Bullying And Bloody Letters

Menengok Rima



Menengok Rima

0Sesampainya di rumah, Raisa mengajak Aldo masuk ke dalam rumah untuk menemui sang ibu     

Dan kebetulan saat ini Rima sedang duduk di kursi roda sembari menonton televisi.     

"Selamat siang, Tante Rima," sapa Aldo.     

Rima pun langsung menengok ke arah Aldo.     

"Eh, Nak Aldo!" Rima terlihat sangat bahagia melihat kehadiran Aldo.     

"Nak Aldo, kemana aja, kok gak pernah main kemari?" tanya Rima.     

"Maaf, Tante, Aldo baru sempat kemari, bahkan saat Tante, Rima sakit keras Aldo gak tahu, dan kalau bukan berkat Kak Raisa, yang ngasih tahu, Aldo, juga gak bakalan tahu," tutur Aldo.     

"Kamu sekarang jadi muridnya, Kak Raisa ya?"     

"Iya, Tante. Benar."     

"Tante, seneng banget ketemu, Nak Aldo, lagi,"     

"Aldo, juga seneng banget bisa ketemu, Tante Rima, dan melihat keadaan Tante Rima, yang sudah mulai membaik ini, semoga Tante, lekas pulih ya,"     

"Iya, Nak Aldo, terima kasih ya, doanya,"     

"Aldo, kamu mau minum apa? Biar, Kak Raisa, buatkan," tanya Raisa.     

"Apa aja deh kak, yang dingin-dingin kalau ada!"     

"Yaudah es batu aja ya?"     

"Ye, jangan es batu aja dong, kasih sirup atau jus gitu!"     

"Ih, masa tamu nawar-nawar,"     

"Gak apa-apa dong, Kak, sekali-kali, hehe!" "Huh, dasar, Aldo ngeselin!"     

"Iklas enggak nih?"     

"Iklas, Do! Yaelah baper banget!"     

"Hehehe!"     

Cukup lama, Aldo berada di rumah Raisa, untuk sekedar mengobrol bersama Rima dan juga Raisa.     

Tak terasa hari pun semakin gelap, dan Aldo mulai berpamitan dengan Rima dan Raisa.     

"Kak, Tante, saya mau pamit dulu ya, kayaknya udah lama banget, saya di sini sampai lupa waktu," ujar Aldo.     

"Iya, Nak Aldo, hati-hati ya, dan terima kasih, sudah menjenguk, Tante," ujar Rima.     

"Iya, Tante! Sama-sama!" jawab Aldo.     

"Hati-hati, Do!"     

"Iya, Kak Raisa!"     

***     

"Mama, tidur dulu ya, udah malam ni, biar Raisa bantu pindahin ke kasur," ujar Raisa.     

"Iya," Rima mengangguk.     

Dengan bersusah payah, Raisa mengangkat tubuh sang ibu sendirian.     

"Raisa, pasti capek banget ya, ngangkatin, Mama, tiap hari?"     

"Ah, enggak tu, Mah!"     

"Yakin enggak, capek? Mama, gini-hini berat juga lo,"     

"Awalnya capek sih, Ma. Tapi lama-lama Raisa udah terbiasa ngangkatin, Mama. Sekarang udah berasa enteng," tukas Raisa sambil tersenyum.     

"Maafin, Mama, ya, Raisa,"     

"Iya, Ma. Gak apa-apa kok, Raisa seneng bisa jagaian, Mama, setiap hari, ini wujud bakti Raisa sama, Mama,"     

"Ya ampun, Raisa, Mama, jadi sedih dan terharu mendengarnya. Mama bangga punya anak seperti kamu dan Eliza, kalian adalah putri-putriku yang sangat berbakti. Kalau gak ada kalian, Mama gak tau bagimana jadinya,"     

"Mama, jangan ngomong begitu dong! Karna berbakti itu sudah menjadi kewajiban, Raisa dan Eliza," jelas Raisa.     

Dan Rima pun tersenyum haru mendengar ucapan dari sang putri.     

Memang kehidupannya saat ini tidak semewah dulu saat bersama Surya.     

Tapi meskipun begitu Rima merasa kehidupannya sekarang lebih tenang.     

Ya walaulun harus melewati cobaan berat saat kehilangan Eliza dan dia mengami kelumpuhan.     

Tapi setidaknya, dia masih punya Raisa yang selalu ada dan Eliza meski sudah meninggal tapi masih selalu ada untuknya.     

Dan terus melakukan perintahnya untuk, menghabisi keluarga dari Nindi sang madu.     

Setelah membaringkan tubuh sang ibu dan merapikan selimutnya, Raisa mengelus sesaat rambut sang ibu kemudian mengecup keningnya lalu dia berlalu pergi.     

"Good night, Ma!" bisik Raisa di telinga ibunya.     

