Bullying And Bloody Letters

Niat Buruk Rasty



Niat Buruk Rasty

0"Aku tahu, kamu pasti bakalan menagis setelah ini, dan pulang ke neraka, karna memang itulah tempat yang pantas untuk mu!" ujar Rasty sambil tersenyum.     

Tak berselang lama mobil yang di kendarai oleh Rasty pun berhrnti tepat di depan rumahnya.     

Lalu perlahan Rasty pun keluar dari dalam mobilnya dan masuk ke dalam rumahnya.     

Sambil meraih remot televisi, Rasty duduk santai sambil membayangkan kejadian buruk yang akan segera menimpa Rima.     

"Kalau nanti Rima mati, aku akan pakai baju apa ya?"     

Rasty pun segera beranjak dari tempat duduknya lalu masuk ke dalam kamarmya dan melihat isi di dalam lemari pakaian miliknya.     

"Apa aku beli pakaian baru lagi ya?"     

Rasty mengecek satu persatu dress yang hampir satu lemari berwarna hitam semua itu.     

"Tapi, tidak perlu lah, tidak terlalu spesial, pakaian yang ada di lemari ku ini saja sudah cukup. Nanti kalau bagian Raisa yang mati baru aku akan membeli pakaian baru serba hitam dan elegan." Tukas Rasty seraya tersenyum penuh percaya diri.     

"Karna setelah kematian Raisa, maka posisi ku akan kembali lagi, karna di dunia ini hanya aku saja, yang pantas menjadi kepala sekolah di Pratama Jaya High School!"     

Rasty masih tampak asyik berkhayal membayangkan kamatian Rima, dan di lanjutkan dengan kematian Raisa, agar dia bisa mendapatkan apa yang dia inginkan.     

Sedangkan di rumahnya Rima, masih tampak asyik menonton televisi, dan si perawat datang membawakan cup cake yang baru saja dia dapatkan dari Rasty.     

"Bu Rima, ansa mendapatkan kiriman cup cake dari, Mbak Raisa," ucap sang Perawat.     

"Cup cake? Tumben?" sahut Rima.     

"Iya, Bu, saya juga marasa begitu,"     

"Lalu, siapa yang memgantarkanya?"     

"Seorang pegawai dari toko kue,"     

"Kamu yakin?"     

"Yakin, Bu Rima, wanita tadi juga menggunakan pakaian yang sama dengan para pekerja di toko kue tersebut,"     

"Tapi, entah menagapa aku merasa tidak yakin jika kue ini aman untuk kita makan," ujar Rima.     

"Loh, memangnya kenapa, Bu?"     

"Saya pikir ini terlalu tidak masuk akal, Raisa, tidak biasanya membelikan kue dengan menyuruh orang lain, pokoknya saya tidak akan memakannya sebelum Raisa datang,"     

"Tapi,"     

"Kenapa? Kamu ingin memakannya ya?" tanya Rima, lalu si perawat itu tampak menganggukan kepalanya sambil tersenyum malu.     

"Sebaiknya jangan, tunggu sampai Raisa pulang," tukas Rima.     

"Tapi, saya rasa makanan itu aman-aman aja, Bu,"     

"Tapi, lebih baik kita berhati-hati, saja,"     

"Tenang saja, Bu Rima, tidak akan terjadi apa pun," ujar perawat itu dengan penuh yakin.     

Perawat itu terus merayu kepada Rima, agar memperolehkan dirinya memakan kue itu, hingga pada akhirnya, Rima pun memperbolehkan perawatnya untuk memakan cup cake itu.     

"Kamu boleh memakanya, tapi kalau sampai terjadi apa-apa, saya tidak akan tanggung jawab!' ujar Rima.     

"Ah, yang benar, Bu Rima, saya boleh memakanya, karna kebetulan saya sangat menyukai makanan ini,"     

"Tapi, ingat, kalau terjadi apa-apa, saya tidak mau tanggung jawab, dan saya sudah mengingatkanmu,"     

"Baik, Bu Rima, tenang saja, saya yakin tidak akan terjadi apa pun, saya yakin cup cake ini aman!" ucap perawat itu dengan penuh yakin.     

Lalu tanpa berpikir panjang, karna memang sudah di izinkan oleh Rima, akhirnya perawat itu memakannya dengan lahap.     

Tapi setelah satu menit berlalu tiba-tiba, tubuh perawat itu kejang-kejang, dan dari mulutnya keluar busa.     

"SUSTER!" teriak Rima dengan wajah paniknya.     

