Bullying And Bloody Letters

Wali Kelas Baru



Wali Kelas Baru

0Rasty pun kembali tertegun, dia bingung harus memilih jalan yang mana lagi.     

Dia harus memilih tetep berhati-hati dengan satu jimat di tangannya, atau lebih berusaha lagi dengan menggalih makam dari Eliza untuk mendapatkan senjata yang lebih ampuh dan juga agar bisa memusnahkan arwah Eliza.     

"Sekarang terserah kamu saja, kamu mau memilih jalan yang mana," tukas sang dukun.     

Rasty kembali terdiam lagi, dia masih bingung menentukan pilihannya.     

'Aku sudah hidup sendirian, masa iya aku harus manja dan tidak mau berkorban untuk masa depanku?' batin Rasty.     

"Apa, masih belum juga menemukan pilihan yang tepat?" tanya dukun itu sekali lagi.     

"Baik! Saya memilih akan membunuh Rima, dan membongkar makam Eliza dan mengambil rambutnya!" tukas Rasty dengan tegas.     

"Bagus! Lakukan itu pada saat malam bulan purnama tiba!"     

"Baik! Saya paham!" jawab Rasty.     

"Kalau sudah berhasil, kamu harus segera membawa rambut itu kehadapanku! Dan pastikan kamu harus berhasil membunuh ibunya terlebih dahulu!"     

"Baik, Mbah!"     

"Bagus!"     

"Kalau begitu saya pamit pergi dulu ya, Mbah!"     

"Silakan,"     

Setelah menentukan pilihannya Rasty pun segera meninggalkan rumah dukun itu.     

Dia kembali pulang ke rumahnya, untuk kembali menyusun rencana, bagaimana cara membunuh Rima.     

***     

Pagi pun telah tiba, kini saat Raisa dan yang lainnya melakukan kegiatan mereka seperti biasa.     

Tak terkecuali dengan Rasty, kini Rasty sudah mulai beradaptasi debgan tempat barunya.     

Dia menggantikan Raisa, mengajar sekaligus menajadi wali kelas, di kelasnya Aldo.     

"Selamat pagi, Anak-anak!" sapa Rasty.     

"Pagi, Bu Rasty!" sapa serempak para murid-murid.     

"Wah, wali kelas kita jafldi berubah nih, ya!" ujar Nino.     

"Iya, wah, si Aldo, bakalan galau banget, ini," imbuh Derry.     

"Ssst, apaan dih kalian, mulai lagi deh!" ketus Aldo.     

"Coba, Aldo, Nino dan Derry, apa kalian bisa diam?!" sergah Rasty.     

"Baik, Bu!" jawab kompak mereka bertiga.     

"Kalian bertiga, silahkan berdiri di depan kelas!"     

"Loh, memangnya kami salah apa?" tanya Nino mewakili teman-temannya.     

"Iya, karna kalian sudah berisik sekali!" jawab Rasty.     

"Tapi, kami tidak seberisik itu, 'kan? Bahkan tidak ada yang sampai terganggu oleh ucapan kami tadi?" ujar Aldo.     

"Saya sekarang adalah wali kelas kalian, jadi kalian harus menuruti apa yang saya perintahkan!" tukas Rasty.     

"Tapi kami ini tidak bersalah, Bu!" protes Derry.     

"Tapi menurut saya kalian itu salah! Dan saya minta kalian bertiga, berdiri di depan kelas sekaranga juga!" paksa Rasty.     

"Tapi, Bu—"     

"Berdiri sekarang atau saya akan memberikan nilai yang sangat buruk untuk kalian!" ancam Rasty.     

Dan akhirnya mereka bertiga pun terpaksa mengikuti Rasty.     

Padahal seharusnya mereka tidak mendapatkan hukuman seperti ini, tapi Rasty sudah menganggapnya berlebihan.     

Tentu saja hal ini membuat Aldo dan kedua sahabatnya merasa sangat kesal.     

Tapi Rasty malah tampak senang sekali melihat murid kesayangan Raisa di hukum.     

Rasty memang sengaja menghukum Aldo dan kewan-kawananya, meski mereka tidak sepenuhnya salah.     

Padahal kesalahan Aldo dan kawan-kawannya itu harusnya dapat di maklumi.     

Hanya bercandaan dan tidak sampai mengganggu yang lainnya.     

Tapi Rasty menghukumnya karna ingin balas dendam, selama ini dia tahu kalo Aldo selalu dekat dengan Raisa.     

Sepanjang jam pelajaran di mulai, Aldo dan kedua sahabatnya berdiri di depan kelas.     

Dan mereka tampak sangat bosan dan kelelahan.     