Raisa duduk di ruang tamu sembari mengotak-atik laptopnya dan memeriksa pekerjaan tadi siang yang belum selesai ia kerjakan.     

Sementara Rima di dalam kamar sudah tampak mulai terlelap.     

Suasana malam itu terlihat begitu hening, hanya ada Raisa dan Rima di rumah itu.     

"Eliza, kamu datang lagi, Sayang," tukas Rima yang masih berada di dalam kamarnya.     

"Mama, kangen, Mama seneng banget kamu datang, tentunya mbawa berita bahgia ini," ujar Rima.     

Suara pembicaraan Rima itu terdengar sampai ke telinga Raisa yang sedang berada di ruang tamu.     

Akhirnya Raisa pun melihatnya, karna dia merasa penasaran dengan apa yang sedang dilakukan oleh sang ibu.     

Ceklek!     

"Mama, lagi ngapain?" tanya Raisa.     

"Mama, lagi ngobrol sama, Eliza," jawab Rima dengan santai.     

"Eliza?" Raisa mengendarkan seluruh pandangannya ke arah sekitar kamar, dan tak ada siapa pun.     

"Mama, berhayal lagi?"     

"Enggak, kok. Mama gak berhayal, tadi Eliza beneran datang,"     

"Ma, stop, Ma. Jangan ngomongin Eliza terus, Eliza itu udah gak ada!"     

"Tapi, buat Mama, Eliza itu masih ada."     

Huft....     

Raisa menghela nafas berat seraya menggelengkan kepalanya.     

"Rai, kenapa kamu gak bilang kalau sekarang Nindi itu sedang lumpuh?" tanya Rima.     

Dan seketika Raisa menjadi terkejut, Karna tiba-tiba saja, Rima bertanya hal itu.     

Apa lagi selama ini tidak ada yang memberitahunya, jika Nindi memang sedang lumpuh.     

"Kok, malah diam? Mama, 'kan sedang bertanya?"     

"Ma-ma, tahu dari mana kalau, Tante Nindi, sedang lumpuh?"     

"Eliza, yang baru saja memberitahu kepada, Mama!" jawab Rima penuh bangga.     

"Hah?!" Raisa tampak syok mendengarnya.     

'Jadi, Mama, itu benar-benar bisa melihat, Eliza, bahkan selama ini, Mama, itu memang sedang mengobrol sungguhan dengan Eliza?' batin Raida yang terus bertanya-tanya.     

"Tinggal jawab saja, apa susahnya sih, Raisa?" tanya Rima.     

Dan akhirnya Raisa pun dengan segera menjawab pertanyaan sang ibu.     

"Iya, Ma. Benar." Jawab Raisa singkat.     

"Haha! Akhirnya dia merasakan apa yang sudah kurasakan! Bahkan lebih parah dari ku!" ucap Rima penuh bangga.     

Raisa pun hanya bisa terdiam dan melihat ibunya dengan prihatin, karana ini tidak seperti sang ibu. Dia benar-benar sudah berubah, tidak seperti ibunya yang dulu.     

'Mama, memang selalu di jahati, tapi tidak seharusnya, 'kan, Mama, juga menjadi orang yang jahat?' batin Raisa lagi.     

"Rai, sejak tadi kamu itu selalu melamun, apa kamu masih tidak percaya dengan, Mama ya, kalau Eliza itu belum pergi?" tanya Rima.     

"Enggak kok, Ma. Raisa percaya sama, Mama. Dan sekarang udah malam, Raisa minta, Mama, tidur dulu ya?"     

"Tapi karna kedatangan, Eliza, tadi, membuat Mama, jadi gak bisa tidur lagi," jawab Rima.     

"Ya, tapi Mama, harus tetap istirahat, karna ini semua demi kesehatan tubuh, Mama. Mama ingin cepat sembuh, 'kan?" tanya Raisa.     

"Tentu saja, Iya! Mama, 'kan ingin melihat madu Mama yang sangat cantik itu sekarang sedang lumpuh dan menderita!" jawab Rima dengan wajah bahagianya.     

Dan kembali Raisa hanya bisa menggelengkan kepalanya seraya mengelus dada.     

Ibunya yang sekarang benar-benar sangat berbeda.     

"Yasudah, Mama, tidur dulu, Raisa mau ke ruang tamu, mau mengerjakan tugas-tugas di sekolah," tukas Raisa.     

"Iya, tidurnya jangan malam-malam ya, Sayang," pasan Rima.     

Dan Raisa mengangguk, "Iya, Ma."     

Ceklek!     

Kembali Raisa keluar kamar dan menutup pintu kamar sang ibu.     

'Apa yang harus aku lakukan? Mama, sudah benar-benar berubah? Aku hanya tak mau ada yang menjadi korban lagi. Tapi Mama sangat menyukai semua ini,' bicara Raisa di dalam hati.     

To be continued.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.