"Tolong! Tolong!" Rima pun berteriak-teriak histeris.     

Rima memaksakan dirinya untuk mendorong kursi rodanya dengan sekuat tenaga.     

Dia pun segera berjalan keluar rumah untuk mencari bantuan.     

Akhirnya berkat teriakkan Rima, ada banyak orang yang tinggal disekitar rumahnya berdatangan dan segera menolong perawat itu.     

1 jam kemudian.     

Rima menangis di depan kamar jenazah, di temani beberapa orang yang tadi menolongnya membawa perawat itu ke rumah sakit.     

Dan tak lama Raisa pun datang menghampiri ibunya yang masih duduk di kursi roda sambil menangis itu.     

"Mama! Mama!" teriak Raisa seraya berlari menghampiri sang ibu.     

"Raisa!" sahut Rima sambil menangis.     

Lalu Raisa segera memeluk tubuh sang ibu.     

"Kenapa, Ma? Apa yang sudah terjadi?" tanya Raisa.     

"Suster, Rai, Suster, meninggal!" jawab Rima seraya berlinang air mata.     

"Kenapa bisa terjadi? Sebenar apa yang sudah terjadi sebelumnya?"     

"Ada seseorang yang memeberikan makanan untuk kami, dan orang itu bilang kamu yang menyuruhnya, tapi Mama tidak percaya, sedang Suster tetap makanya, meski Mama, sudah melarangnya." Tutur Rima yang menjelaskan.     

"Astaga!" Raisa kembali meluk tubuh sang ibu lagi.     

Dan dalam hati Raisa terus bertanya-tanya, tentang siapa yang sudah melakukan ini semua, dan Raisa juga yakin kalau target yang sebenarnya adalah sang ibu bukan suster atau pwrawat ibunya itu.     

"Lain kali, Mama, harus lebih waspada lagi ya, Ma, dan nanti Raisa, bakalan carikan orang yang akan merawat Mama lagi," tutur Raisa.     

"Ini bukan masalah itu, Rai, tapi Mama, sedih banget, Suster Leni, udah gak ada, padahal hubungan Mama dan Suster Leni itu sudah cukup dekat dan akrab," jelas Rima.     

"Iya, Iya, Raisa, tahu, tapi, Mama, harus sabar ya," ujar Raisa yang mencoba menenangkan ibunya.     

"Tapi, Suster Leni, Rai,"     

"Sabar, Ma, sabar ya,"     

***     

Setelah kejadian itu, Raisa pun semakin memperketat penjagaan terhadap ibunya.     

Bahkan Raisa diam-diam mengadukan kejadian ini kepada sang ayah, hanya saja, meski Raisa sudah mulai mencurigai Rasty, tapi dia tidak mengatakannya kepada sang ayah, karna dia tidak memililik bukti yang cukup kuat.     

Setelah itu Surya pun mengirimkan dua perawat sekaligus dan satu bodyguard untuk menjaga Rima.     

Dia tidak mau bila terjadi sesuatu dengan udtri pertamanya itu.     

Tentu saja apa yang di lakukan oleh Surya ini di lakukan sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan dari Rima, karna Surya tidak mau Rima mengetahuinya dan hal ini justru membuat dirinya marah besar terbadap Surya.     

"Mama, Raisa berangkat ke sekolah dulu, dan Mama, sekarang tenang saja, ada Suster Lisa dan Suster Diana yang merawat Mama, dan juga pak Baron, akan menjada Mama, jadi Mama, tidak perlu takut lagi ya," ujar Raisa.     

"Iya, Sayang, sebenarnya kamu tidak perlu sampai seheboh ini, kamu tidak perlu membayar dua perawat dan satu bodyguard," ujar Rima.     

"Tidak apa-apa, Ma. Raisa, 'kan sayang sama, Mama, jadi Raisa mau Mama dalam keadaan aman selama Raisa bekerja," pungkas Raisa.     

"Iya, Sayang, terima kasih banyak ya, Sayang,"     

"Oya, Mama," Raisa mengecup kening sang ibu.     

"Yasudah, Raisa berangkat dulu ya,"     

"Iya, Sayang, hati-hatinya," pesan Rima.     

Lalu Raisa mencium tangan sang ibu.     

Rima tampak begitu bahagia dengan melihat perlakuan Raisa yang sangat manis dan sangat perhatian kepadanya itu.     

"Mama, sangat bahagia punya kamu, Sayang, dan semoga saja Tuhan selalu melindungi mu, agar kamu bisa selalu menjaga, Mama, Raisa," ucap Rima.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.