Bullying And Bloody Letters

Tolong Hentikan!



Tolong Hentikan!

0"Riasa, ayo cepat kita pergi ke rumah kamu, aku ingin bertemu dengan ibu kamu!" pinta Rasty.     

"Tapi, Bu, ini sedang jam pelajaran!"     

"Aku mohon, Raisa! Sebelum semunya terlambat!"     

Akhirnya Raisa pun memenuhi permintaan Rasty, dan mengajak Rasty untuk menemui ibunya.     

Mereka berangkat dengan mengendarai mobil milik Raisa, dan di kemudikan oleh Raisa sendiri.     

"Bu Rasty, saya agak tidak yakin dengan semua ini," tukas Raisa.     

"Sudahlah, Raisa, ayo ke sana, memang aku sangat yakin kalau ini semua ada hubungannya dengan, Kak Rima," ujar Rasty.     

"Baik kalau begitu,"     

Raisa melajukan sedikit cepat kendaraannya, agar bisa segera sampai ke rumahnya, dan mempertemukan Rasty dengan Rima.     

Padahal sejujurnya dia masih belum yakin kalau ibunya mau maafkan Rasty.     

Apalagi kondisi ibunya saat ini juga belum pulih betul.     

Setela 30 menit berlalu mereka pun sampai di rumah Rima.     

"Ini rumah kalian?" tanya Rasty.     

"Iya, Bu Rasty, benar," Jawab Raisa.     

"Panggil saya, Tante saja, Raisa, karna ini di luar lingkungan sekolah," ujar Rasty.     

"Baik, Tante Rasty" jawab Raisa.     

Ceklek!     

Mereka membuka pintu mobil lalu merekakeluar, perlahan Raisa mengetuk pintu di dalam rumahnya.     

Sedangnkan Rasty masih tampak mengedarkan seluruh pandangannya mandangi keadaan rumah Raisa yang sangat kecil dan sederhana.     

'Selama ini mereka tinggal di rumah sekecil ini, sementara Kaka dan keponakanku tinggal di rumah yang bagaikan istanah' batin Rasty.     

Ini adalah kali pertamanya Rasty mendatangi rumah Raisa dan Rima.     

Ceklek!     

Raisa membuka pintunya, "Ayo, Tante Rasty, kita masuk ke dalam," ajak Raisa     

Dengan ragu-ragu Rasty pun memasuki rumah itu.     

Lalu Raisa juga mengajak Rasty masuk kedalam kamar sang ibu.     

Dan tampak Rima sedang tertidur di atas kursi roda.     

Kebetulan Rima sedang sendirian, karna perawatnya sedang izin ke apotik untuk menembus obat-obatnya.     

"Mama, Mama, tidur ya?" tukas Raisa dengan lembut seraya membelai rambut sang ibu.     

Dan Rima pun mulai membuaka matanya.     

"Raisa, kamu sudah pulang?" tanya Rima.     

"Iya, Ma. Gimana keadaan Mama, hari ini?"     

"Lumayan, Mama selalu merasa lebih baik setiap harinya." Jawab Rima.     

"Raisa kemari membawa seseorang, dan dia ingin berbicara sama, Mama,"     

"Siapa?"     

Dan Raisa mengalihkan tubuhnya dari pandangan ibunya, agar sang ibu bisa melihat kehadiran Rasty.     

"Dia, Ma," tukas Raisa.     

Seketika kedua bola mata Rima pun melotot dengan tajam, saat melihat orang itu adalah Rasty, adik dari madunya, dan yang juga menjadi musuh bebuyutannya.     

"Ngapain kamu di sini?!" tanya Rima dengan wajah yang sangat marah.     

"Ma, sabar, Ma. Sabar," ujar Raisa yang menenangkan Rima.     

"Pasti kamu punya tujuan tertentu datang kemari?! Apa lagi mau mu?! Belum puas kamu membuat hidup kami menderita begini?!" cecar Rima dengan penuh kemarahan yang tak tertahan.     

"Ma, dengarkan dulu, Tante Rasty, mau bicara, dia hanya ingin meminta maaf kepada, Mama, tolong Mama, jangan marah-marah, karna itu tidak baik untuk kesehatan, Mama," ujar Raisa.     

"Kalau kamu ingin, kesehatan Mama, pulih, terus kenapa kamu bawa Iblis ini kemari?!"     

Dan seketika Rasty pun langsung mendekat ke arah Rima lalu bersujud di kaki Rima, dia memohon ampun kepada Rima, agar Rima menghentikan semua ini, Rasty benar-benar sudah membuang semua perasaan gengsi dan lain sebagainya.     

"Kak Rima, saya mewakili kaka saya, ingin meminta maaf sebesar-besar kepada, Kak Rima," ujar Rasty.     

