu Amara!" teriak guru itu yang melihat rak buku di belakang Amara mulai bergerak.     

Dia tak berani mendekat karna dia tahu sebentar lagi rak buku itu akan segera roboh. Namun sayangnya Amara tak bisa mendengar teriakannya sama sekali.     

Dan guru itu pun hanya bisa pasrah melihat nasib yang akan menimpa Amara. Karna dia sudah berusaha dengan sekuat tenaga untuk memberitahunya. Bahkan dia sudah berteriak sekencang-kencangnya, tapi Amara masih saja tidak mendengarnya sama sekali.     

Telinga Amara mendadak tuli bahkan suara sekencang apa pun tak bisa ia dengarkan dan di respon oleh telinganya.     

      

BRUAK!     

Dan pada akhirnya rak buku itu pun ambruk dan menimpa tubuh Amara yang sedang duduk.     

Seketika seluruh buku-buku itu pun jatuh berhamburan dan tubuh Amara tak terlihat lagi  karna tertimpa rak dan tertimbun buku-buku yang berserakan.     

      

Terdapat genangan darah yang perlahan mengaliri lantai.     

Ada sedikit gerakan dan perlahan keluarlah sebuah tangan dari sela buku-buku dan bergerak-gerak kejang lalu semakin lama gerakan itu semakin melemah dan akhirnya Amara pun tewas di dalamnya.     

      

Di saat itu pula seluruh penghuni sekolah langsung berkumpul dan melihat  kejadian menyeramkan yang terjadi di perpustakaan mereka.     

Tak terkecuali dengan  Larisa.     

Dia pun juga merasa penasaran dengan kegaduhan yang terjadi di tempat favoritnya itu.     

      

Tak lama pihak berwajib pun mulai datang dan mengevakuasi jasad Amara dari bawah rak buku yang roboh itu.     

Terlihat Amara tewas dengan mata melotot serta mulut, telinga, hidung mengeluarkan darah.     

      

Tak hanya itu di bagian punggung Amara pun terdapat luka lebam dengan bagian tulang belakangnya yang ringsek.     

Amra tewas dengan cara mengenaskan dengan tengkorak kepala yang retak dan gepeng akibat rak buku yang menimpanya itu.     

      

"Bu, Amara...." Larisa pun menangis sambil menutup mulutnya. Dia begitu syok dan ketakutan. Dan hal itu pun juga di rasakan oleh siswi lainnya serta guru-guru yang mengenal baik Amara.     

      

"Sudah, jangan menangis, kita sudah mengingatkannya, 'kan?" tukas Alex sambil mengelus pundak Larisa.     

      

"Aku menyesal, Alex. Harusnya kita berusaha lebih keras lagi agar, Bu Amara mau mengakuinya sehingga tidak akan terjadi hal seperti ini, hik...." Larisa tak bisa lagi membendung rasa sedih dan penyesalannya.     

      

"Sudah, ini bukan salahmu," kata Alex. Dan Alex pun tak sadar memeluk Larisa karna reflect,  mereka berdua menjadi pusat perhatian karna berpelukan di depan orang banyak.     

Larisa pun juga menikmati pelukan  Alex, dia juga lupa jika saat ini dia berada di depan banyak orang.     

      

Sementara Audrey dan juga dua sahabatnya yaitu Nana dan Sisi, tampak begitu kesal dan sinis melihat Larisa dan Alex yang sedang berpelukan itu.     

      

Seketika perhatian yang lain berubah kiblat dan berfokus serta mulai membicarakan Larisa dan juga Alex.     

      

Ada dua orang siswi yang tampak tertarik untuk membahas hubungan Alex dan Larisa.     

Mereka berdua berdiri tepat di depan Audrey dan kawan-kawannya. Lalu membacakan dua sejoli itu di hadapan Audrey tanpa menyadarinya.     

      

"Ih, mereka pacaran ya?"     

      

"Sepertinya begitu,"     

      

"Ternyata, Alex itu seleranya yang seperti itu ya?"     

      

"So why? Larisa cantik?"     

      

"Yes I know, tapi kamu lupa ya kalau dulunya si Larisa itu culun dan super jelek. Sampai sekarang juga tingkahnya masih sangat aneh,"     

      

"Iya sih, tap—"     

      

"Woy, minggir!" bentak Nana yang memisahkan dua orang gadis yang tengah berada di hadapannya dan sedang membicarakan Alex dan Larisa itu.     

Dia merasa kesal karna obrolan mereka berdua terdengar sampai di telinga Audrey yang saat ini tengah galau dan di bakar api cemburu.     

Nana tak terima dan tak rela melihat suasana hati Sahabatnya semakin terluka karna ulah mereka berdua.     

