Bullying And Bloody Letters

Tebakan Vivi



Tebakan Vivi

0Semua terdiam dan mendengarkan ocehan Raisa.     

Mereka mulai menyadari jika apa yang di ucapkan oleh Raisa itu ada benarnya.     

Selama ini mereka hanya bermain-main di sekolah, padahal orang tua mereka sudah menghabiskan banyak uang untuk menyekolahkan mereka di sekolah elite ini.     

"Bagaiama apa kalian sudah memahami ucapan saya ini? Bahwa selama ini kalian sudah membuang-buang waktu dan uang orang tua kalian?" tanya Raisa.     

"Iya, Bu!" jawab serempak mereka para murid Raisa.     

"Ok bagus! Dan apa setelah ini kalian akan memperbaiki sikap kalian ini?" tanya Raisa.     

"Iya, Bu!" jawab serempak para murid Raisa lagi.     

"Apa di mulai dari sekrang kalian akan belajar dengan giat?"     

"Iya, Bu!"     

"Ok, Ibu akan pegang ucapan kalian ini. Dan Ibu akan memantau perubahan kalian di mulai dari sekarang," ujar Raisa.     

Mereka tampak menurut kepada Raisa, dan mendengarkan dengan baik apa yang di sampaikan oleh Raisa.     

Tak sadar, Aldo mengembangkan sebuah senyuman kepada Raisa.     

Aldo baru menyadari jika ternyata, Raisa itu tak hanya cantik, tapi dia juga baik dan dewasa.     

Devinisi seorang wanita yang sangat sempurna.     

"Bu Raisa itu sempurna ya," celetuk spontan Aldo.     

"Ciye, Aldo," ledek Nino dengan suara pelan.     

"Barusan kamu ngomong apaan?" tanya Derry dengan suara sedikit menyindir.     

"Ih, apaan sih!" ketus Aldo.     

"Semakin kamu menyangkal, semakin kelihatan kalau kamu itu benar-benar suka sama, Bu Raisa." Ujar Derry.     

Aldo pun hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan kedua temanya.     

***     

Esok harinya, Raisa tampak sangat kesulitan sekali membawa tumpukkan buku-bukunya.     

Dan tepat saat itu juga, dia berpapasan dengan Aldo.     

"Pagi, Bu Raisa," sapa Aldo.     

"Pagi, juga, Do," sapa balik Raisa.     

"Kayaknya, susah banget ya, perlu di bantu tidak?" tanya Aldo.     

"Emmm, boleh!" jawab Raisa, lalu dia menaruh seluruh buku itu ke tangan Aldo.     

"Wow! Berat banget!" ujar spontan Aldo.     

Raisa pun tampak tertawa melihatnya.     

"Hahaha berat banget ya?" tanya Raisa sambil menertawakannya.     

"Kok, Bu Raisa, gak keberatan sih?"     

"Ya sebenarnya keberatan juga sih, cuman emang gak keliatan," jawab Raisa.     

"Emm, tahu gitu, tadi aku gak menawarkan jasa!" keluh Aldo.     

"Oh, jadi nyesel nih, kalau nyesel, sini biar saya aja yang bawa!" ketus Raisa.     

"Ih, gitu aja marah!" ledek Aldo. "Gak boleh marah-marah lo, Bu. Nanti cepet tua hehe!" ledek Aldo.     

"Eh, berani ya ngatain, Ibu tua?"     

"Eh, bukanya begitu, Bu. Saya hanya bercanda!" jawab Aldo.     

"Yaudah ayo, buruan dibawa masuk keburu ada teman-teman kamu yang melihat kita, kan bahaya!" ujar Raisa.     

"Ah biarkan saja! Kalau pun mereka bergosip tentang kita, biarkan saja, toh emang benar, 'kan!" tukas Aldo.     

"Eh, maksudnya apa tuh?!" tanya Raisa.     

"Bercanda, Bu Raisa!" jawab Aldo sambil tertawa-tawa.     

Lalu sesampainya di ruangan Raisa, Aldo menaruhnya di atas meja kerja Raisa.     

"Sudah, selesai, aaya krluar dulu, Bu," tukas Aldo.     

"Ah, iya, terima kasih ya, Aldo," tukas Raisa.     

"Iya, Bu," jawab Aldo.     

Dan ketika Raisa hendak duduk di atas kursi tiba-tiba kaki Raisa terkilir.     

"Akh!" Raisa pun hampir terjatuh, tapi untungnya ada Aldo yang langsung mendekapnya, sehingga Raisa tidak jadi terjatuh.     

"Bu Raisa, gak apa-apa?" tanya Aldo.     

"Eng-gak, kok, Do" jawab Raisa.     

Dan jarak wajah mereka sangat dekat, hal itu membuat Aldo manjadi deg-deggan.     

Tak terkecuali dengan Raisa, dia juga merasa deg-degan karna melihat wajah Aldo yang terlalu dekat dengan wajahnya.     

