Bullying And Bloody Letters

Cup Cake Beracun



Cup Cake Beracun

0"Iya, sebenarnya aku juga merasa ada yang tidak beres dengannya, meskipun kami sudah berbaikan," ujar Raisa.     

"Baguslah, kalau, Kak Raisa, sedikit peka, karna bagaimana pun juga Kak Raisa, itu harus waspada," ujar Aldo.     

Meski sudah mengetahui gelagat Rasty yang memiliki niat tidak baik kepadanya, tapi Raisa, akan tetap bersikap baik serta seolah-seolah, dia tidak mengetahuinya.     

***     

Sementara itu Rasty, juga mendatangi kediaman Raisa, dia mengetahui kedatangan Aldo.     

"Lagi-lagi, bocah ingusan ini terus membantu mereka, dulu dia membantu Eliza, dan sekarang dia membantu Raisa!" gumam Rasty, yang masih memantau di depan rumah Raisa tanpa turun dari dalam mobilnya.     

Rasty melirik ke arah tangannya yang masih memegang jimat itu.     

"Hari ini aku tidak bisa membunuh Rima, karna, dia masih ada Raisa dan juga anak ingusan itu. Tapi besok atau lusa aku tidak bisa jamin kalau dia masih bisa hudup dan bernafas di sini," ujar Rasty.     

Lalu Rasty pun langsung pergi meninggalkan tempat itu.     

***     

Rasty terus memantau kehidupan Raisa dan Rima, dia menunggu Raisa lengah, dan dia akan menyerang Rima.     

Jam nenunjukkan pukul 07:00 dan Raiaa sudah pergi ke sekolah, namun Rasty memilih untuk ambil cuti hari ini.     

Dan secara diam-diam dia mendatangi kediaman Raisa di saat Raisa sedang berada di Pratama Jaya high School.     

Rasty mengintai Rima yang saat ini sedang berada di rumahnya bersama parawatnya.     

"Aku akan memberikan makanan ini untuknya, dan bilang kalau ini dari Raisa, pasti perawat itu akan percaya saja," gumam Rasty.     

Seraya memegang kotak kecil berisi cup cake yang sudah di taburi racun oleh Rasty.     

Perawat itu tampak masih menyuapi makanan kepada Rima sambil asyik mengorol.     

Dan sekarang Rasty masih menunggu sampai perawat itu meninggalkan Rima walau hanya sesaat saja, karna dengan begitu, dia bisa memberikan makanan itu kepada Rima lewat sang perawat. karna kalau memberikannya lewat Rima langsung, pasti Rima akan mengusirnya, karna sudah tahu kalau dia punya niat buruk.     

"Aduh, kenapa perawat itu tidak juga pergi meninggalkan, Rima, sih!" gerutu Rasty.     

Dan tak lama suster itu malah mendorong, kursi roda Rima dan mengajaknya jalan-jalan ke taman.     

"Mungkin sebaiknya aku harus turun dari mobil ku saja, agar lebih leluasa mengikuti mereka," ujar Rasty.     

Rasty menaruh makanannya di dalam mobil, karna dia tidak bisa membawanya pergi sekarang.     

Dan hal yang di tunggu pun datang juga dan perawat itu meninggalkan Rima sendirian.     

perawat itu sedang pergi membelikan air mineral untuk Rima.     

Dan tepat saat itu juga Rasty pun tampak tak ingin menyia-nyiakan kesempatanya, dia berjalan mendekat kearah Rima, untuk mencelakainya.     

Karna kebetulan tepat di hadapan Rima duduk ada sebuah jalanan yang cukup curam, sehingga hal itu membuat Rasty ingin mendorong kursi roda itu agar Rima celaka.     

Tapi sayangnya belum sempat dia berjalan mendekat ke arah Rima, tapi ada seseorang yang duduk tepat di samping Rima.     

Tentu sja hal itu akan membahayakan keselamatan Rasty sendiri, karna bisa saja orang itu akan menjadi saksi, jika dia berhasil mencelakai Rima.     

Akhirnya Rasty pun menghentikan langkah kakinya, dan niat buruknya untuk mencelakai Rima saat ini.     

Dan dari kejauhan mulai tampak sang perawat Rima yang mulai berjalan mendekat ke arahnya.     

Dan dengan segera Rasty pun langsung bersembunyi di balik semak tanaman taman itu.     

"Sialan, gagal!" gerutu Rasty.     

Dan perawat itu pun kembali membawa Rima untuk pulang.     

