Bullying And Bloody Letters

Malu-malu



Malu-malu

Tok Rok tok!     

Ceklek!     

"Eh , Aldo, ada apa, Do? Tumbenan pagi-pagi begini udah datang" tanya Raisa.     

"Iya nih, Bu Raisa kebetulan saya sedang lewat, habis joging, yaudah langsung mampir aja ke rumah, Bu Raisa." Jelas Aldo.     

"Oh, begitu, terus yang di tenteng itu apa?" tanya Raisa.     

"Ini?" Aldo mengangkat kresek yang ada di tanganya itu.     

"Bubur ayam, Kak Raisa, mau?" tanya Aldo.     

"Emmm,"     

"Udah ayo makan bareng, aku juga belikan untuk Tante Rima, juga kok," ujar Aldo.     

"Ya ampun, Nak Aldo, repot-repot banget sih?" sahut Rima yang tiba-tiba muncul di belakang Raisa.     

"Eh, ada Tante Rima juga, kebetulan banget, yaudah ayo kita makan bareng-bareng yuk," ajak Aldo.     

Lalu mereka bertiga pun asyik sarapan bersama di rumah Rima.     

"Coba saja, kalau Eliza, masih hidup, pasti, Nak Aldo, bakalan menjadi calon mantu idaman," tukas Rima.     

"Ah, Mama, ini apaan sih," ujar Raisa seraya menyenggol bagian tangan sang ibu.     

"Eh, ngomong-ngomong, kamu tadi joging, cuman sendirian?" tanya Raisa.     

"Iya, Kak, emangnya kenapa?"     

"Ya enggak, kok aneh aja, tiba-tiba beli bubur kepikiran sama kita, kenapa gak kepikiran Nini sama Derry?"     

"Oh, kalau soal itu, aku juga gak tahu sih, Kak, beli bubur tiba-tiba keinget aja ama kak Raisa, kalau ama dua curut itu sih males banget udah terlaly sering, lagian orangnya terlalu rusuh," jelas Aldo seraya tersenyum.     

"By the way, thanks ya," tukas Raisa.     

"Iya, sama-sama, Kak Raisa, aku juga seneng kok, bisa sarapan bareng kalian, jadi berasa punya keluarga baru, karna kalau di rumah bakalan sepi banget,"     

"Iya, ya, orang tua kamu kan di Beijing ya?"     

"Iya, Kak,"     

"Terus kira-kira, setelah lulus nanti apa kamu akan pergi ke Beijing?"     

"Entalah, tapi kemungkinan iya, apalagi sekarang bisnis, ayah dan ibuku sudah mulai berkembang di sana,"     

"Wah, sayang srkali ya, setelah lulus nanti, Kak Raisa, bakalan berpisah dengan kamu,"     

"Apa, Kak Raisa, bakalan sedih banget kalau lihat aku pergi?" tanya Aldo.     

"Kenapa kamu tanya begitu?"     

"Ya, enggak, aku kan jadi penasaran, Kak," ujar Aldo sambil tersenyum lagi.     

"Ya, sedih dong, Do. kamu kan murid kesayang aku,"     

"Murid kesayangan?"     

"Eh, maksudnya, murid, yang paling dekat dengan, Kaka,"     

"Haha, begitu ya, aku pikir kesayangan dalam artian lain,"     

"Ehem!" Rima pun berdehem mengagetkan mereka berdua. Aldo dan Raisa pun menengok ke arah Rima.     

"Tante, ada di sini loh," ledek Rima, yang menyindir keasyikan mereka berdua yang tengah mengobrol.     

"Eh, iya, Tante, maaf, hehe," ujar Aldo dengan tertawaan selengeannya.     

"Oh, iya Nak Aldo, kalah menurut Nak Aldo, usia itu berpengaruh neggak sih?" tanya, Rima.     

"Emm, maksud, Tante, apa ya?"     

"Ya maksudnya, memang kriteria wanita idaman dari, Nak Aldo, itu apa harus yang usianya di bawah, Nak Aldo, begitu?"     

"Ih, Mama, tanya apaan sih?" Kembali Raisa menyikut tangan sang ibu.     

"Ih, Raisa apaan sih, kan Mama, tanya sama, Nak Aldo, bukan sama kamu," keluh Rima.     

"Eh, jadi itu yang, Tante Rima, maksud!"     

"Iya, Aldo, apa kamu bakalan memilih wanita yang usianya di bawah kamu ketimbang wanita yang usaianya di atas kamu?" tanya Rima lagi, memperjelas kepada Aldo.     

"Ya kalau soal itu, saya tidak pernah memberi patokan khusus sih, Tante, saya di bawah atau di atasku itu tidak masalah, yang penting kami saling mencintai," jelas Aldo.     