'Astaga, kenapa dengan jantungku, ingat, Aldo dan aku itu hanya sebatas adik dan kaka,' batin Raisa.     

'Kalau di lihat dari jarak dekat, Kak Raisa, itu memang sangat cantik sekali ya,' batin Aldo.     

Dan dengan segera, Raisa, pun segera melepaskan tangannya dari pundak Aldo.     

"Maaf, ya, Aldo!" ujar Raisa, dengan ekspresi yang salah tingkah.     

"Iya, Bu, gak apa-apa, saya keluar dulu ya," ujar Aldo.     

Dan tepat saat itu, tiba-tiba, Vivi datang dan masuk ke ruangan Raisa.     

"Selamat pagi, Bu Raisa," sapa Vivi.     

"Pagi, Bu Vivi," balas Raisa.     

"Loh, kok kamu ada di sini?" tanya Vivi kepada Aldo.     

"Oh, tadi saya sedang bantuin, Bu Raisa, yang sedang membawa buku-bukunya," jawab Aldo.     

"Oh, begitu ya?" tukas Vivi sambil manggut-manggut.     

"Ya sudah, Bu Vivi dan Bu Raisa, saya pergi dulu ya, mau ke kelas," ujar Aldo.     

"Iya," jawab Vivi.     

Setelah Aldo pergi Vivi mulai bertanya kepada Raisa tentang hubungannya dengan Aldo.     

Kerna selama ini, diam-diam Vivi memantau kedekatan Aldo dan juga Raisa sahabatnya itu.     

"Bu Raisa, saya boleh tanya enggak!" tanya Vivi.     

"Iya, Bu Vivi, tanya aja," jawab Raisa, sembari merapikan buku-bukunya.     

"Sebenarnya ada hubunga apa, Bu Raisa, dengan siswa yang tadi?" tanya Vivi.     

"Eh, kok bertanya begitu sih?" ujar Raisa yang syok.     

"Ya, enggak. Soalnya kalau di lihat-lihat tatapan, Bu Raisa, dan siswa yang tadi itu agak berbeda, begitu pula sebaliknya," ujar Vivi.     

"En-nggak, kok, Bu Vivi. Hubungan saya dan Aldo itu cuman sebatas murid dan guru, tidak lebih," ujar Raisa.     

"Yakin?" tanya Vivi yang memastikan seraya tersenyum meledek.     

"Ya-kinlah, Bu Vivi!" jawab Raisa yang salah tingkah.     

"Tenang, Bu Raisa, kalau pun Ibu punya hubungan sepesial fengan siswa tadi, saya akan merahasiakannya kok. Serius!" Vivi langsung mengangkat dua jarinya.     

"Iya, tapi saya dan Aldo itu benar-benar, tidak ada hubungan apa-apa, lo!" tegas Raisa.     

"Yakin? Tidak ada apa belum?" ledek Vivi.     

"Ih, Bu Vivi, ini gak percayaan banget sih!"     

"Iya! Iya! Saya percaya deh, Bu Raisa!" ujar Vivi, tapi wajahnya tampak masih tersenyum meledek.     

"Ah, masih ngeledek nih!" cantas Raisa.     

"Nggak, Bu Raisa. Tapi melihat Bu Raisa, membuat saya teringat dengan keponakan saya," ujar Vivi.     

"Loh, memangnya ada apa dengan keponakan, Bu Vivi?" tanya Raisa yang heran.     

"Jadi begini, Bu Raisa. Keponakan saya itu anak laki-laki, dan sudah sejak lama dia menyukai dengan wali kelasnya. Hingga pada saat hari kelulusan, keponakan saya menyatakan perasaan cintanya kepada sang wali kelas. Tapi saat itu perasannya di tolak oleh sang wali kelas, namun beberapa tahun berlalu akhirnya mereka menikah!" tutur Vivi.     

"Hah?! Serius?!"     

"Iya, jodoh itu memang tidak bisa di tebak ya, Bu,"     

Raisa pun Mengangguk-angguk "Hahaha iya, Bu Vivi, benar, emang jodoh gak bisa di tebak," jawab Raisa sembari tertawa kaku.     

"Dan kalau, misalnya suatu saat nanti, Bu Raisa, menikah dengan siswa tadi bagimana ya?" tukas Vivi sambil tersenyum-senyum.     

"Ih, Bu Vivi, nih,"     

"Kan saya cuman membayangkan seandainya!'     

"Ya tapi—"     

"Eh, gimana kalau kita taruhan, Bu. Saya akan menebak hubungan, Bu Raisa, dengan siswa yang tadi itu berjodoh. Dan suatu saat akan bersatu. Nah ini adalah kata-kata sekaligus tebakan, jadi tinggal kita lihat suatu saat nanti, tebakan saya ini benar atau salah," tebak Vivi.     

"Hah, Bu Vivi, ini ada-ada saja!" cantas Raisa.     

"Ah, Bu Raisa, ini gitu aja marah, hehe!" ledek Vivi.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.