Bullying And Bloody Letters

Terlalu Pandai Berakting



Terlalu Pandai Berakting

0Sudah cukup Raisa mendatangi tempat dukun itu, dan kini saatnya dia dan Vivi harus segera pergi meninggalkan tempat itu, sebelum kedatangan mereka di ketahui oleh Rasty atau sang pemilik rumah itu.     

Setidaknya sekarang rasa penasaran Raisa sudah terbayarkan, dan tahu kalau alasan Rasty membongkar makam adiknya adalah untuk keperluan ritual yang masih belum jelas apa tujuannya.     

"Saya benar-benar, tidak habis pikir kalau, bu Rasty menjadi segila ini," ujar Raisa.     

"Apa, Bu Raisa, tidak berniat untuk melaporkan ke pihak berwajib, atau paling tidak bicara kepada, pak Surya?" tanya Vivi.     

"Tidak, Bu Vivi, saya tidak bisa mengatakan kepada Papa, saya, karna ini belum jelas, dan saya tidak mau Papa saya menjadi pusing dengan masalah ini, biar saya bongkar sendiri secara pelan-pelan," jelas Raisa.     

"Baiklah, kalau begitu, Bu Raisa, semoga saja anda berhasil ya, dan kalau ada perlu apa-apa, Bu Raisa, bisa hubungi saya," ujar Vivi.     

"Iya, Bu Vivi, terima kasih banyak,"     

***     

Esok harinya, kembali Rasty hendak melancarkan aksi jahatnya lagi.     

Karna dia hendak mencelakai Rima.     

"Hari ini aku harus berhasil mencelakai Rima, kemarin aku sudah gagal, tapi untuk hari ini aku harus berhasil," ujar Rasty dengan penuh semangat.     

Rasty pun mendatangi kediaman Rima, ketika Raisa sudah berangkat ke sekolah.     

Tapi lagi-lagi saat dia sampai di depan rumah Rima, dia melihat Rima sedang di kawal oleh seorang perawat dan satu bodyguard.     

"Hah! Sial! Lagi-lagi dia selalu di kawal oleh orang-orang itu!" umpat Rasty.     

Rasty harus kembali memutar otaknya untuk mencari cara bagimana agar dia bisa membunuh Rima.     

Dia tidak mungkin akan mengirimkan makanan beracun lagi, karna sudah pasti Rima dan para perawat serta bodyguardnya akan mencurigainya, bahkan bisa jadi dirinya yang malah akan terancam.     

"Aku harus bagimana ini? Mereka terlalu berbahaya! Aku harus mencari cara lain, dan hari ini sebaiknya aku pulang ke sekolah, sebelum Raisa curiga karna aku sering bolos." Tukas Rasty.     

Lalu Rasty pun memutar arah mobilnya dan seketika dia pergi menuju Pratama Jaya High School.     

Dan ketika memasuki area sekolah, di koridor menuju ruangannya, dia bertemu dengan Raisa.     

Dan Raisa berjalan menghampirinya seolah ingin mengatakan sesuatu kepadanya.     

"Maaf Bu Rasty!" panggil Raisa.     

Lalu Rasty pun menghentikan langkah kakinya.     

"Iya, ada apa, Bu Raisa?" tanya Rasty.     

"Bisa, Bu Rasty, menemui saya di ruang kepala sekolah?" tanya Raisa.     

Seketika Rasty pun merasa sedikit gugup, karna tiba-tiba saja Raisa memanggilnya ke ruangannya, apa lagi, selama Raisa menjabat menggantikan dirinya, Raisa tidak pernah memanggilnya untuk masuk ke ruangannya.     

Ini terasa aneh, dan membuat Rasty merasa sangat was-was, dan rahasianya akan terbongkar.     

"Bagaimana? Apa bisa saya mengobrol sebentar dengan, Bu Rasty?" tanya Raisa sekali lagi terhadap Rasty yang tampak sedang melamun itu.     

Dan seketika Rasty pun langsung tersentak.     

"Ah, baik, Bu Raisa," jawab Rasty.     

***     

Di dalam ruangan kepala sekolah, tampak Raisa dan Rasty sedang duduk berdua saja, di temani dengan dua cangkir teh hangat, mereka tampak mengobrol.     

Rasty terlihat sangat gugup, dan Raisa terus melontarkan pertanyaan-pertanyaannya.     

"Kenapa akhir-akhir ini, Bu Rasty, sering telat? Dan bahkan anda juga sering sekali membolos?" tanya Raisa.     