"Wah, kamu ini benar-benar, calon mantu idaman ya, Aldo," puji Rima.     

"Eh, ngomong-ngomong kenapa ya kok, tiba-tiba aja, Tante, bertanya soal itu kepada, saya?"     

"Oh, kalau soal itu, Tante hanya penasaran saja, siapa tahu kamu itu tipe pria yang perfeksionis, tapi ternyata, kamu itu seorang pria yang mau menerima apa adanya, jadi untuk putri Tante, yang yang cantik dan tinggal satu-satunya ini, ada harpan lah," ujar Rima seraya melirik Raisa sambil tersenyum menyendiri.     

Dan seketika Raisa pun langsung mencubit sang ibu, karna dia yang merasa malu di promosikan oleh ibunya sendiri, di tambah lagi di depan anak didiknya sendiri.     

"Duh, Raisa ini, kok malu-malu, sih ya, tapi gak apa-apa, malu itu manusiawi, iya enggak, Nak Aldo?" tanya Rima seraya melirik ke arah Aldo.     

Dan Aldo pun tampak tersenyum dan tersipu malu melihat Rima.     

Sejujurnya, Aldo sangat senang mendengar Rima, yang tampak merestui dirinya, dan juga Raisa, hanya saja Aldo merasa malu dengan Raisa, dia belum berani mengatakan perasaan sukanya kepada Raisa.     

Walau sebenrnya dia sudah sangat yakin bahwa perasaan sukanya terhadap Raisa saat ini bukan sekedar rasa suka kepada seorang adik kepada kakaknya, atau perasaan kagum kepada murid kepada gurunya.     

Tapi perasaan Aldo kepada Raisa adalah perasaan cinta, layaknya seorang lelaki kepada perempuan.     

Aldo benar-benar sudah jatuh cinta kepada Raisa. Bahkan perasaannya Cinta keapada Raisa sama persis dengan perasaan cintanya dulu kepada Eliza.     

"Nak Aldo, jangan senyuman-senyum melulu dong, gimana menurut, Nak Aldo, tentang Raisa, dia gak kalah cantiknya dengan Eliza, 'kan?" tanya Rima dengan nada meledek Aldo.     

Dan Aldo pun semakin salah tingkah tak karuan begitu pula dengan Raisa, suasana pun tampak kurang nyaman.     

***     

Dua hari telah berlalu tapi, Rasty belum juga mendapatkan kabar tentang meninggalnya Rima.     

Dan hal itu membuat Rasty menjadi sangat kesal sekaligus penasaran.     

Dan akhirnya dia pun mendatangi kediaman Rima untuk melihat keadaan Rima saat ini.     

Setelah sampai di depan rumah Rima, mata Rasty langsung di kejutkan oleh keberadaan Rima yang tampak sedang asyik jalan-jalan di halaman depan rumahnya dan di temani oleh seorang perawat baru dan satu orang bodyguard     

Tentu saja hal itu membuat Rasty menjadi sangat kesal, karna rupanya Rima masih hidup, dengan seorang perawat yang sudah berganti orang.     

Yang artinya, seseorang yang tewas kemarin adalah sang perawat, bukan Rima.     

"Sial! Kenapa yang mati bukan, Rima! Kenapa bisa salah target!" umpat Rasty yang tampak kesal tak karuan.     

Rasty tampak sangat uring-uringan, lalu dia pun pergi meninggalkan halaman rumah Rima.     

Dan sesampainya di rumah, Rasty mengamuk sejadi-jadinya, karna tidak berhasil membunuh Rima.     

"Sial! Sial! Awas saja! Setelah ini aku tidak akan membiarkanmu hidup kembali! Karna aku sangat benci! Kamu harus mati, Rima! Kamu harus mari!" teriak Rasty yang mengoceh tidak karuan.     

Klontang!     

Cring!     

Gludak!     

Rasty membanting barang-barang yang ada di kamarnya, semuanya tampak sangat berantakan tidak terkira.     

"Aku benci kamu, Rima! Selamanya kamu benci! Karna kamu kaka dan keponakanku jadi mati! Pokoknya kamu harus mendapatkan apa yang seperti kaka dan keponakanku rasakan!"     

Kelontang!     

Sebuah fas bunga melayang ke udara dan terjatuh pecah berhamburan di atas lantai.     

"Sialan! Kenapa aku selalu kalah?! Kenapa mereka selaku menang?!" teriak Rasty sekali lagi.     

Perasaan kesal di dalam hati Rasty menambahkan rasa dendam di hatinya yang kini semakin menggebu-gebu.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.