Bullying And Bloody Letters

Murid Baru



Murid Baru

0"Apa masih ada lagi pertanyaan yang akan anda lontarkan dan yang berpotensi menyudutkan saya?!" tanya Rasty.     

Dan Raisa hanya terdiam, dia masih melihat Rasty dengan tatapan yang tajam, dia tahu Rasty sedang berbohong, tapi dia tidak membongkar rahasianya sekarang, meski dia sudah hampir mengetahuinya semuanya, tapi belum saatnya, karna dia tidak ada bukti yang cukup kuat.     

"Kalau tidak ada lagi yang di tanyakan, saya permisi, Ibu Kepala Sekola yang terhormat!" tukas Rasty.     

Lalu Rasty pun pergi meninggalkan ruangan kepala sekolah itu.     

"Benar kata, Bu Vivi, aku benar-benar harus berhati-hati kepadanya," gumam Raisa.     

Rasty sudah benar-benar semakin berbahaya, dia sudah sama jahatnya dengan Nindi.     

Padahal Raisa sempat percaya dengan Rasty yang sebelumnya sempat terlihat akan berubah.     

Dia pikir setelah itu Rasty akan berubah dan tidak akan lagi berbuat jahat kepada dirinya dan keluarganya.     

Tapi ternyata salah, Rasty malah berubah semakin parah, dan bahkan membuatnya semakin jahat bahkan jauh lebih jahat dari sebelumnya.     

Rasty memegang kendali terhadap dirinya sendiri, dan hal itu karna dia benar-benar sangat berambisi mendapatkan segalanya, bahkan bukan hanya jabatan, tapi juga kekayaan Sucipto.     

Tok! Tok! Tok!     

"Masuk!" terkak Raisa.     

"Selamat siang, Bu Raisa," sapa Vivi.     

"Ada apa lagi, Bu Vivi?"     

"Bu, saya ingin meminta anda menandatangani lagi proposal saya,"     

"Oh, proposal apa lagi, Bu?"     

"Proposal tentang acara ulang tahun sekolah," jelas Vivi.     

"Oh, ok baiklah, bisa saya baca dulu surat proposalnya, Bu?"     

"Oh, iya, baik, Bu," Vivi menaruh surat itu tepat di hadapan Raisa.     

Dan Raisa segera membacanya lalu menandatangi surat proposal itu.     

"Ini sudah saya tanda tangani, sekarang, Bu Vivi, bisa melanjutkan kegiatan kelas anda terkait rencana untuk memeriahkan hari jadi sekolah ini,"     

"Baik, Bu Raisa, terima kasih," Tapi Vivi tidak juga segera pergi, ada sesuatu yang sedang ingin ia tanyakan.     

"Bu Raisa,"     

"Iya, ada apa, Bu Vivi?" tanya Raisa.     

"Ada perlu apa, Bu Rasty, datang kemari? Dan kelihatannya wajahnya tampak sangat kesal setelah keluar dari dalam ruangan ini?" tanya Vivi.     

"Saya, menanyakan kenapa dia sering sekali bolos," jawab Raisa.     

"Hanya itu?"     

"Memangnya apa lagi?"     

"Oh, maaf kalau saya terlalu ikut campur, Bu Raisa, tapi terlihat jelas sekali, kalau Bu Rasty, tampak sangat kesal dan dari sorot wajahnya ada yang beliau takutkan dan sembunyikan, apakah anda bertanya tentang yang kemarin?"     

Raisa pun menganggukan kepalanya, "Benar, Bu Vivi, ada yang saya tanyakan kepada beliau, terutama tentang pembongkaran makam adik saya" jelas Raisa.     

"Aduh, Bu Raisa, kenapa anda bertanya soal itu?"     

"Loh, memangnya kenapa, Bu Vivi, saya itu sangat penasaran?"     

"Iya saya tahu, Bu Raisa, tapi hal itu justru membuat anda sulit mendapatkan bukti, tentu saja bu Rasty akan berusaha lebih hati-hati lagi karna dia tahu kalau anda sudah mengetahuinya." Tutur Vivi.     

"Ya habisnya mau bagimana lagi, Bu Vivi, saya tidak tahan lagi, selama ini saya sudah kurang baik apa terhadapnya, tapi dia masih saja punya niat jahat kepada kami,"     

"Sabar, Bu Raisa,"     

"Iya, Bu Vivi, dan terima kasih sudah mengingatkan saya,"     

"Iya, Bu Raisa, kalau begitu saya pamit mau kembali ke ruangan saya duluya,"     

"Baik, Bu Vivi,"     

Raisa terus memikirkan cara bagaimana untuk menghentikan Rasty, dia tidak mau ada pertumpahan darah, tapi dia juga tidak mau melihat Rasty yang terus membuat masalah dan bahkan hendak mencelakai sang ibu.     