"Sialan, ni mantan kepala sekolah ngeselin," bisik Nino di telinga Derry.     

"Iya, benar-benar bikin kesel banget ya, dasar guru lebay," bisik Nino.     

Sedangkan Aldo hanya terdiam sambil memandangi ke arah Rasty.     

Aldo menyadari, jika Rasty melakukan ini semua karna dia ingin balas dendam dengannya.     

Selama ini Aldo sudah sering membantu Raisa, bahkan ketika Eliza masih hidup Aldo juga sering membela dan membantu Eliza ketika dia dan Ninna menyudutkan Eliza.     

Sesaat Rasty melirik ke arah Aldo, lalu dia tersenyum sinis, terlihat jelas jika saat ini dia merasa menang karna berhasil membuat Aldo di permalukan di depan kelas.     

Trinng....     

Bel istirahat mulai terdengar dan hukuman Aldo berserta kedua sahabatnya pun sudah usai.     

Mereka bertiga beranjak keluar kelas.     

"Gila tuh, eali kelas sialan! Kita kan gak bikin keributan! Dan kita cuman bercanda itu aja cuman bisik-bisik! Kenapa harus di hukum sih?!" keluh Derry.     

"Iya! Gak masuk akal banget, kayaknya tu guru lagi stres, gara-gara turun pangkat!" cerca Derry.     

Sedangkan Aldo masih tampak terdiam berjalan santai menuju kantin.     

"Do! Perasaan dari tadi kamu itu diam terus sih?" tanya Derry.     

"Ya, terus aku musti bagaimana?" tanya balik Aldo.     

"Ya, memangnya kamu gak kesel gitu, di perlakukan seperti ini sama, Bu Rasty?" tanya Nino.     

"Ya, kesel lah! Tapi mau gimana lagi!" ujar Aldo.     

"Aku ngerasa kalau ini semua ada hubungannya sama kamu, Do. Makanya dia hukum kita hanya karna kesalahan sepele yang nyaris tidak terlihat salahnya ini!" tebak Derry.     

"Kenapa kamu bisa bicara begitu, Der?" tanya Nino.     

"Ya feeling aja, selama ini kan, Aldo dekat dengan Bu Raisa, sementara saat ini Bu Raisa, sudah merebut posisi Bu Rasty, sebagai kepala sekolah! Terang saja Bu Rasty, kesal sama Aldo," jelas Derry.     

Nino pun tampak manggut-manggut mendengar ucapan dari Derry.     

"Iya juga Der. Bener apa yang kamu bilang, jadi dia berbuat seperti ini, karna dia dendam dengan Aldo, tapi kenapa kita malah jadi kena batunya juga ya?"     

"Ya, mungkin karna kita ini terlalu dekat dengan Aldo."     

"Wah, kalau begini caranya, baisa bahaya kalau terlalu dekat-dekat dengan Aldo," ucap Derry.     

"Terusa kalian mau menjauhi aku?" tanya Aldo.     

"Ya, enggak dong, Do. Kamu kan sahabat terbaik kami!" jawab Nino.     

"Iya, Do. Walau bagimana pun kamu itu sahabat terbaik kami, kami tidak akan mungkin meninggalkan kamu!" ujar Derry.     

Meski hanya diam tapi Aldo paham betul apa yang di lakukan oleh Rasty itu ada hubunganya antara dia dan Raisa.     

Hanya saja Aldo lebih memilih untuk diam karna dia tidak mau terlihat mencolok di depan kedua sahabatnya.     

Walaupun pada akhirnya mereka tahu sendiri.     

Setelah pulang dari sekolah, malamnya Aldo pun sengaja pergi ke rumah Raisa, dia ingin membicara kan ini semua kepada Raisa.     

"Ada apa, Do. Kamu datang kemari, malam-malam begini?" tanya Raisa, seraya memindahkan cangkir teh dari atas nampan ke meja.     

"Saya ingin membicarakan, tentang, Bu Rasty, Kak," jawab Aldo.     

"Bu Rasty? Memangnya ada apa dengannya?" tanya Raisa.     

"Sepertinya, beliau tidak menyukai posisinya saat ini,"     

"Bagimana bisa, karna sebelum aku di lantik, beliau tampak biasa-biasa saja dan bahkan malah mendukung ku, beliau bilang aku lebih cocok menjadi kepala sekolah,"     

"Itu hanya sekedar akting, karna Bu Rasty yang saya tahu itu sangat ambisius dan tidak mudah menyerah, lalu bagimana bisa dia rela begitu saja! Sementara menjadi seorang kepala sekolah adalah kebanggannya!" jelas Aldo.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.