Sementara Rasty segera kembali masuk ke dalam mobinya lagi.     

Pelan-pelan Rasty pun berjalan dengan mobilnya mengikuti arah perawat itu mendorong kursi roda milik Rima.     

Setelah sampai di rumah, perawat itu membawa Rima masuk ke dalam rumah.     

Dan tepat saat itu pula, sebuah kesempatan bagi Rasty.     

Dia segera turun dan membawa makanan itu untuk turun.     

Tok tok tok!     

Rasty memgetuk pintu rumah Rima, lengkap mengenakan seragam, toko kue yang baru saja dia beli tadi.     

Dia mendapatkan seragam dengan membeli lewat salah satu karyawan toko kue itu.     

Ceklek!     

"Selamat siang?" sapa Rasty dengan ramah menyambut si perawat yang membukakan pintu itu.     

"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" tanya perawat itu.     

"Maaf, saya hanya mengantarkan pesanan kue, untuk, Bu Rima, apakah benar ini adalah rumah dari Bu Rima?" tanya Rasty yang berbasa-basi.     

"Iya, benar, ini adalah rumah, Bu Rima, tapi beliau sepertinya tidak memesan kue," jawab sang perawat itu.     

"Oh, memang bukan, Bu Rima, yang memesannya, tapi Bu Raisa, yang sudah memesannya untuk Bu Rima," jawab Rasty yang sedang berakting.     

"Oh, begitu ya, yasudah kalau begitu, saya terima deh, Mbak," ujar perwat itu.     

"Silakan, Mbak," tukas Rasty seraya menyerahkan satu kotak kue itu kepada sang perawat.     

"Terima kasih," ucap perawat itu.     

"Sama-sama," jawab Rasty seraya pergi.     

Dengan berjalan melenggang penuh percaya diri, Rasty pun meninggalkan rumah Rima.     

Dan dia masuk ke dalam mobilnya, tancap gas, dan berlalu pergi.     

Senyuman merekah terukir di bibir Rasty, seraya mengendalikan kemudinya, tak sabar dia ingin mendengar kabar duka dari Rima karna sudah menyantap makanan yang baru saja ia berikan tadi,     

"Rima, Rima, mungkin kalau kamu mau menerima permintaan maaf ku waktu itu, aku tidak akan melakukan hal ini kepadamu," gumam Rasty sambil tersenyum-senyum.     

"Waktu itu, aku sampai mengemis dan berlutut di bawah kakimu, tapi sayangnya kamu tidak mau memaafkanku! Baik, tidak masalah, tapi jangan salahkan aku kalau sekarang aku membalasmu dengan cara yang sangat jauh lebih kejam dari dirimu yang sudah memperlakukanku dengan kejam waktu itu!"     

Rasty menambah kecepatan mobilnya lagi.     

"Aku sudah membuang harga diriku, demi sebuah maaf darimu! Dan pasti waktu itu kamu sangat bangga ya, karna merasa menang,"     

Dan ketika Rasty sedang melajukan mobilnya dengan kencang, tiba-tiba di depannya terlihat ada Ninna yang sedang berdiri tepat di tengah jalan.     

Dan hal itu membuat Rasty menginjak rem mendadak.     

"Sial! Kenapa kamu malah mengganggu, Tante!?" teriak Rasty.     

Dan saat dia menghentikan laju mobilnya tiba-tiba terlihat di sisi jalan, ada seorang gadis berseragam sekolah yang menatap tajam kearahnya.     

Gadis itu adalah Eliza, dan terihat tubuhnya di penuhi dengan darah, serta wajah yang teihat sangat pucat.     

"Sial! Kamu masih berani ya, menunjukkan batang hidungmu, di hadapanku!" cerca Rasty.     

Rasty pun segera merogoh jimat dari dalam sakunya, lalu dia mengangkatnya tinggi-tinggi.     

"Apa kamu tidak takut dengan benda ini?!" tantang Rasty.     

Dan tak lama tubuh Eliza pun lenyap dari hadapannya.     

"Haha! Haha! Haha! Rupanya kamu takut ya!?" teriak Rasty dengan penuh percaya diri.     

Dan selanjutnya, Rasty pun kembali melajukan mobinya dengan kecepatan tinggi lagi.     

"Setelah ini, kamu tidak akan lagi bisa menggangguku lagi! Jangankan untuk membunuh, menunjukkan batang hidungmu di hadapanku saja kamu tidak akan mampu!" ucap Rasty penuh percaya diri.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.