Bullying And Bloody Letters

Mimpi Buruk Lagi



Mimpi Buruk Lagi

0Setelah mendapatkan jimat pemberian dari sang dukun, Rasty dan Nindi pun pulang.     

"Akhirnya, kita bisa terhindar dari arwah sialan itu!" tukas Nindi penuh yakin.     

"Kak Nindi, yakin kalau ini akan berhasil?" tanya Rasty.     

"Tentu saja, Kaka, sangat yakin, dia itu dukun yang terkenal sangat sakti. Bahkan teman Kakak, yang dulu muskin sekarang sudah menjadi sangat kaya raya!" pungkas Nindi.     

"Itu, 'kan berbeda jalur, Kak. Dia itu mencari pesugihan sedang kita ini mencari keselamatan!" ujar Rasty.     

"Sudahlah, Rasty! Percaya saja sama, Kaka!" cantas Nindi.     

Akhirnya dari pada berpikir yang tidak-tidak dan malah berakhir bertengkar dengan sang kaka, Rasty pun memutuskan untuk mengalah.     

Dia tak mau lagi berdebat dengan kakanya.     

Setelah sampai di rumah, Nindi, ternyata Surya sudah ada di rumah.     

Rasty dan Nindi pun tampak sangat syok.     

Sudah pasti setelah ini pertanyaan beruntun akan menyerang mereka berdua.     

"Kalian, habis dari mana?" tanya Surya.     

Rasty pun tampak terdiam dan mencubit tangan kakanya di bagian sikut.     

Dan dengan segera, Nindi mencari alasan untuk menjawab pertanyaan suaminya.     

"Emm ... tadi, Mama, ngajakin Rasty jalan-jalan, Pah. Mama, bosan di rumah terus, Mama pengin nyari hiburan," jawab Nindi.     

"Mangnya, Mama, abis jalan-jalan dari mana?" tanya Surya.     

'Sialan! Kenapa mas Surya, pengen tahu banget aku pergi kemana!' bicara Nindi di dalam hati.     

"Oh tadi, Mama, ngajak Rasty, jalan-jalan ke mall, Pa," jawab Nindi lagi.     

"Oh, kalaian habis jalan-jalan ke mall rupanya, terus mana banjaannya? Kenapa gak ada?" tanya Surya lagi.     

"Kita, gak belanja, Pa. Kita cuman jalan-jalan sambil makan saja!" ujar Nindi lagi yang sedang beralibi.     

"Oww yasudah tadi, Papa, kawatir habisnya nomor Mama, gak bisa di hubungi," ujar Surya.     

Dan Rasty mendorong kursi roda kakanya untuk masuk ke dalam kamarnya.     

Setelah itu dia berpamitan dengan Surya dan berlalu pergi.     

***     

Malam harinya, suasana seperti biasannya selalu senyap. Meski sang suami sedang berada di rumah, tapi semua itu tak mengubah sunyinya malam ini.     

Sejak sore, Surya sudah tertidur pulas karna kelelahan, sedangkan para asisten rumah tangga di rumah itu, juga sudah tidur di kamarnya masing-masing.     

Tapi entah mengapa, sejak tadi Nindi, enggan memejamkan mata.     

Bahkan sama sekali dia tak merasa kantuk sedikit pun.     

"Kenapa sih, malam ini aku menjadi gusar? Padahal aku sudah memiliki jimat pelindung," gumam Nindi.     

Sudah berulang kali dia berusaha untuk memejamkan mata, tapi tetap saja tak berhasil.     

"Pa, Papa, bangun, Pa," panggil Nindi, memebangunkan suaminya.     

"Ada apa, Ma?" tanya Surya, seraya mengusapa-usap kedua matanya.     

"Mama gak bisa tidur, Pa," tukas Nindi.     

"Terus, gimana? Mama, mau ngapain?" tanya Surya.     

"Mama, ingin minum obat tidur saja, apa Papa, bisa tolong ambilkan?"     

"Yaudah, Mama, tunggu di sini ya, Papa, ambilkan kotak obat, kayaknya obat tidurnya, Papa, taruh di sana," ujar Surya.     

"Iya, Pa." Jawab Nindi.     

Setelah mengambil obat tidur dari dalam kotak obat, Surya memberikan kepada sang istri.     

"Ini, Ma. Ayo di minum, Papa, bantu," ujar Surya.     

"Terima kasih, Pa,"     

"Yaudah, Papa, tidur lagi ya? Hoam ... Papa, masih ngantuk banget," ujar Surya.     

"Iya, Pa."     

Setelah itu Nindi kembali berbaring dan dapat terlelap.     

"Mama,"     

"Mama ...,"     

"Mama,"     

Suara Ninna yang memanggilnya kembali terdengar lagi.     

Dan seketika Nindi langsung terbangun lagi.     

"Ninna, kamu, beneran, Ninna," tukas Nindi.     

