Bullying And Bloody Letters

Makam Yang Di Bongkar



Makam Yang Di Bongkar

0"Tapi perlu di ingat, kamu juga harus membayarku dengan harga yang pantas setelah berhasil nanti!" ujar sang dukun yang mewanti-wanti Rasty.     

"Tenang saja, Mbah! Saya pasti akan memberikan hak, Embah! Dan Embah akan mendapatkan banyak uang!"     

"Tapi aku tidak butuh uang, tapi aku butuh kamu!" tegas sang dukun.     

Seketika Rasty langsung terdiam tak bergeming, karna mendengar kata-kata yang baru saja terlontar dari mulut sang dukun.     

"Maksudnya, apa, Mbah? Kenapa, Mbah bilang begitu?" tanya Rasty yang memastikan.     

"Ya, karna saya sangat tertarik dengan kamu," jawab sang dukun dengan senyuman penuh artinya.     

"Apa?! Anda pikir Anda ini siapa?! Kenapa berani sekali berbicara seperti itu kepada saya!?"     

"Loh, memangnya kenapa? Saya kan hanya menagatakan apa yang saya rasakan, dan lagi pula ada banyak keuntungan yang kamu dapatkan kalau kamu mau menjadi istri saya!" ujar dukun itu penuh dengan percaya diri.     

'Cih, dasar tua bangka tidak tahu diri!' batin Rasty.     

"Kenapa kamu kelihatan tidak senang mendengar ucapanku tadi?" tanya dukun itu.     

"Tentu saja saya tidak suka, saya ini adalah pasien Anda, kenapa Anda berbicara seperti itu, hal itu tentu saja tidak pantas di lontarkan kepada pasiennya!" tegas Rasty.     

"Sudahlah, jangan marah-marah, saya tidak akan memaksa kamu, saya akan menunggu sampai kamu benar-benar tertarik dengan saya!"     

'Cih, sangat percaya diri sekali, mana mungkin aku menyukai seorang tua bangka sepertinya itu!' batin Rasty lagi.     

Rasty merasa kesal dan bingung mendengar pernyataan cinta dari dukun itu, dia tidak mungkin pergi dari dukun itu begitu saja, terlebih dia sudah melakukan ritual membongkar makam berdasarkan perintah dari dukun itu.     

Dan hal itu tentu saja akan membuat pekerjaannya sia-sia jika meninggalkan dukun itu begitu saja.     

Rasty merasa sangat menyesal karna telah mempercayai dukun itu dan menuruti keingininannya, harusanya dia menacari orang yang lebih sakti lainnya ketimbang mempercayai dukun cabul seperti ini.     

Tapi karna semua sudah teanjur, akhirnya Rasty pun tetap bersikeras akan melanjutkan rencananya itu.     

Karna Rasty tidak mau pekerjaannya menjadi sia-sia.     

Dia akan bertahan dan menahan perasaan jijiknya kepada dukun itu, sampai dia mendapatkan apa yang dia inginkan dan selanjutnya dia akan membunuh dukun itu.     

"Baik, saya permisi dulu kalau begitu, Mbah," ucap Rasty.     

"Silahkan, dan perlu di ingat pintu rumah ini akan selalu terbuka lebar untuk menerima kedatanganmu," ucap dukun itu.     

Dan Rasty pun tersenyum sinis kepada dukun itu.     

Dan selanjutnya dia pun pergi meninggalkan tempat itu.     

Sambil mengendarai mobilnya, Rasty terus mengomel-ngomel sendirian sepanjang jalan, dia begitu kesal dengan nasib sialnya itu.     

"Kenapa, aku malah bertemu dengan dukun sialan macam begitu! Kalau bukan karna aku sudah melangkah cukup jauh maka aku tidak akan sudi bekerja sama dengan orang macam itu!"     

***     

Esok harinya, Raisa yang masih berada di sekolah dan sedang duduk di ruangannya, tiba-tiba saja mendengar bunyi ponsel miliknya.     

"Halo ada apa ya?"     

"Hah?! Apa?! Makam mendiang adik saya ada yang bongkar?!"     

Seketika Raisa tanpa berbasa-basi langsung keluar dari dalam ruangan itu dan berlalu pergi.     

Saat melewati koridor sekolahan tiba-tiba dia berpapasan dengan Rasty.     

Tampak Rasty tersenyum sesaat melihat ke arah Raisa.     

Namun Raisa tidak menanggapinya, Raisa terus berjalan cepat melewati koridor sekolah itu.     

