Bullying And Bloody Letters

Tak Dapat Mengendalikan Diri



Tak Dapat Mengendalikan Diri

0Nindi sekarang tidur di kamar lantai bawah sedangkan Surya di lantai atas.     

Tentu saja hal ini membuat Nindi merasa sangat kesal dan tak terima oleh perlakukan Surya terhadapanya.     

Sepanjang malam, Nindi enggan memejamkan mata dan memilih untuk marah-marah, serta membanting-banting barang yang ada di kamar itu.     

Sedangkan Surya tampak sangat pulas tidur di lantai atas. Karna tidak ada gangguan dari Nindi.     

"Mas Surya! Jahat!" teriak Nindi.     

"Untuk apa aku membawa, jimat ini?! Untuk apa aku bersusah payah pergi ke dukun hanya demi untuk ke selamatanku?!"     

Nindi merogoh jimat itu dari dalam sakunya.     

Lalu dia melemparkannya ke bawah.     

"Aku sudah tidak butuh benda itu lagi! Kalau pun hantu sialan itu akan membunuhku! Maka aku sudah siap!" gerutu Nindi.     

Nindi nampaknya sudah putus asa akan hidupnya.     

"Hidupku sudah hancur! Aku cacat! Suamiku juga sudah tidak mencintaiku lagi! Lebih baik aku mati! Mati! Hik hik ...."     

Ocehan Nindi yang sepanjang malam tiada henti itu membuat para asisten rumah tangganya yang kebetulan tidur di kamar-kamar lantai bawah itu menjadi tidak bisa tidur, karna Nindi benar-benar sangat berisik.     

Mereka semua pun keluar dari kamar masing-masing dan duduk berkumpul di ruang tamu.     

"Aduh, bu Nindi itu berisik sekali," gumam salah satu asisten rumah tangga itu.     

"Iya benar saya sampai tidak bisa tidur," jawab asisten rumah tangga yang satunya lagi.     

"Kalau begini terus, kita bertiga, bisa kurang tidur, padahal paginya kita harus bekerja!" keluh asisten rumah tangga yang lainnya.     

Mereka berjumlah tiga orang, dan nampaknya mereka benar-benar sangat terganggu dan kesal dengan Nindi, hanya saja mereka tidak dapat berbuat apa pun.     

***     

Esok harinya Surya sudah terbangun dari tudurnya dan sudah mandi serta sudah bersiap-siap untuk pergi ke kantor.     

Dan ketika dia menurunu tangga, tampak para asisten rumah tangga yang bekerja di rumahnya sudah berkumpul di ruang tamu.     

"Loh, kalian ngapain kumpul di sini? Dan kenapa wajah kalian kelihatan pucat begitu?" tanya Surya.     

"Maaf, Tuan, semalaman kami tidak bisa tidur," ujar salah salah asisten rumah tangga itu.     

"Loh, memangnya kenapa?" tanya Surya.     

"Nyonya, Tuan,"     

"Iya, Nyonya, kenapa?"     

"Semalaman, Nyonya Nindi, berisik sekali, belaiu marah-marah, membanting-banting barang serta berteriak-teriak."     

"Benar, dan hal itu memang membuat kami tidak bisa beristirahat dengan tenang, Tuan."     

Huuuftt....     

Surya pun tampak menghela nafas dengan berat, betapa bingungnya dia harus bagaimana menghadapi istri keduanya itu.     

Sekarang Nindi sudah seperti monster, marah-marah, brutal, dan semaunya sendiri.     

Dan tentu saja hal itu membuat Surya semakin pusing.     

Selama bertahun-tahun hidup bersama dengan Nindi, dan kali ini Surya baru mengetahui sifat asli dari Nindi.     

"Baiklah, kalau begitu, kalian harus bersabar menghadapi Nyonya, dan natu saya akan memberikan uang tambahan untuk kalian," ujar Surya, yang menenangkan para asisten rumah tangga di rumahnya.     

Setelah itu dia keluar dari dalam rumah tanpa mengecek keadaan istrinya.     

Karna kalau dia mengeceknya, justru hal itu akan membuat Rima menjadi semakin marah kepadanya.     

Dan keadaan pagi ini yang sudah sepi akan menjadi gaduh lagi.     

***     

Sedangkan Nindi yang ada di kamarnya, tampak sedang terlelap, karna semalaman dia yang terjaga.     

Nindi tidur tanpa menggenggam jimatnya, dia sudah membuang jimat itu.     

"Tante ...."     

