Bullying And Bloody Letters

Jimat Yang Terjatuh



Jimat Yang Terjatuh

0"Suster, bagaimana ini semua bisa terjadi kepada, Mama, saya?! Kalian ngapain aja?!" tanya Raisa kepada perawat dan para bodyguard yang menjaga sang ibu.     

Sedangkan Rima masih berada di dalam ruang rumah sakit dan belum sadarkan diri.     

Rima masih dalam keadaan kritis, sedangkan Surya masih belum di temukan keberadaannya.     

Dan saat Raisa sedang pusing memikirkan keadaan sang ibu, tiba-tiba terdengar bunyi telepon.     

"Halo! Ini siapa?!" tanya Raisa.     

Lalu si penelpon itu berkata, "ini dari kantor polisi, Bu Raisa,"     

"Iya, ada apa, Pak!?"     

"Kami ingin menginformasikan, bahwa kami sudah menemukan, Pak Surya," jawab sang polisi itu.     

"Benarkah?! Sekarang di mana, Papa, saya?!"     

"Kami sedang brada di perkampungan terpencil, dan ayah anda di rawat oleh salah satu warga di sini,"     

"Banarkah?! Kalau begitu tolong bawa, Papa, saya pulang, Pak! Saya mohon ...."     

"Baik, Bu Raisa!"     

Raisa merasa sangat senang mendengar kabar sang ayah sudah di temukan, tapi dia juga merasa sangat bersedih karna melihat ke adaan sang ibu yang masih terbaring belum sadarkan diri.     

Entah dia harus berbuat apa lagi, Raisa hampir tidak bisa berpikir jernih sama sekali.     

Setelah beberapa jam berlalu, dan hari sudah mulai gelapa, polisi kembali menghubungi Raisa, dan berkata bahwa mereka sudah sampai di Jakarta.     

Mereka sedang menuju rumah sakit, karna keadaan Surya juga tidak baik, dan tentu saja juga harus segera mendapatkan perawatan.     

Sesampainya di rumah sakit, Surya dan Rima si taruh dalam ruangan yang berbeda.     

Dan Raisa, segera menghampiri sang ayah, serta menyuruh kedua bodyguard menjaga ketat kamar sang ibu.     

Ceklek!     

"Papa!" teriak Raisa sambil berlari menghampiri sang ayah.     

"Kenapa, Papa, bisa begini?! Siapa yang melakukannya, Papa!?" tanya Raisa sambil menangis sesenggukkan.     

"Raisa, bagaimana keadaan, Mama, kamu?"     

"Mama, belum sadar, Pa!"     

"Astaga, kenapa ini bisa terjadi?"     

"Entahlah, Pa! Mereka selalu mencari masalah kepada kita, bahkan ingin membunuh kita!"     

Tok tok tok!"     

"Iya masuk!" teriak Raisa.     

Dan ternyata salah seorang bodyguard yang menjaga Rima lah yang mengetuk pintu itu.     

"Ada, apa?" tanya Raisa. "Bukannya, saya sudah bilang kalau kalian harus menjaga, Mama?!" oceh Raisa.     

"Maaf, Mbak Raisa, saya hanya ingin memberikan ini," Bodyguard itu menyodorkan sebuah buntelan kecil berlapis kain kafan yang tidak tahu di dalamnya berisi apa.     

"Apa ini?" tanya Raisa.     

"Saya menemukan di samping, Bu Rima, saya rasa ini adalah milik pelaku penusukan itu,"     

Dan Raisa segera melihatnya lalu memeriksa benda itu.     

"Ini seperti jimat," ucap Raisa.     

"Jimat?" tanya Surya     

"Ehm, kamu boleh kembali menjaga, Mama saya lagi ya!" ucap Raisa memerintah kepada bodyguard itu.     

"Baik, Mbak Raisa," jawab sang bodyguard.     

Lalu Surya lanjut bertanya kepada Raisa.     

"Maksudnya jimat apa, Rai?"     

"Jimat milik, Rasty. Yah walaupun tidak begitu yakin, tapi waktu itu Raisa dan kawan Raisa mengikuti tante Rasty yang hendak pergi ke dukun, Pa,"     

"Ke dukun? Untuk apa wanita jahat itu ke dukun?"     

"Mencari jimat keselamatan. Karna selama ini, Tante Rasty, sudah di teror oleh Eliza,"     

"Jadi seperti itu?"     

"Iya, Pa! Bahkan Tante Rasty sampai tega membongkar makam Eliza karna untuk melakukan ritual sesatnya,"     

"Apa?! Kenapa kamu tidak bilang kepada, Papa?!"     