Tak sadar suara Nindi mulai terdengar di telinga Surya.     

Dan hal itu membut Surya turut terbangun.     

"Mama, ngapain, sih?" tanya Surya.     

"Pa, Mama ...."     

'Kalau aku bilang, Ninna memanggil namaku, maka mas Surya pasti akan mengira aku berhalu sinasi lagi,' batin Nindi.     

"Mama, mimpi buruk lagi ya?" tanya Surya.     

Dan Nindi pun memgangguk, "Iya, Pa."     

"Yasudah, jangan di pikirkan, sekarang, Mama, tidur lagi ya," tukas Surya.     

"Iya, Pa," jawab Nindi.     

Lalu Surya membaringkan tubuh sang istri dan merapikan selimutnya.     

Surya juga kembali tertidur lagi, namun sayangnya Nindi, masih kesulitan untuk tidur. Lagi-lagi Ninna selalu memanggiknya dengan suara memelas setiap dia bisa terpejam.     

Akhirnya Nindi memutuskan untuk terjaga sepanjang malam, karna memang pada kenyataannya dia tidak bisa tertidur lelap meski telah meminum obat tidur sekipun.     

Suara Ninna, terus mengganggunya, dia tidak tega dalam lelap terus mendengar suara Ninna yang merintih kesakitan.     

***     

Cir cir cir ....     

Terdengar suara burung yang mulai berkicau, pertanda hari sudah mulai pagi.     

Dan Surya juga sudah mulai terbangun.     

Tampak Nindi yang masih terbaring dengan mata terbuka dan di penuhi lingkar hitam di area matanya.     

"Mama, dari semalam gak tidur ya?" tanya Surya.     

"Eh, iy-a, Pa ...." Jawab Nindi ragu-ragu.     

"Loh, kenapa kok gak tidur? Mama mimpi buruk terus ya?"     

"Iya, Pa,"     

"Kalau begitu, hari ini, Papa anterin Mama, ke dokter psikolog ya?"     

"Eh, jangan dong, Pa! Mama kan gak gila!" ujar Nindi.     

"Bukannya begitu, Ma. Papa, bawa ke dokter psikolog bukan karena, Mama, lagi gila, tapi agar Mama bisa lebih tenang. Karna kelihatanya, Mama, itu banyak banget pikiran." Tutur Surya.     

"Gak usah lah, Pa. Mama gak apa-apa, kok. Mungkin kalau hari ini, Mama, istirahat Mama bisa sedikit tenang," jawab Nindi     

"Beneran nih, Mama, gak apa-apa?"     

"Iya, Pa beneran. Mama beneran gak apa-apa,"     

"Yasudah, Papa, mandi dulu ya," ujar Surya sambil mengelus ujung kepala sang istri.     

"Iya, Pa."     

Ketika Surya sedang berada di kamar mandi, Nindi duduk dan enggan beranjak dari kasurnya.     

Dia terus membayangkan kejadian semalam yang terus mengagu pikirannya itu.     

"Kenapa, Ninna, terus mengganggu aku? Memang hantu Eliza tidak mengganggu ku, tapi kenapa malah Ninna yang terus mengganggu ku?"     

Nindi meraih ponsel yang ada di sampingnya.     

Dia hendak menghubungi Rasty sang adik.     

Drtt....     

Baru menekan tombo 'call' tapi langsung terdambung dengan Rasty.     

"Halo, ada apa, Kak Nindi?" tanya Rasty.     

"Kamu bisa tidak kemari, Kaka, benar-benar sedang pusing," ujar Nindi.     

"Aduh, Kak. Gak bisa, aku kan hari ini harus berangkat ke sekolah, ada rapat penting dengan para staf-staf pengajar ku," jelas Rasty.     

"Ah, dasar sok sibuk, baru punya jabatan jadi kepala sekolah saja sudah belagu!" ketus Nindi.     

"Bukannya begitu, Kak. Tapi memang untuk hari ini aku tidak bisa kalau tidak masuk sekolah karna—"     

"Ingat, Rasty! Kalau bukan karna aku! Kamu itu bukan siapa-siapa di situ!" cantas Nindi.     

"Iya, Kak. Aku tahu tapi—"     

"Cepat kemari!" sergah Nindi.     

"Tapi, Kak—"     

"Cepat kemari!"     

"Yasudah, nanti aku akan ke rumah, Kak Nindi, kalau aku sudah selesai meeting,"     

"Enggak! Aku maunya kamu datang kemari sekarang juga!"     

"Tapi, Kak! Aku ini sedang bekerja. Dan aku tidak mau orang-orang akan melihat aku bukanlah kepala sekolah yang teladan dan selalu ingkar janji serta tidak disiplin!" ujar Nindi.     

"Aku tidak peduli! Kamu itu harus menurutiku! Lagi pula sekolah itu kan milik ku!"     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.