"Tante Nindi ...."     

Terdengar suara seseorang yang memanggil namanya.     

Nindi pun langsung terbangun untuk melihat sumber suara itu.     

"Siapa?" ujar Nindi, seraya mengedarkan seluruh pandangarnya, mengengrlilingi sekitar kamarnya.     

"Di sini, Tante,"     

Terdengar suara dari atas plafon kamarnya.     

Dan Nindi melirik ke arah atas, namun di sana tidak ada apa pun.     

Tubuh Nindi seketika merinding tak karuan, apa lagi suara yang memanggiknya itu benar-benar mirip dengan suara Eliza.     

Nindi baru teringat kalau semalam jimat itu sudah ia buang dan di lempar entah kemana.     

Dan sekarang dia baru menyarari kalau ternayata dia belum siap untuk mati.     

"Dimana, jimatku? Dimana?" Nindi segera mengedarkan pandangannya ke segala arah, untuk menjadi kemana letak jimat itu, semalam dia melemparnya di lantai, yang artinya jimat itu masih ada di sekitar kamar ini.     

"Kemana? Ayolah ketemu!" tukas Nindi seraya mencari-cari letak jimat itu.     

Lalu dia melihat di bawah kolong meja, dan rupanya jimat itu tergetak di bawah kolong meja.     

Dengan segera Nindi akan mengambilnya, tapi sayanganya baru akan merangkak, untuk mengambil jimat itu. Tiba-tiba seseorang menginjak bagian tangannya.     

"Apa, Tante, sudah siapa mati hari ini?" tanya Eliza dengan suara lemah yang menyeramkannya.     

"AKHHH! Tolong!" teriak Nindi.     

Hahaha haha haha hahha!     

Hahaha haha haha hahha!     

Hahaha haha haha hahha!     

Dengan kaki yang masih menginjak tangan kanan Nindi, Eliza, pun tertawa-tawa dengan lantang.     

Sedangkan Nindi tampak sedang berusaha untuk melepaskan tanganya dari kaki Eliza yang menginjaknya.     

Terasa sangat dingin dan berat di tangan Nindi.     

Nindi benar-benar merasa sangat ketakutan tak terkira.     

Lalu perlahan-lahan, tubuh Eliza melenyap dari hadapannya, dan rasa dingin yang ada di tangannya, perlagan menjalani sebagian lainnya dan pelan-pelan berubah menjadi hangat lalu menjadi panas.     

Dadanya menjadi sangat sesak dan seperti ada sesuatu yang besar dan sedang meninmpanya.     

Kini Nindi sudah tidak lagi bisa mengontrol dirinya sendiri. Tenaganya berubah manjadi sangat kuat, tiba-tiba saja Nindi berjalan merangkak dengan sangat cepat dan keluar dari dalam kamarnya.     

Di saksikan para asisten rumah tangga yang masih berada di dalam ruang tamu, Nindi merangkak cekat seperti orang yang berlari dan masuk ke dalam mobilnya.     

"Nyonya! Nyonya! Mau kemana?!" teriak para asisten rumah tanggannya, tapi Nindi tidak mau mendengarkannya sama sekali.     

Nindi pun maniki mobil dengan sangat kencang, melewati apa pun yang ada di hadapannya tanpa mengerem sedikit pun. Karna memang Nindi sudah tidak memiliki kaki, untuk sekedar menginjak tombol rem.     

Dan tentu saja mobil yang di kendarai oleh Nindi tidak jelas bagimana bentuk cara melajunya.     

Nindi mengendarai mobilnya untuk pergi ke Pratama High School.     

Untung saja jarak dari rumah menuju Pratama High School, tidak terlalu jauh, dan kebetulan jalanannya sedangal sepi.     

Dan setelah sampai di sekolah miliknya itu, Nindi, langsung turun dan memasuki sekolahan dengan cara merangkak, tapi meski merangkak, tapi langkahnya sangat cepat, dan kini dia sedang menjadi pusat perhatian di Pratama High School.     

Semua orang mengarah kepadanya, tapi Nindi sama sekali tak peduli, dia masih berjalan dengan cepat menuju lantai atas.     

Dia menaiki tangga lantai dua dan setelah itu di lanjutkan menaiki lantai tiga.     

Vivi yang melihatnya pun segera memberitahu kepada Rasty.     

Mereka yang ada di sekolah itu tampak sangat keheranan, melihat tingkah Nindi yang merangkak cepat seperti orang yang sedang kesetanan.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.