"Maafkan Raisa, Pa! Raisa sengaja merahsaiakan ini semua, karna Raisa, ingin mencari tahunya sendiri. Raisa, gak mau Papa dan Mama jadi kawatir!"     

"Astaga, Raisa!"     

Sementara itu Rasty yang sedang tengah berlari baru menyadari jika jimat miliknya sudah tidak ada.     

Rasty langsung menghentikan langkah kakinya.     

"Dimana jimat ku?!" ucapnya yang sangat panik.     

Rasty susldah tidak bisa tenang lagi, dan langsung menghentikan mobil taksi lalu pergi ke rumah Mark.     

Karna saat ini rumah Mark yang paling dekat.     

Rasty tidak mungkin pergi ke rumah dukun itu lagi untuk meminta jimat perlindungan lagi, karna memang letak rumahnya yang begitu jauh.     

Hanya sekitar 15 menit akhirnya dia sampai di rumah Mark.     

Lalu tanpa ragu dia langsung menyerobot masuk tanpa permisi.     

"Pak Mark!" teriak Rasty.     

"Ada apa, Rasty?" tanya Mark.     

"Dimana jimat itu?"     

"Jimat?"     

"Iya, Pak Mark! Saya butuh sekarang!" ucap Rasty.     

"Tapi kamu sudah punya sendiri, dan yang ini sudah kamu berikan kepadaku!" ucap Mark sembari memegang jimat itu.     

Dan tanpa ragu Rasty langsung merebutnya.     

"Berikan kepada saya!" teriak Rasty sambil meraih jimat milik Mark.     

"Hey! Kamu itu apa-apaan! Dasar kurang ajar!" bentak Mark.     

"Maaf, Pak Mark! Saya sangat membutuhkan ini, dan ayo sekarng kita pergi ke tempat dukun itu!" pinta Rasty.     

"Tidak! Aku ini tidak punya banyak waktu untuk pergi ke dukun! Aku sedang sibuk hari ini!" pungkas Mark.     

"Tapi, Pak!"     

"Berikan kembali jimat itu kepadaku! Dan silahkan kamu pergi ke sana sendiri! Biar aku yang membiayai semuanya!" ujar Mark.     

"Tidak, Pak Mark! Saya tidak mu mati di perjalanan nanti!"     

"Biar anak buahku yang menemaninya!"     

"Itu masih tidak menjamin keselamatan saya, Pak!"     

"Ah! Masa bodo! Aku mau jimat itu kembali kepadaku!" Dan Mark merebut kembali dari tangan Rasty.     

Mereka saling tarik-tarikkan berebutan jimat itu hingga pada akhirnya jimat itu pun terlempat jauh entah kemana.     

"Dimana jimat itu?!" tanya Mark.     

"Seperti terlempar di kolong meja!" jawab Rasty sembari berlari menghampirinya.     

Dan Mark juga mengikuti di belakang, kembali mereka saling dorong untuk mendapatkan jimat itu.     

Rasty pun terjengkang karna Mark yang sudah mendorongnya.     

"Itu punya saya!" teriak Mark.     

Sedangkan Rasty tampak sedang berusaha bangun kembali, tapi kepalanya terasa sangat sakit, akibat terbentur lantai.     

"Sudah aku bilang ini punya saya, dan kamu minta lagi kepada dukun itu, biar anak buahku yang mengantarkanku," gumam Mark sembari tangannya merogoh-rogoh kolong meja, dan dia belum juga menemukan jimatnya.     

Lalu dalam sekejap tiba-tiba Rasty terbangun dan kedua bola matanya sudah tebalik putih seluruhnya. Sepertinya arwah Eliza sudah berhasil masuk ke dalam tubuhnya. Kini Rasty tak bisa lagi mengendalikan tubuhnya sendiri.     

Tanpa Ragu Rasty langsung menarik tubuh Mark yang masih mencari jimat itu.     

Gredek!     

"Hey! Apa yang kamu lakukan!" teriak Mark.     

Namun Rasty sudah tidak menghirauiannya lagi, lalu mengangkat dan membanting tubuh Mark sekuat tenaga.     

Para ank buah Mark berusaha untuk menghentikan Rasty, tapi mereka tidak berhasil, walau mereka semua bertubuh kekar sekalipun tapi tenaga mereka tetap tidak bisa menandingi Rasty.     

Mereka pun menyerah, dan Rasty terus menyiksa Mark, mambanting memukul hingga menggigit serta mengunyah tangang kanan Mark hingga hancur.     

"Tunggu apa lagi! Cari jimat itu!" teriak Mark.     

Lalu para anak buah Mark langsung mencari jimat itu hingga salah satu dari mereka berhasil menemukannya.     

"Bertahan, Tuan! Saya sudah menemukannya!" teriak bodyguard itu.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.