"Ah, maaf, Bu Raisa, akhir-akhir ini saya sering tidak enak badan, dan saya terpakasa bolak-balik ke dokter untuk memeriksa keadaan kesehatan saya," jelas Rasty yang sedang beralibi.     

"Wah, benarkah? Tapi kelihatanya, Bu Rasty, tampak baik-baik saja," tandas Raisa.     

'Sialan! Kenapa dia sengaja sekali membuat aku menjadi terpojok begini' batin Rasty.     

"Bu Rasty, saya ingin mengobrolkan sesuatu, tempo hari makam adik saya ada yang bongkar," ujar Raisa.     

Dan seketika Rasty langsung tertohok, dia merasa sangat deg-deggan, karna nampaknya Raisa sudah mencurigai dirinya.     

"Terus, apa yang terjadi selanjutnya?" tanya Rasty yang berpura-pura kaget.     

"Ya, saya kembali merapikan lagi makam adik saya," jawab Raisa dengan santai.     

Tapi wajah Rasty tampak tidak begitu santai sama sekali.     

"Kira-kira, apa alasan seseorang membongkar makam orang yang sudah mati?" tanya Raisa.     

"Apa? Sa-saya ... tentu saja saya tidak mengetahuinya, Bu," jawab Rasty.     

"Saya lihat, Bu Rasty, nampak tak tenang, apa anda masih sakit?" tanya Raisa menyindir.     

"Na-nampaknya begitu, Bu," jawab Rasty.     

"Bu, tolong berhenti membuat ulah lagi, sekarang hidup anda sudah tenang bukan?" sindir Raisa.     

"Loh, maksud dari ucapan, Bu Raisa itu apa ya? Saya tidak mengerti?" ujar Rasty.     

"Saya pikir saya, tidak perlu menjelaskan, anda cukup mengaku saja, apa benar anda yang membongkar makam dari adik saya Eliza?" tanya Raisa secara terang-terangan.     

"Wah, jadi anda ini menuduh saya ya?" tanya Rasty     

Dan Raisa hanya terdiam seraya melihat Rasty dengan tajam.     

Seketika Rasty berdiri dari tempat duduknya dan memaki Raisa sepuasnya.     

"Apa belum cukup kamu melihat saya menderita? Saya sudah tidak punya kaka dan keponakan! Bahkan jabatan saya juga sudah kamu rebut?! Lalu kenapa kamu menuduhku dengan fitnah sekeji ini?!" teriak Rasty.     

Dan Raisa pun masih terdiam serta hanya memandang ke arah Rasty dengan tatapan yang sangat tajam.     

"Coba di pikir dengan logika! Untuk apa saya membongkar makam adik kamu, Rai?! Untuk apa?! Tidak ada gunanya buat saya?!" teriak Rasty.     

"Bisa saja, kan, Bu Rasty, melakukan ritual tertentu?! Buktinya adik saya sudah tidak mengganggu anda?"     

"Sudah cukup, Rai! Kamu itu sudah keterlaluan! Aku ini baru saja sembuh dengan keterpurukan, dan sekarang kamu menuduhku yang tidak-tidak! Dengan tuduhan yang sama sekali tidak masuk akal!" teriak Rasty.     

"Saya tidak menuduh! Tapi saya bertanya , Bu Rasty!" tegas Raisa dengan wajahnya yang masih sangat terlihat tenang.     

"Haha! Bertanya?! Kalau cuman bertanya kenapa hanya aku yang di tanya?! Kenapa tidak guru-guru yang lainnya?! Kamu sengaja ya membuat saya tidak betah bekerja di sini lalu saya mengundurkan diri dari pekerjaan ini?!"     

Raisa tampak menggelengkan kepalanya seraya menghela nafas panjang, dia tidak habis pikir kenapa Rasty bisa sehebat ini dalam hal berakting, bahkan dia lebih ahli dari Nindi sang kaka.     

"Apa masih ada lagi pertanyaan yang akan anda lontarkan dan yang berpotensi menyudutkan saya?!" tanya Rasty.     

Dan Raisa hanya terdiam, dia masih melihat Rasty dengan tatapan yang tajam, dia tahu Rasty sedang berbohong, tapi dia tidak membongkar rahasianya sekarang, meski dia sudah hampir mengetahuinya semuanya, tapi belum saatnya, karna dia tidak ada bukti yang cukup kuat.     

"Kalau tidak ada lagi yang di tanyakan, saya permisi, Ibu Kepala Sekola yang terhormat!" tukas Rasty.     

Lalu Rasty pun pergi meninggalkan ruangan kepala sekolah itu.     

"Benar kata, Bu Vivi, aku benar-benar harus berhati-hati keladanya," gumam Raisa.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.