"Entalah! Aku harus bagaimana menghadapi, Tante Rasty, kenapa dia kembali menjadi jahat lagi, padahal kurang baik apa kami? Kami sudah berbaik hati membiarkan dia berkerja di sekolah ini, dan terbebas dari jeratan hukum karna sudah membunuh adikku," ujar Raisa.     

***     

Pagi yang begitu cerah, dan tepat hari ini, di kelas Aldo kedatangan seorang murid baru.     

Namanya Ayumi Diana Kusuma, siswi pindahan dari Sydney.     

"Baiklah anak-anak, perkenalakan teman baru kalian ini, yang bernama Ayumi dan dia siswi pindahan dari Sydney.     

"Ayumi, apa bisa kamu perkenalkan diri kamu dengan detail, biar teman-teman kamu bisa lebih akrab dengan mu," ujar Rasty.     

"Baik, Bu Rasty, halo semuanya perkenalkan aku Ayumi Diana Khusuma akrab di sapa Ayumi, aku berumur 17 tahun dan aku anak dari salah satu konglomerat di negri ini," ujar Ayumi dengan penuh bangga.     

"Wah, gila cantik banget, tipe aku banget," lirih Nino memuji gadis itu.     

"Biasa aja sih, cuman kalau menurut aku orangnya pasti sangat sombong," tanggap Derry.     

"Ah sok tahu banget ku itu, Der," sangkal Nino.     

"Ya, kita lihat aja nanti," sahut Derry.     

Sedangkan Aldo masih tampak sangat tenang, di bandingkan kedua sahabatnya itu, dia tidak terlalu memperdulikan si murid baru itu, karna di dalam otaknya hanya ada Raisa si kepala sekolah yang kini menjadi wanita pujaannya.     

"Baik, Ayumi, kamu boleh duduk, carilah tempat duduk yang masih kosong dan kira-kira nyaman bagi kamu," ujar Rasty.     

"Baik, Bu Rasty," jawab Ayumi seraya melenggang mencari tempat duduk untuknya.     

Lalu Ayumi memilih duduk di belakang Aldo, karna tepat di belakang Aldo, memang sedang kosong.     

Sesaat sebelum Ayumi duduk di bangku itu, Ayumi melirik ke arah Aldo seraya tersenyum manis kepada Aldo.     

Dan Aldo pun sempat melihatnya sesaat tapi, nampaknya Aldo sama sekali tidak tertarik dengan senyuman dari Ayumi itu, lalu Aldo memilih untuk memalingkan wajahnya dan tergokus ke arah buku cetak yang ada di hadapannya itu.     

Ayumi tampak sedikit kesal, karna sepertinya Aldo sudah mengabaikan senyumannya itu.     

Padahal, sejak dia berangkat ke sekolah tadi, banyak sekali para anak laki-laki yang sangat rertarik kepadanya, dan meminta nomor telepon miliknya.     

Namun sayangnya, tidak ada satu pun dari mereka yang membuat Ayumi tertarik, dan sekalinya dia masuk ke kelas ini, Arumi tiba-tiba tertarik dengan Aldo, seorang lelaki tampan yang terlihat pendiam dan memiki tatapan tajam serta wajah yang berwibawa.     

Namun sayangnya Aldo sangat cuek kepada Ayumi.     

"Hai, Ayumi, apa kabar, kenalkan nama aku, Nino," sapa Nino dengan ramah seraya mengulurkan tangan ke arah Ayumi.     

Ayumi pun terdiam sesaat memandang tangan Nino, dan tidak segera menjabatnya.     

Dia tampak sangat malas menanggapi salam perkenalan dari Nino itu, tapi berhubung di samping Nino ada Aldo, dan mereka terlihat sangat akrab, akhirnya Ayumi pun menyambutmu tangan Nino dengan sebuah senyuman yang terpaksa.     

"Hallo, namaku, Ayumi, senang berkenalan dengan mu," tukas Ayumi.     

Dan mendapat sebuah sambutan yang baik dari Ayumi membuat Nino menjadi sangat bahagia.     

"Tuh, 'kan, dia gak sombong," lirih Nino di telinga Derry.     

Dan melihat hal itu membuat Derry juga tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, dia juga segera menyodorkan tangannya ke arah Ayumi.     

"Hay, Ayumi, perkenalkan nama aku, Derry," tukas Derry dengan senyuman manis dan sangat ramah.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.