Rasty memandang ke arah Raisa yang sudah mulai berjalan menjauh itu, dan hal itu membuatnya menjadi sangat kesal karna dia merasa di abaikan.     

"Sialan! Sudah pasang wajah ramah dan senyuman manis tapi malah di abaikan! Baru menjadi kepala sekolah sebentar saja sudah sombong!" umpat Rasty.     

Lalu Rasty pun membalikan tubuhnya lagi dan berlalu pergi melanjutkan perjalanannya lagi.     

"Tapi kenapa dia berjalan cepat-cepat sekali, apa jangan-jangan dia itu mau pergi ke makam adiknya?"     

Seketika Rasty menghentikan kembali langkah kakinya.     

"Sialan! Apa pihak makam sudah memberitahu kepada Raisa, tentang peristiwa ini?!" Rasty menggelengkan kepalanya dengan sangat cepat.     

"Kalau begini caranya aku dalam bahaya, huuft ... semoga saja, mereka tidak mengetahui bahwa akulah pelakunya!" ujar Rasty seraya melanjutkan kembali langkah kakinya.     

Tentu saja hal ini buat pikiran Rasty menjadi sangat tidak tenang, dia sangat takut jika perbuatanya itu di ketahui oleh pihak makam dan Raisa, apa lagi kalau sampai di ketahui oleh Surya, bisa habis riwayatnya saat itu juga.     

***     

Sementara itu, karna mendapatkan kabar dari pihak penjaga makam, Raisa pun langsung mengendarai mobilnya dengan kencang dan langsung bertolak menuju makam adiknya.     

"Ya ampun kenapa ini bisa terjadi sih? Siapa yang sudah tega melakukan hal ini kepada Eliza! Apa belum cukup dia mati dalam keadaan yang tidak wajar begitu?" gumam Raisa seraya mengendalikan kemudi stirnya.     

Dan tak berselang la, Raisa pun sampai di tempat pemakaman itu.     

Dan di sana dia bertemu dengan sang penunggu makam.     

"Ah, syukurlah, Bu Raisa, sudah datang!" ujar si penunggu makam itu dengan penuh rasa lega.     

"Apa yang terjadi, Pak? Kenapa bisa begini?" tanya Raisa dengan wajah paniknya.     

"Entalah, Bu. Saya benar-benar tidak tahu-menahu, tiba-tiba, di pagi bari saat saya mulai bertugas, makam adik Ibu sudah ada yang bongkar," jelas si penjaga makam itu.     

Raisa tampak sangat prihatin melihat keadaan makam sang adik, tentu saja hatinya terus bertanta-tanya tentang siapa pelakunya.     

"Eliza, kenapa bisa begini sih, Dek, kenapa ada saja orang yang jahat sama kamu, bahkan sampai kamu sudah meninggalkan sekalipun begini?" ujar Raisa sambil menangis.     

Raisa membayangkan bagaimana ekspresi sang ibu jika mengetahui keadaan makam Eliza saat ini.     

Tentu sana hal itu akan membuat Rima menjadi sangat terpukul.     

"Pak, saya minta tolong dengan sangat, agar, Bapak, merapikan makam adik saya menjadi seperti semula, dan tolong jangan kabari Papah atau Mama saya," ucap Raisa.     

"Baik, Bu Raisa, saya akan merahasiakanya dan saya juga akan merapikan kembali makam ini," ujar penunggu makam itu.     

Setelah keaadaan makam Eliza sudah kembali rapi, Raisa pun kembali ke sekolah.     

Dan saat dia hendak memasuki ruangannya, kembali dia berpapasan dengan Rasty diperjalanan.     

"Selamat siang, Bu Raisa," Lagi-lagi Rasty menebarkan senyuman manis dan suara ramahnya kepada Raisa. Meskipun itu semua hanya terpaksa.     

Dan Raisa pun segera menyambut sapaan Rasty.     

"Selamat siang, Bu Rasty," sahut Raisa.     

Lalu Rasty pun kembali menebarkan senyumannya, seolah tidak terjadi apa pun.     

Tapi entah mengapa Raisa merasa ada yang aneh dengan Rasty.     

Dia memandangi Rasty yang terus berjalan menuju kelas itu.     

"Masa iya, dia pelakuanya? Lalu untuk apa dia membongkar makam adikku?" gumam Raisa yang masih bertanya-tanya.     

Dengan perasaan penasaranya Raisa duduk di atas bangku kerjanya.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.