      

"Ih, apaan sih, tiba-tiba membentak kami?!" teriak salah satu dari siswi itu yang tak terima dengan sikap Nana.     

"Diam, Kamu! kalau masih ingin hidup tenang di sekolah ini!" bentak Nana.     

      

"Ehem! bisa minggir!" sambung Audrey yang menyela pembicaraan mereka.     

Lalu dua siswi itu pun mulai menyingkir saat melihat wajah Audrey.     

      

Mereka takut Audrey akan mengganggu mereka, karna mereka tahu Audrey adalah siswi yang paling berkuasa di sekolah ini. Audrey punya segalanya dan bisa melakukan apa pun sehingga mereka tidak mau mendapat masalah.     

      

Akhirnya dua siswi itu pun pergi dan  Audrey serta dua temanya mendekat kearah Larisa.     

      

Dan Larisa baru menyadari jika dirinya yang saat ini sedang berpelukan dengan Alex bisa menyebabkan masalah dan kontroversi.     

      

Karna hal itu Larisa melepas pelukannya, lalu dia bersikap biasa saja.  Ekspresi wajahnya dan Alex seketika berubah menjadi canggung.     

      

Saat mereka saling mematung dan saling menunduk karna rasa malunya.     

Tiba-tiba Audrey hadir diantara mereka berdua lalu dia mulai mengganggu mereka.     

Audrey mendekati Alex dengan tingkah cari perhatiannya.     

      

"Alex, nanti siang sepulang sekolah kita nonton bareng yuk!" ajak Audrey.     

      

Sementara  Nana dan Sisi menarik Larisa dan mengajaknya pergi menjauh dari Alex dan Audrey.     

"Kamu disini. Kamu gak sadar ya, kamu siapa dan Alex siapa? Alex itu bintang sekolah dan kamu cuman lalat pengganggu jadi kamu jangan mendekatinya," bisik Nana di telinga Larisa sambil menggenggam tangan Larisa dengan kencang.     

      

Larisa hanya terdiam, dengan keringat dinginnya.     

Sementara Sisi juga tidak mau kalah dengan Nana, dia pun juga mulai memberi bisikan yang dengan nada mengancam kepada Larisa.     

Dengan senyuman tipis dan mata melotot Sisi berkata, "Pilih mana, menjauhi Alex, atau kami akan mengusik mu sampai kamu celaka seperti yang kami alami tempo hari," ancamnya.     

Dan Sisi juga menggandeng tangan Larisa. Seolah-olah mereka sedang berteman akrab.     

Padalah pegangan tangan mereka perlahan berubah menjadi cengkeraman kencang. Dan perlahan kuku-kuku tajam dan terawat mereka menusuk dan membekas di kulit Larisa.     

      

"Jangan berisik ya, kalau tidak mau semakin parah...," bisik Nana lagi sambil tersenyum tipis.     

Larisa pun hanya bisa terdiam sambil menahan rasa sakit akibat cengkeraman di kedua tangannya itu.     

      

Sementara itu Alex yang tengah bersama Audrey, mulai merasa risi dengan keagresifan Audrey.     

Dengan tegas Alex pun menolak mentah-mentah ajakan Audrey.     

"Maaf, Audrey. Aku susah ada janji dengan Larisa."     

Alex menepis tangan Audrey yang sempat melingkar di pundaknya.     

Lalu Alex berjalan hendak menghampiri Larisa namun Audrey melarangnya.     

Dia memegang tangan Alex dengan kencang.     

"Jangan pergi!" pinta Audrey.     

Tapi Alex hanya menggelengkan kepalanya dan masih ingin menghampiri Larisa.     

Lalu Audrey berteriak kepada Alex, "Baik, kalau kamu tidak mau pergi dengan kamu, tapi...." Audrey melirik kearah teman-temannya.     

      

Saat itu Sisi dan Nana langsung mengencangkan cengkeramannya.     

Larisa pun memberi kode kepadanya dengan menggelengkan kepalanya.     

Dan Audrey kembali mendekatinya.     

"Kalau, kamu tidak mau pergi denganku, nanti si Cupu itu bakal celaka lo...," bisik Audrey sambil tersenyum manis seolah tak terjadi apa pun.     

      

"Apa maksudnya?" tanya Alex.     

      

"Alex, kamu tahu kan siapa aku, membeli kota ini pun aku mampu, apa lagi hanya membeli hidupnya," ancam Audrey dengan nada pelan.     

      

Sentara Larisa tampak kesakitan dan dia mulai tidak tahan lagi. Air matanya kembali menetes.     

Tapi tiba-tiba dia merasa ada sesuatu yang merasuk kedalam tubuhnya, sesaat membuat dadanya sesak dan deru nafasnya menjadi kencang.     

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.