"Cih, kenapa kamu tiba-tiba meminta maaf kepadaku begini? Apalagi pakai bersujud segala, apa tujuan mu? Rencana busuk apa lagi yang sudah kamu susun?!" tanya Rima.     

"Kak, aku meminta maaf dengan tulus, aku hanya ingin, Kak Rima, menghentikan semua ini. Saya sudah kehilangan keponakan saya, jadi saya mohon biarkan kami tetap hidup. Dan maafkan kami ...."     

Mendengar apa yang sudah di ucapkan oleh Rasty membuat Rima seketika merasa sangat bahagia, dan tertawa dengan lantang.     

"Haha haha haha! Jadi itu alasnmu?!" tanya Rima.     

"Iya, Kak Rima. Saya mohon, bilang kepada Eliza, putri Kaka, untuk menghentikan semua ini, aku berjanji akan mengembalikan semuanya, termasuk suami Kaka, dan seluruh harta yang harusnya menjadi hak milik, Kak Rima dan Raisa," jelas Rasty.     

"Haha! Haha! Harta?! Suami?!"     

"Iya, Kak, aku berjanji akan membuat Kak Nindi berpisah dengan, mas Surya agar kalian bisa bersatu. Dan saya beserta kaka saya akan segera angkat kaki."     

"Kamu pikir aku masih butuh harta? Atau mungkin saya masih butuh Surya yang sudah di racuni otaknya oleh kakamu itu?!" Rima kembali mengembangkan senyumannya. "Jawabannya, tidak!" tegas Rima.     

"Kenapa, Kak?! Bukankah itu yang selama ini, Kaka inginkan?"     

"Itu dulu! Sebelum kalian menginjak-injakku terlalu jauh! Kalau sekarang! Aku sudah cukup bahagia dengan hidupku yang seperti ini, dan melihat satu-persatu kalian akan mati, itu adalah kepusan tersendiri!" jelas Rima dengan ekspresi bangganya.     

"Kak, tolong Kak! Bilang kepada Eliza, untuk menghentikan semuanya!"     

"Tidak bisa! Eliza tidak akan berhenti sebelum kalian mati satu persatu! Itu perintahku! Dan Eliza sebagai anak yang sangat berbakti kepadaku maka dia akan menurutinya!"     

"Kak! Aku mohon, Kak ...." Rasty pun sampai menciun kaki Rima, tapi Rima benar-benar tidak mau memaafkannya.     

Dia sudah di kuasai oleh dendam, yang saat ini terus menggelayutinya.     

Sisi baik dan serta rasa iklas dan rasa iba Rima sudah benar-benar habis, tak ada yang tersisa di hatinya selain rasa benci dan dendam.     

Dan Rasty pun tampak sangat bersedih, ternyata benar, jika kemarahan Eliza, dan yang selalu ingin membalaskan dendamnya itu di karnakan perintah dari sang ibu.     

"Maaf, Tante Rasty, saya tidak. Bisa membantu apa pun. Saya sudah mengantarkan, Tante Rasty, kemari tapi Mama saya tidak mau memaafkan kalian, saya tidak bisa apa-apa, Tante. Jadi sebaiknya Tante Rasty, pulang saja," tukas Raisa.     

"Tapi, Rai!"     

"Ayo, Tante, saya antar pulang," tukas Raisa, sambil membantunya berdiri.     

"Stop! Raisa! Jangan panggil iblis ini dengan sebutan, Tante! Karna dia itu tidak pantas di hargai!" cantas Rima.     

"Maaf, Ma. Tapi Tante Rasty, ini sekarang atasan, Raisa!"     

"Atasan?! Cih! Atasan macam apa yang menadapat jabatan dari hasil merampok!?" cantas Rima lagi.     

"Kak! Tolong hentikan, Kak!"     

"Haha! Sampai kiamat pun aku tidak akan menghentikannya!"     

"Ayo! Tante, sudah jangan membuat Mama saya semakin marah," lirih Raisa di telinga Rasty.     

"Maaf, Ma. Raisa harus mengantarkan, Tante Rasty, pulang dulu ya,"     

"Silakan! Bila perlu antarkan sampai ke Neraka sekalian!" ujar Rima, sambil tertawa-tawa.     

Dan ketika Raisa ke luar dari dalam rumah, rupanya orang yang sudah merawat sang ibu pun datang.     

"Eh, kebetulan si Embak, sudah datang, saya mau pergi ke sekolah lagi, mengantarkan, atasan saya ini, saya titip, Mama saya ya, Mbak," ujar Raisa.     

"Baik, Mbak Raisa," jawab perawat itu.     

Dan Raisa pun pergi meninggalkan rumahnya bersama Rasty.     

To be continue.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.